Decision

1.2K 159 17
                                        

Setiap keputusan sudah dipertimbangkan terlebih dahulu awalnya. Begitupun dengan perintah para orang tua pada anak-anak mereka. Itu terjadi karena Boonrod yang berkunjung ke apartement Singto, waktu itu setelah kepulangan Krist dari apartement anaknya. Boonrod ingin istirahat sebentar di kamar anaknya, seperti yang biasa dirinya lakukan sembari menunggu Singto pulang dari kerja.

Namun, sampai di kamar putranya. Boonrod terkejut dengan keadaan yang begitu kacau, apalagi bau sprema yang begitu menyengat di ruangan tersebut yang sudah menyatu dengan pengharum ruangan. Seketika radar dalam benaknya bekerja dengan cepat, menerka-nerka kalau ini pasti Singto sudah menerkam Krist. 

Bukti nyata sudah terlihat jelas, apalagi tadi Boonrod juga  melihat Krist yang berjalan seperti berhat-hati, seolah sedang menahan sakit. Detik itu juga Boonrod keluar lagi dari kamar anaknya, dan langsung menghubungi Jack untuk membicarakan ini. Awalnya Jack juga terkejut katanya mereka nggak saling kenal kok sudah melakukan hubungan seksual.

Akhirnya mereka berdua seapakat dan memutuskan untuk segera menikahkan keduanya karena mereka yakin kalau akan sangat berbahaya kalau ditunda lebih lama lagi, sebuah boom waktu akan meledak jika pernikahan ditunda.

Bahkan ketika Boonrod mengintrogasi putranya untuk berterus terang tentang hal ini, Singto tanpa ragu menjawab kalau mereka melakukannya. Tapi, Singto juga jujur kalau mereka melakukannya akibat efek dari alkohol yang mereka tenggak. Boonrod yang mendengar itu tentu saja langsung murka karena selama ini dirinya tidak pernah mengajarkan putra satu-satunya berprilaku seperti ini.

Singto hanya diam dan menundukkan kepalanya ketika diceramahi oleh papanya karena ini memang salahnya. Yang dia punya di dunia ini memang tinggal papanya, jadi kebanyakan Singto akan menurut pada permintaan yang dilayangkan oleh papanya. Meskipun, itu akan berdampak pada kebahagiaannya kelak, kalau boleh jujur Singto memang suka dengan Krist yang terlihat sangat menggemaskan apalagi ketika di bawah kendalinya ketika mereka olahraga malam. Tapi, jauh dalam hatinya masih ada Isabel di sana.

Ini sudah h-1 sebelum pernikahan antara Krist dan Singto berlangsung. Meskipun begitu Singto masih saja sibuk dengan pekerjaannya, dia terlihat begitu fokus dengan laporan yang sedang dia baca. Tanpa menyadari sudah ada seorang yang sedari tadi memperhatikannya.

“Phi, apa kau akan fokus pada laporan itu saja,” ucap orang itu sembari berjalan mendekat ke arah Singto.

Singto yang mendengar ada suara langsung mendongak dan sedikit terkejut dengan apa yang dilihatnya sekarang. Seingatnya dirinya sudah memperingatkan pada Isabel untuk datang menemuinya lagi, lantas mengapa dia harus datang kembali. Itu bisa menggoyahkan tembok tinggi yang ada di dalam hatinya kalau terus-menerus seperti ini.

“Isabel, bukankah aku sudah bilang untuk tidak ke sini,” geram Singto dan membuat moodnya buruk.

“Aku merindukanmu Phi, kita sudah lama tak bertemu. Waktu itu aku kau usir, oh ayolah Phi jangan seperti ini.”

“Aku akan menikah Isabel, dan sudah tidak ada lagi kesempatan untukmu.” Pada akhirnya Singto berterus terang tentang ini. Berharap Isabel akan menjauh, memang benar Isabel adalah orang yang menempati hatinya, namun dia juga tidak bisa menerima Isabel karena rasa kecewanya dulu dan demi membahagiakan papanya yang begitu menyukai Krist.

Isabel termenung ditempatnya, dirinya begitu kaget mendengar ucapan yang meluncur bebas dari mulut Singto. Kepulangannya untuk bersama Singto, dan bukan ini yang ingin dia dengar. “Phi, apa kau mencintainya. Aku jauh-jauh ke sini untukmu, lalu kau akan mencampakkanku begitu saja,” ucap Isabel yang mulai dramanya.

Singto menghela nafasnya. “Kalau aku mencampakkanmu sekarang, lalu apa yang kau lakukan dulu padaku! Aku juga tak pernah menyuruhmu untuk datang lagi ke sini, jadi sekarang aku mohon tinggalkan ruanganku sekarang atau harus aku panggilkan security untuk membawamu pergi,” ucap Singto yang berhasil meluapkan emosinya setelah sekian lama.

“Aku tak bermaksud seperti itu, Phi. Kau tahu sendiri aku ke sana buat mengejar pendidikanku!”

“Apapun alasanmu sekarang aku sudah tak peduli, Isabel! Aku sudah terlanjur kecewa denganmu,” ucap Singto yang berdiri dari duduknya dan langsung menarik tangan Isabel untuk keluar dari ruangannya.

“Phi, sakit. Lepas,” rintih Isabel yang tangannya dicengkram kuat oleh Singto, sayangnya Singto tidak memperdulikan itu.

Singto melepaskan tangan Isabel dengan cukup keras. “Jangan berani kesini lagi,” ucap Singto langsung menutup kembali ruangannya. Dia berharap ini yang terbaik untuk ke depannya, meskipun harus mengorbankan hatinya. Singto tak masalah, asalkan dia tak merasakan rasa sakit hati dari orang yang sama untuk yang kedua kalinya. Toh, untuk yang akan menjadi pasangannya yaitu Krist juga tidak terlalu buruk. Mungkin lambat laun Singto akan bisa menerimanya.

Singto merapikan meja kerjanya, mood-nya sudah tidak bagus untuk melanjutkan pekerjaannya. Dia memutuskan untuk pergi saja. Namun, sebelumnya dia menghampiri meja sekretarisnya. “Fah, aku akan cuti selama 4 hari. Jadi, untuk sementara kalau ada tawaran kerja sama tolong dipending dulu.”

“Baik, Tuan. Kebetulan saya memang sedang menata ulang jadwal Anda yang 4 hari ke depan,” jawab Fah yang memang sudah tahu kalau bosnya ini akan cuti. Singto sudah memberitahunya seminggu yang lalu, dan ini hanya mengingatkan kembali saja.

“Oke, saya akan pulang dulu sekarang.”

“Baik, Tuan. Hati-hati di jalan.”

Singto hanya menganggukkan kepalanya dan berjalan meninggalkan meja sekretarisnya. Mengemudikan mobilnya dengan santai, Singto memutuskan untuk mampir ke toko bunga sebentar. Dia membeli se bucket bunga lili. Melangkahkan kakinya menuju pemakaman, dia mampir dulu ke sini sebelum pulang.

Meletakkan bunga yang tadi sempat dirinya beli di atas pusara yang dikunjunginya. “Hai, Ma. Maafkan Singto yang jarang datang ke sini. Mama bagaimana kabarnya di sana, aku berharap Mama semakin bahagia. Mama di sana pasti selalu memperhatikanku kan…” Singto sedikit menjeda ucapannya, sebelum kembali melanjutkannya dan mengambil nafas terlebih dahulu.

“Sing … Singto akan menikah besok, Ma. Entahlah Singto bingung harus bahagia atau sedih sekarang, pernikahan itu hal yang sakral dan harus bahagia. Tapi, Sing belum bisa untuk itu, namun Sing juga senang karena dengan Sing menerima pernikahan ini bisa membuat Papa senang. Ini adalah kali pertama Sing melihat Papa yang lepas tersenyum dan tertawa setelah kepergian Mama, untuk itulah Sing menerima ini semua. Mama … tolong doakan Sing ya, agar pernikahan Singto dan Krist akan diberkati oleh tuhan dan jalan kehidupan rumah tangga kami tidak berat.” Singto masih melanjutkan seluruh ucapannya, membicarakan segala hal yang dirinya lalui selama ini. Dirinya memang dulu sangat dekat dan sering curhat dengan Mamanya, ketimbang pada papanya yang dulu sibuk kerja.

.
.
.

Papa mertua tahu ternyata, makanya mereka segera dinikahkan wkwk

Jangan lupa vote and komen ya.

See you next chapter.

Connection Of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang