7. Lelah

1K 151 11
                                    

"Berikut lukisan – lukisan para Putri yang telah saya kumpulkan dari berbagai Kerajaan di Nusantara maupun yang berada di luar Nusantara, Paduka,"

Hayam Wuruk menganggukkan kepalanya paham ketika ia mendengar ucapan dari seseorang yang telah dipercayakannya untuk mengumpulkan lukisan para Putri dari berbagai Kerajaan. Dengan kedua tangan kekar yang disembunyikan dibalik tubuhnya, Hayam Wuruk melangkahkan kakinya dengan gerakan yang begitu perlahan. Pria yang dibalut dengan jubah sapuan emas itu meneliti setiap lukisan yang terpajang rapi di dalam ruangan khususnya.

Hayam Wuruk terus melangkahkan kedua kakinya, mencari – cari sosok seorang wanita yang beberapa hari belakangan ini telah menyedot habis seluruh atensi yang dimiliki oleh Hayam Wuruk. Pria itu terus melangkah dan melangkah, hingga akhirnya langkahnya terhenti di sebuah lukisan yang sudah dinantikannya sedari tadi.

Tatapan itu masih sama, tatapan memuja yang tak pernah Hayam Wuruk tujukan pada siapapun, kini kembali ditujukannya kepada sosok lukisan wanita yang berada di hadapannya.

"Putri yang berada di lukisan itu adalah Dyah Pitaloka Citraresmi dari Kerajaan Sunda, Paduka," ucap Patih Madhu, sosok pria yang telah dibebani tugas oleh Hayam Wuruk untuk menghimpun lukisan wajah para Putri dari berbagai kerajaan yang ada.

Tangan kekar milik Hayam Wuruk terulur untuk membelai lukisan itu dengan begitu hati – hati. Hayam Wuruk memejamkan kedua netra hitamnya saat tangan kasarnya menyentuh surai hitam legam milik Dyah Pitaloka pada lukisan itu. Sebuah senyum kecil terpatri di wajah tampan nan kokoh milik Hayam Wuruk saat pria itu memanifestasi dirinya tentang betapa lembutnya surai hitam legam milik putri Sunda itu.

"Putri Dyah Pitaloka Citraresmi merupakan kandidat terkuat yang dapat duduk menemani anda di tahta Kerajaan Majapahit, Paduka," ucap Patih Madhu ketika pria itu menyadari bahwa rajanya terlihat memiliki ketertarikan yang begitu luar biasa pada Dyah Pitaloka.

"Ceritakan hal menarik tentang dirinya yang engkau ketahui," titah Hayam Wuruk sembari membuka kedua netra hitamnya secara perlahan.

Secara naluriah Patih Madhu menganggukkan kepalanya, walau ia tau jika Hayam Wuruk yang sedang berdiri di depannya tak akan mengetahui pergerakannya itu.

"Putri Dyah dikenal sebagai wanita tercantik di daratan Kerajaan Sunda, Putri Dyah sangat menjunjung tinggi martabatnya. Meskipun seperti itu, nama Putri Dyah juga sangat tersohor di kalangan rakyat Kerajaan Sunda, karena selain cantik, ia juga dikenal dengan keberaniannya yang begitu luar biasa," ucap Patih Madhu tanpa ada sedikitpun dusta di dalam setiap perkataannya.

"Dia benar – benar menganggumkan. Ah, tidak tidak, darah Kerajaan Sunda memang begitu menganggumkan," puji Hayam Wuruk dengan senyuman kecil di wajahnya.

Hayam Wuruk kemudian menarik dirinya dengan gerakan tak rela dari lukisan wajah Dyah Pitaloka. Rasanya, Hayam Wuruk ingin mengurung dirinya di dalam kamar sembari memandang lukisan wajah Dyah Pitaloka, namun sayang, pria itu sadar jika kewajibannya sebagai seorang Raja Kerajaan Majapahit tak dapat ditunda – tunda.

"Bawa lukisan Putri Dyah ke dalam kamarku. Lukisan Putri lainnya dapat engkau simpan di dalam ruang arsip kerajaan dan jangan lupa mengirimkan para Putri itu dengan beras serta rempah rempah berkualitas tinggi sebagai bentuk terimakasih," ucap Hayam Wuruk sembari memandang sekilas wajah Patih Madhu.

"Dan juga... persiapkan pertemuan antara diriku dan Putri Dyah," lanjut Hayam Wuruk lagi.

"Baik, Paduka," ucap Patih Madhu patuh sembari menganggukkan kepalanya.

Hayam Wuruk menanggapi ucapan Patih Madhu itu dengan sebuah anggukan tipis, setelahnya, Hayam Wuruk melangkahkan kedua kakinya meninggalkan ruangan itu. Saat ini, langkah Hayam Wuruk terarah menuju ruangan kerjanya, pria itu harus menyelesaikan beberapa pekerjaannya yang terbengkalai karena harus mengurus lukisan para Putri.

BubatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang