Debate

1.3K 172 15
                                    

Krist istirahat setelah makan dan meminum obatnya, sedangkan Singto yang bingung harus ngapain juga memutuskan untuk ikut tidur juga. Dari semalam dia tak tidur nyenyak, ada saja yang harus dia lakukan hingga memotong waktu tidur berkualitasnya.

Matahari yang awalnya terlihat begitu gagah dilangit korea, kini perlahan-lahan menenggelamkan dirinya untuk berganti tugas dengan bulan yang sudah siap untuk menjalankan tugasnya di malam hari. Singto sudah bangun sedari tadi, dan sedang menyimpan nomornya sendiri di ponsel Krist.

“Apa yang kau lakukan dengan ponselku?” tanya Krist yang baru saja bangun dan melihat Singto disampingnya.

Singto yang mendengar suara Krist langsung menoleh ke samping. Betapa malunya dirinya karena tertangkap oleh Krist. Seketika otaknya blank bingung harus menjawab apa, mana mungkin dirinya bilang kalau dia barusan menyimpan nomornya sendiri di ponsel Krist.

“Em… tadi alarm berbunyi, dan aku memamtikannya,” jawab Singto berharap kalau Krist percaya dengan apa yang baru saja dirinya katakan.

Krist memicingkan matanya seolah tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Singto. Hingga akhirnya dia berkata, “Oh, aku kira kau mau menyadap ponselku,” ucap Krist sambil mengambil ponselnya dari genggaman Singto.

“Heeuuh mana mungkin, buat apa juga aku melakukan itu.”

“Ya kalau nggak santai aja, nggak usah ngegas dong,”

Seketika Singto kicep terdiam. Dirinya sangat malu sekarang.

“Singto, ayo kita jalan-jalan keluar. Aku sudah sehat,” ucap Krist tiba-tiba mengalihkan pembicaraan tadi.

“Emangnya kau sudah sembuh?” tanya Singto yang belum yakin, dia menempelkan tangannya di kening Krist dan ternyata demam Krist memang sudah turun.

“Sudah, aku tahu bagaimana kondisiku sendiri. Aku udah bosan tidur terus, masa iya di korea aku tidur terus,” gerutu Krist yang sudah bosan di kamar dan sangat ingin keluar.

“Baiklah, kau mandi dulu sana. Kita jalan-jalan sekitar sini,” ucap Singto pada Krist.

Krist yang mendengar itu langsung berbinar-binar matanya dan tersenyum cerah. “Bener ya, janji ya, jangan bohong ya.”

Singto menghela nafas dan menganggukkan kepalanya. “Iya Krist.”

“Aye-aye, oke aku akan mandi.” Krist langsung bangkit dari ranjang dan segera menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya.  Sedangkan Singto yang melihat kelakuan Krist seperti anak kecil hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Mereka jalan-jalan di sekitar hotel tempat mereka menginap, dan sekalian mencari makan malam di restoran terdekat. Sepanjang jalan-jalan mereka Krist tak henti-hentinya tersenyum melihat keindahan malam korea yang sangat ramai. Singto mengikuti kemanapun langkah kaki Krist ingin ke mana, meskipun dia lelah berjalan sedari tadi.

Tapi, kalau dirinya mengajak Krist untuk kembali ke hotel pasti pria manis itu tak akan mau, padahal mereka sudah keluar dari hotel 4 jam lebih. “Singto aku ingin beli teokbokki sama odeng yang dijual dipinggir jalan itu ya,” ucap Krist sambil menunjuk penjual dipinggiran.

Singto mengikuti arah pandang yang ditunjuk oleh Krist. “Krist, tadi kita makan direstoran kenapa nggak beli disana aja sih, bisa aja itu nggak sehat. Kamu baru aja sembuh loh,” larang Singto yang tak ingin mengambil resiko.

Krist menggelengkan kepalanya dengan cemberut dan bibirnya mencebik ke bawah. “Aku memang ingin beli yang dipinggiran karena saat aku nonton drakor terlihat enak,” jawab Krist dan langsung berjalan meninggalkan Singto dibelakang.

“Krist… krist… astaga anak itu keras kepala sekali.” Singto langsung berlari menyusul Krist yang sudah berada di depan penjual kaki lima itu dan sudah memesan apa saja yang dirinya inginkan.

“Ahjumma, I want tteokbokki one portion and odeng emmm five, eh no ten for odeng,” ucap Krist meralat ucapannya.

“Oke, nde jamsiman adeul.”

Krist menganggukkan kepalanya dengan semangat, dan menunggu pesanannya sedang dipersiapkan.

“Kau pesan berapa Krist?” tanya Singto yang barusan sampai di samping Krist.

“Ah, aku cuma pesan 1 porsi aja kok yang tteokbokki dan odengnya 10 tusuk,”

“Astaga itu banyak sekali, emang kuat ngabisin. Kamu tadi habis makan loh.” Singto tak habis pikir dengan kura-kura satu ini yang banyak makan.

“Kuat ah, cuma segitu doang kok. Btw bayarin ya, dompetku ketinggalan,” pinta Krist yang baru sadar tak membawa dompet saat keluar.

Singto hanya bisa menganggukkan kepalanya, menuruti apa yang dikatakan Krist. Kalau dirinya nggak mau membayar apa yang Krist beli, yang ada kura-kura itu akan mengomel sepanjang hari dan menyumpah serapahi dirinya.

Krist kembali ke hotel dengan perasaan senang, dia memang sudah lama ingin mencoba makanan khas korea di Negaranya langsung. Dan tak menyangka kalau keinginan sederhana itu bisa kesampaian, ternyata ada sedikit berkah juga menuruti keinginan orang tuanya.

Sampai di hotel Krist langsung memakannya sembari menonton televisi, dia menghabiskan semuanya dan Singto memilih main game di sampingnya. Saat melihat Singto yang sedang fokus dengan ponselnya, tanpa sengaja dia kefikiran dengan apa yang dikatakan oleh Singto kemarin.

“Singto, boleh aku tanya.”

Singto masih fokus pada ponselnya sambil berkata, “Iya, ada apa?”

“Kemarin malam kau mengatakan ingin mengajakku untuk mencoba apa yang diinginkan oleh orang tua kita. Apa maksudnya?” tanya Krist memfokuskan pandangannya pada Singto.

Singto termangu mendengar apa yang dikatakan oleh Krist barusan. “You loseee,” dia kalah karena ucapan Krist barusan.

Dia mengalihkan pandangannya ke samping dan melihat Krist yang saat ini sedang memandangnya. “Em.. karena aku fikir kita tak mungkin berpisah. Orang tua kita sangat bertekad kuat saat menjodohkan kita, makanya gimana kalau kita mencobanya dulu.”

“Bukan karena kau sudah mengambil keperjakaanku saat itu?” tanya Krist mengingatkan kejadian yang mereka alami dua minggu lalu.

“Lho eh, kan saat itu kita nggak sadar melakukannya. Tapi, berhubung kita dijodohkan, yah anggap saja ini sekalian sebagai bentuk tanggung jawabku padamu,” jawab Singto dengan mudahnya.

“Ck, dasarnya bastard ya gini emang,” gerutu Krist yang tak puas dengan jawaban dari Singto.

“Ha? Kau bilang apa barusan?”

Krist menghela nafasnya. “Oke, aku mau mencobanya. Tapi, kau yang bottom ya,”

Singto berjingkat dan menggelengkan kepalanya dengan cepat. Sungguh, dia tak pernah membayangkan bagian belakangnya akan ditusuk oleh orang lain. “Hell, no …. Aku nggak mau jadi bot, aku akan tetap menjadi top.”

Heh, mana bisa begitu. Kau kira enak apa jadi bot, aku sampai kesulitan berjalan selama hampir 3 hari. Dan itu semua gara-gara kau, sialan!”

“Yah, tapi saat itu kau mendesah dan menikmatinya, Krist. Aku tetap tak mau ya jadi bot, sampai kapanpun aku tetap top dalam rumah tangga kita.”

Krist yang emosi mendengarnya langsung bangkit dari duduknya. “Heleh, nggak usah jalani rumah tangga ini kalau begitu!”

.
.
.

Seru lihat mereka berantem wkwk.

Jangan lupa vote dan komen ya.

See you next chapter.

Connection Of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang