Dream

1.3K 165 30
                                        

Singto mengerjapkan matanya dan melihat ada lengan yang menutupi wajahnya. Dia menyingkirkan lengan itu dari wajahnya dan ternyata punya Krist, dia berada tepat di depan leher Krist yang sudah ada maha karyanya. Tapi, sang empunya masih tertidur dengan begitu nyenyak.

“What, berarti aku barusan mimpi,” gumam Singto tak habis pikir dengan apa yang dirinya lakukan. Karena jelas-jelas Krist tertidur, bukan melayaninya dengan jas dan borgol yang ada dalam mimpinya.

Singto merutukinya dirinya sendiri, bisa-bisa mimpi seperti itu dengan Krist. Tapi, kalau untuk menyesap leher Krist dia memang benar-benar melakukannya. Meskipun sambil bermimpi, “Ini Krist kalau bangun pasti bakal ngamuk nik lihat kissmark.”

“Sialan kau Singto, lemah banget nafsuku,” rutuk Singto dalam hati.

Dan yang paling parah adalah bagian bawahnya kini lagi-lagi mengembang dan terasa begitu sesak. Dia memegangi kepalanya sendiri akibat terasa pusing. Belum 24 jam dirinya menikah dengan Krist, tapi dia sudah harus menidurkan juniornya sendiri dua kali, dan itu semua akibat dirinya sendiri.

“Lemah banget sih,” ucap Singto sambil menyentil juniornya juniornya sendiri. “Shhh,” ringis Singto akibat kelakuannya sendiri.

Dia segera bangkit dari ranjang dan menuju kamar mandi untuk menyelesaikan urusannya sendiri, namun sebelum itu dirinya menelfon layanan kamar untuk memesan sarapan pagi karena tenaganya butuh diisi ulang, bukan hanya untuk dikeluarkan saja.

Mengisi bathup dengan air hangat dan tak lupa menuangkan sabun. Setelah penuh, dia melepaskan seluruh pakaian yang melekat pada dirinya dan masuk ke dalam air yang hangat itu. Wajah Singto mendongak ketika tangannya sudah mulai mengurut kejantanannya dengan perlahan, dadanya naik turun dengan semakin cepatnya tangan dia mengurut bagian selatannya.

“Emmmhh Angghh..”

Dia merasa lega karena akhirnya muatanya keluar dari tempatnya. Memejamkan matanya sebentar untuk menikmati hangatnya air dan peluh yang sudah menjadi satu akibat permainan solonya yang terpaksa harus dia lakukan.

Dalam benaknya masih teringat jelas akan alur mimpinya yang begitu diluar nalar. Dari penampilan Krist dengan borgolnya dan tatapan sayu serta ucapan menggoda dari wajahnya, membuat dirinya terasa gila. Kalau boleh jujur dirinya memang sangat ingin mencoba lubang Krist yang sudah menjadi pasangannya.

Tapi, dirinya sadar kalau itu tidak mungkin. Krist saja tak menerima perjodohan ini, bahkan ketika dirinya menawarkan untuk memulai mencoba hubungan ini. Krist hanya terkejut dan tak menjawab apa yang dirinya katakan.

“Ahhhrrrggggg…. Sialan,” umpat Singto. Dia kesal karena baru kali ini ada orang yang bisa membuatnya harus terpaksa bermain solo seperti ini. Sepertinya dia sudah terjerat akan pesona Krist sekarang.

Singto keluar dari bathup dan membersihkan badannya dibawah guyuran shower. Tepat pada ritual mandinya selesai, kamar mandi digedor dengan begitu keras membuat Singto di dalam yang mendengarnya mengerutkan dahinya. Dia segera memakai bathrobe-nya dan membuka pintu tersebut, namun orang yang menggedor pintu itu langsung menerobos masuk ke dalam tanpa menunggu Singto keluar terlebih dahulu.

Krist tak peduli dengan Singto yang masih ada di dalam kamar mandi, dirinya langsung menuju  ke closet dan mengeluarkan semuanya di sana. Tadi dia terbangun dan merasakan perutnya bergejolak seperti diaduk-aduk, tapi nyatanya yang keluar hanya sedikit.

Singto yang tak tega sedari tadi membantu memijat tengkuk Krist. “Sudah semuanya?” tanya Singto yang masih setia dibelakang  Krist.

Krist menganggukkan kepalanya tanpa menoleh ke belakang. Dia membersihkan wajahnya di wastafel, ketika dia akan melangkahkan kakinya untuk keluar dari sana. Tiba-tiba badannya terhuyung dan hampir jatuh, untungnya ada Singto yang sigap menangkap badan Krist.

Krist berontak dan ingin mencoba jalan sendiri saja, tapi Singto tak memperbolehkannya. “Kalau lemah nggak usah nolak buat dibantu sama orang,” ucap Singto dan langsung mengangkat badan ramping Krist.

Krist menyandarkan kepalanya pada dada bidang Singto, “Makasih,” cicit Krist dengan suara kecil ketika dirinya sudah ada diranjang.

“Apa?” tanya Singto saat mendengar suara Krist yang begitu kecil.

“Nggak apa-apa,” jawab Krist langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dirinya gengsi kalau harus mengatakannya lagi.

Singto yang melihat sikap Krist hanya bisa tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya. Dia mengusap rambut Krist dengan gemas. “Sama-sama turtle,” ucap Singto yang langsung pergi dari hadapan Krist dan mengambil bajunya untuk dirinya pakai.

Tanpa Singto sadari karena perbuatannya saat ini ada Krist yang wajahnya memerah seperti kepiting rebus. Senyum ingin terbit diwajah manis itu, namun dirinya menahannya dan langsung mengenyahkannya ketika dirinya ingat siapa itu Singto. Seseorang yang sudah mengambil keperjakaannya.

Ting tong

Suara bel berbunyi, Krist ingin bangkit untuk membukakannya namun kepalanya masih agak pening. Untungnya Singto sudah selesai dengan ganti bajunya dan segera membukakan pintu tersebut. Pelayan hotel mendorong masuk trolli yang berisi makanan ke kamar mereka dan mengidangkannya di meja.

“Boleh saya minta tolong, tadi saya tak sempat bilang ketika pesan makanan.”

“Boleh Tuan. Ada yang Anda perlukan lagi?” tanya pelayan tersebut pada Singto.

“Tolong belikan obat penurun demam, dan mual-mual akibat jet lag.” Krist yang mendengarnya tanpa sadar kembali tersipu karena tak menyangka kalau Singto sebegitu perhatian itu pada dirinya.

“Baik, Tuan. Saya akan membelikannya.” Singto menganggukkan kepalanya dan memberikan uang pada pelayan tersebut. “Sisanya buat kamu.”

Pelayan tersebut keluar dari kamar pasangan itu dengan wajah yang mengembang cerah karena mendapatkan tip yang lumayan.

“Nih makan dulu dan habis itu istirahat lagi. Buat hari ini kita nggak akan ke mana-mana karena kondisimu tak memungkinkan buat itu,” ucap Singto pada Krist sambil memberikan makanan itu pada Krist yang sedari tadi duduk di ranjang.

“Tapi, aku ingin jalan-jalan,” ucap Krist dengan wajah cemberutnya.

“Jangan ngeyel Krist, buat jalan aja nggak kuat. Masa iya aku harus gendong kamu terus sih,” jawab Singto dengan perkataan kejamnya.

Krist merolingkan matanya. “Ck, kejam.”

“Aku dengar Krist, nanti aku akan menurutimu kalau kau sudah benar-benar sembuh. Aku tak mau mengambil resiko dengan mengajakmu jalan dalam kondisi sakit. Mae akan memarahiku kalau tahu,” ucap Singto memberikan pengertian pada Krist yang masih menatapnya dengan sengit saat ini. Harusnya dia tak perlu repot-repot membujuk Krist seperti ini, tapi entahlah semua dirinya ucapkan secara spontan.

Krist dengan pasrah memakan sup itu dengan dongkol, tapi sebenarnya benar juga perkataan Singto. Badannya memang masih lemah dan tak kuat berjalan jauh. Sayangnya dia adalah seorang Krist Perawat Sangpotirat yang gengsinya setinggi menara Eiffel.

.
.

Ternyata cuma mimpi wkwk

Double up?

Jangan lupa buat ninggalin jejak ya, baik vote ataupun komen.

See you next chapter.

Connection Of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang