Perjalanan kepulangan Sri Sudewi menuju istana Kerajaan Majapahit kali ini terasa begitu menenangkan dan menyenangkan. Bangsawan yang sering disepelekan keberadaanya itu di dalam istana merasa bahwa segala permasalahan diantara dirinya dan Hayam Wuruk telah terselesaikan. Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka telah menetapkan tanggal pernikahan mereka dan... Hayam Wuruk juga telah memberikan izin bagi Sri Sudewi untuk tinggal di Tanah Bali ketika wanita itu telah menikah dengan Arya, nantinya.
Hah.
Sri Sudewi menghembuskan nafasnya dengan gerakan perlahan, senyum tak pernah luntur dari wajah manisnya dan hal itu berhasil meyakinkan pria yang tengah duduk tepat disamping wanita itu merasa bahwa langkah yang diambilnya tepat.
"Apa kau begitu bahagia, Dewi?" tanya Hayam Wuruk sembari mengulum seutas senyuman kecil.
Pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh Hayam Wuruk berhasil mendorong Sri Sudewi 'tuk mengalihkan pandangannya dari pedesaan yang tengah dilewati oleh kereta kuda mereka. Hal pertama yang Sri Sudewi tangkap adalah senyuman kecil Hayam Wuruk, senyuman kecil yang berhasil menggelitik bibir Sri Sudewi untuk menarik sebuah senyuman yang lebih sumringah.
"Menurut, Paduka?" tanya Sri Sudewi kembali dengan nada geli yang berhasil mengundang sebuah kekehan kecil keluar dari bibir Hayam Wuruk.
Tanpa mengatakan apapun, telapak tangan kekar Hayam Wuruk mengacak lembut puncak kepala Sri Sudewi, lalu membawa tubuh sepupu tirinya itu ke dalam dekapan hangatnya.
Cup.
Hayam Wuruk mendaratkan sebuah kecupan manis penuh rasa kasih tepat di atas puncak kepala Sri Sudewi. Sebuah kecupan yang semakin memupuk rasa bahagia di dalam relung hati Sri Sudewi. Seperti yang sudah – sudah, Sri Sudewi tak pernah menolak sentuhan Hayam Wuruk yang terkadang terlalu intim, sebaliknya, Sri Sudewi menikmatinya. Ia tau, sangat tau, bahwa hal itu tabu di dalam aturan tata krama Kerajaan Majapahit. Namun, hanya itulah satu – satunya cara bagi Sri Sudewi 'tuk mengindikasikan bahwa masih terdapat pribadi – pribadi yang menyayanginya.
"Jika akhirnya seperti ini, mengapa sejak awal tidak kau tetapkan saja, Hayam? Mengapa harus mengulur – ngulur waktu?" tanya Sri Sudewi dengan jari – jemari lentiknya yang tengah bermain dengan tali – tali emas pada jubah kebesaran milik Hayam Wuruk.
"Eumh?"
Deheman penuh tanya itu berhasil memaksa Sri Sudewi 'tuk mendongakkan wajahnya dan menatap kedua netra hitam milik Hayam Wuruk yang ternyata juga tengah menatap dirinya.
"Maksudku, mengapa tidak dari awal saja, kau menyetujui pernikahanku dengan Arya. Jika akhirnya seperti ini, rasanya... waktu yang pernah kita habiskan untuk bertengkar terasa sia – sia," jelas Sri Sudewi sembari menatap dalam kedua netra Hayam Wuruk.
Hayam Wuruk tak menjawab ucapan Sri Sudewi, pria nomor satu di Kerajaan Majapahit itu hanya menyunggingkan senyuman tipisnya pada Sri Sudewi dan mengelus lembut surai hitam legam milik Sri Sudewi.
"Hayam, jawab aku," tuntut Sri Sudewi yang dibalas dengan sebuah gendikan bahu oleh Hayam Wuruk.
"Hayam!" peringat Sri Sudewi yang malah membuat wanita itu terlihat begitu menggemaskan di kedua netra Hayam Wuruk.
"Bagaimana aku mampu menjawabnya, Dewi, jika aku sendiri pun tidak tau apa jawabannya," terang Hayam Wuruk lamat – lamat yang berhasil membuat Sri Sudewi mendengus kecil tanpa sadar.
Ah... tindakan – tindakan kecil seperti ini... Hayam Wuruk pasti akan merindukannya.
Rasanya, baru kemarin dirinya dipertemukan dengan Sri Sudewi, gadis kecil yang selalu mendapatkan posisi paling pojok di kerajaan, gadis kecil yang selalu mengenakan pakaian sederhana, gadis kecil yang tak pernah merengek meminta apapun kepada Raja, gadis kecil yang... gadis kecil yang berhasil menghiasi hari – hari suram milik Hayam Wuruk.
"Aku akan sangat merindukanmu, Dewi," gumam Hayam Wuruk seraya meletakkan dagunya tepat di puncak kepala Sri Sudewi.
"Eumh? Kau mengatakan sesuatu, Hayam?" tanya Sri Sudewi sembari mencoba menatap Hayam Wuruk ketika wanita itu tak mampu mendengarkan seluruh gumaman Hayam Wuruk dengan jelas.
"Tidak. Aku tidak mengatakan apapun,"
"Bohong. Aku baru saja mendengarkanmu menggumamkan namaku,"
"Tidak, Dewi. Aku hanya sedang menguap saja," kelakar Hayam Wuruk seraya menarik dagunya dari puncak kepala Sri Sudewi.
"Hayam, seorang Raja tak diajarkan untuk berbohong," ucap Sri Sudewi sembari melemparkan tatapan tajamnya kepada Hayam Wuruk.
"Aku memang tidak mengatakan apapun, Dewi. Aku hanya sedang menguap saja,"
"Hay---
Kalimat yang telah berada di ujung lidah Sri Sudewi tiba – tiba lenyap saat wanita itu merasakan kereta kuda yang tengah dinaikinya berhenti. Dengan gerakan cepat, Sri Sudewi menatap jendela dan benar saja, mereka telah sampai di pelantaran Kerajaan Majapahit. Senyum Sri Sudewi mengembang.
"Aku akan turun terlebih dahulu," ucap Hayam Wuruk yang dibalas dengan sebuah anggukan oleh Sri Sudewi.
Awalnya, Sri Sudewi berniat menunggu Hayam Wuruk yang telah turun dan sedang bertegur sapa dengan beberapa tetua Kerajaan Majapahit, awalnya. Namun, sejak kedua netra hitam Sri Sudewi menatap rombongan prajurit lainnya yang datang dari arah berlawanan, niat wanita itu sedikit terguncang. Sri Sudewi menyipitkan kedua netra hitamnya, memastikan bahwa rombongan lainnya itu bukanlah rombongan kekasihnya.
Deg.
Jantung Sri Sudewi berdegub kencang ketika ia melihat sang pujaan hati turun dengan begitu gagahnya dari sebuah kuda berwarna hitam.
Klek.
Bersamaan dengan detak jantungnya yang telah menggila, pintu kereta kuda itu dibuka dari luar oleh Hayam Wuruk. Sang Penguasa Majapahit mengulurkan tangannya kepada sang bangsawan Majapahit yang sering diabaikan keberadaannya itu.
Hayam Wuruk mengenggam erat telapak tangan Sri Sudewi, salah satu tangan kekar milik pria itu yang terbebas juga bergerak 'tuk membantu Sri Sudewi turun dari kereta kuda.
"Dew—
Belum sempat Hayam Wuruk mengejakan nama sang wanita, tiba – tiba Hayam Wuruk merasakan sebuah kehampaan yang begitu dahsyat menghantam dirinya. Tangan hangat yang sedari tadi berada di dalam genggamannya menghilang. Wanita dengan senyuman manis yang sedari tadi berada di dekatnya kini tengah berlari menjauhinya.
Tak ada yang dapat dilakukan oleh Hayam Wuruk selain berdiri seperti seorang prajurit bodoh yang tegah mendapatkan hukuman, ketika pria itu mendapati Sri Sudewinya tengah berlari kencang menuju pujaan hatinya.
Disini, dari jarak yang tak dapat dikatakan jauh, Hayam Wuruk mendapati Sri Sudewinya berlari ke dalam dekapan pria lain, ia mendapati Sri Sudewinya memeluk kehangatan pria lain, ia mendapati Sri Sudewinya dihujani tatapan penuh cinta dan damba dari pria lain.
Ah... Setelah semua ini, masih pantas 'kah Hayam Wuruk menyebutnya sebagai Sri Sudewinya?
.
Luvs, nembus 50 vote lagi?! Kalian keren! Kalau begini, bisa bisa tiap hari bakal update terus deh, hahahaha.
Thank you so much, Luvs! Sekalipun aku nggak balas pesan atau komentar kalian, aku tetap nyempatin baca kok! Dan aku benar - benar terharu. Hampir satu tahun menghilang dari dunia kepenulisan karena real life yang agak kacau... gak nyangka kalau kalian semua masih ada disini dan menantikan karya - karyaku. Terimakasih. Terimakasih banyak!
Untuk next stop, target 75 vote! Ayo, gas! Kalau bisa ajak teman - temannya juga untuk baca dan kasih vote ya, supaya bisa ketemu Sri Sudewi lebih cepat! Love you all!
KAMU SEDANG MEMBACA
Bubat
Historical FictionRomansa - Fiksi Sejarah [PERINGATAN : Cerita ini merupakan cerita modifikasi, tidak sepenuhnya dalam cerita ini merupakan sejarah] Wanita, Tahta, Kecantikan, Pria ,dan Cinta, sebuah kesatuan yang dapat merusak sejarah. [Rank] #1 Dyah Pitaloka (15 Ju...