9. Teman Wanita

1K 146 6
                                    

Pria bertubuh kekar itu akhirnya menghentikan langkahnya. Kedua netra hitamnya menatap tajam peta yang berada di dalam genggamannya serta sebuah kediaman mewah yang berada di hadapannya secara bergantian. Jika ia tak salah, seharusnya kediaman mewah yang berada di hadapannya adalah kediaman dari pria yang diakui oleh ibunya sebagai ayah dari pria bertubuh kekar itu.

Hah.

Pria bertubuh kekar itu menghela nafasnya dengan kasar seraya menggulung kembali peta yang berada di dalam genggamannya. Dengan penuh kepastian, pria bertubuh kekar itu menarik langkah mendekati gerbang masuk dari kediaman mewah tersebut yang terlihat dijaga oleh sekelompok Bhayangkara.

"Berhenti!"

Tubuh pria itu terhenti seketika saat sebuah kayu runcing hampir menusuk lehernya.

"Seharusnya kau mengetahui tata krama! Tak sepatutnya seorang asing mendatangi rumah seorang pekerja istana tanpa mengatakan keperluan terlebih dahulu!"

Sebenarnya, pria bertubuh kekar itu ingin marah, namun ia sadar bahwa ini bukanlah tanah Bali, tak sepatutnya pria itu bertindak sesuka hatinya di tanah yang tak menjadi tempatnya menyusu. Lagipula, pria bertubuh kekar itu memang salah.

"Saya ingin berjumpa dengan Mahapatih Gajah Mada," ucap pria bertubuh kekar itu dengan sisa – sisa kesabaran yang masih terpendam di dalam dirinya.

"Ada urusan apa?!" tanya Bhayangkara yang sedang berjaga disana, tampaknya Bhayangkara itu tak terlalu menyukai keberadaan pria tersebut, pria yang telah terlanjur dicapnya sebagai sosok yang tak tau sopan santun dan tak tau tata krama.

"Saya memiliki keperluan penting dengan beliau,"

"Sebutkan nama anda!" sentak Bhayangkara berwajah sangar itu pada pria bertubuh kekar tersebut.

Pria bertubuh kekar tersebut tampak bergeming beberapa saat, hingga kedua netra hitamnya yang begitu tajam menatap wajah sang Bhayangkara.

"Arya, putra dari Ni Luh Ayu," ucap pria bertubuh kekar itu, Arya.

"Baiklah. Saya akan menyampaikan kedatangan anda kepada Mahapatih Gajah Mada," ucap Bhayangkara itu sembari memberikan kode kepada teman sejawatnya untuk mengawasi Arya dengan ketat.

Arya menatap kepergian Bhayangkara tersebut, ia melihat sosok pria berwajah seram itu memasuki kediaman mewah milik Mahapatih Gajah Mada. Tanpa bisa ditahan, sebuah decihan keluar dari bibir Arya yang terlihat mengelupas akibat gejala dehidrasi yang sedang dialami olehnya.

Kedua netra hitam nan tajam milik Arya menatap lurus kediaman mewah itu, membandingkan kediaman mewah itu dengan rumah gubuk yang selama ini ditinggalinya bersama dengan ibunya. Lucu sekali rasanya saat mengingat bagaimana Sang Penguasa Langit dapat mempermainkan takdir manusia setidak adil ini.

Rasa haus yang sedari tadi menghantui Arya seketika menghilang saat ia melihat seorang pria paruh baya dengan tubuh yang masih terlihat begitu kekar berjalan penuh wibawa mendekati Arya. Terbit seberkas rasa hormat dalam diri Arya saat ia memandang sosok Mahapatih Gajah Mada yang terlihat memiliki aura prajurit yang begitu luar biasa, kini, Arya tak perlu memusingkan alasan betapa mudahnya ibunya jatuh hati dan menyerahkan tubuhnya kepada Mahapatih Gajah Mada. Di usianya yang sudah hendak lanjut usia saja, Mahapatih Gajah Mada masih terlihat begitu memesona, apalagi ketika ia berusia muda.

"Ada apa gerangan kamu mendatangi kediamanku, anak muda?" tanya Mahapatih Gajah Mada saat pria itu menghentikan langkahnya tak jauh dari hadapan Arya,

Rasa hormat yang tadi sempat hinggap di dalam hati Arya seketika sirna saat pria itu menyadari bahwa Mahapatih Gajah Mada seolah – olah hendak menciptakan jarak diantara mereka.

BubatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang