57. Untuk Majapahit

494 75 8
                                    

"Sri Sudewi, adikku!"

Seruan lantang penuh kepanikan yang terucap dari bibir Indudewi berhasil menyentak Sri Sudewi dari kekagumannya atas lukisan Dyah Pitaloka. Disana, di depan pintu kamar Hayam Wuruk, Sri Sudewi mendapati Indudewi tengah menatapnya dengan wajah sembab serta nafas yang terengah – engah.

Sebuah kerutan halus menghiasi kening Sri Sudewi. Seumur hidupnya, wanita itu tak pernah melihat Indudewi sebegitu kacaunya. Dia seperti bukan Indudewi yang selalu mengutamakan keindahan dan keanggunan.

"Kakak, ada apa?" tanya Sri Sudewi sembari bangkit dari posisi bersandarnya. Belum sempat kedua kaki wanita itu menapaki lantai kamar Hayam Wuruk, Indudewi langsung menghampiri Sri Sudewi dengan begitu tergesa – gesanya.

Dugh!

Tubuh Sri Sudewi tersentak saat ia merasakan cengkraman penuh getaran dari kedua telapak tangan Indudewi mendarat pada kedua bahu Sri Sudewi.

"Kakak?" seru Sri Sudewi lirih dengan jantung yang bertalu – talu.

"Kita harus pergi dari sini, Dewi. Kita harus lari dan sembunyi dari orang – orang disini," ucap Indudewi dengan bibirnya yang masih bergetar. Sungguh, rasa panik serta amarah yang bergulung – gulung mendera Indudewi.

"Kakak, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kakak seperti ini?" tanya Sri Sudewi binggung sembari menyentuh kedua tangan Indudewi yang masih setia terulur kepadanya.

"Kita tak boleh berkorban lagi hanya untuk takhta, Dewi. Kita tak boleh mengorbankan perasaan kita, lagi," ucap Indudewi sembari memperkuat cengkramannya pada bahu Sri Sudewi. Sangat kuat, sampai – sampai Sri Sudewi merasakan rasa perih mulai menjalar pada kulit bahunya.

"Kakak, apa maksud---

"Ayah sudah gila! Dia hendak menikahkan salah satu dari kita kepada Hayam Wuruk!" potong Indudewi begitu cepat dan keras sebelum Sri Sudewi berhasil melontarkan pertanyaan repetisinya.

Deg.

Jantung Sri Sudewi berdegub dengan begitu kencangnya saat ia mendengar jawaban rasa binggungnya dari bibir Indudewi.

Apa ini? Setelah pengkhianatan yang baru saja diterimanya, kini Ayahnya sudah menawarkan ikatan baru lagi kepada Sri Sudewi tanpa diketahui oleh Sri Sudewi sendiri?

"Kita harus pergi dan bersembunyi, Dewi! Kita tak boleh mengorbankan perasaan kita, lagi. Sudah cukup selama ini kita menuruti ucapan ayah dan mengabdi pada Kerajaan Majapahit," ucap Indudewi sembari sedikit mengguncang tubuh Sri Sudewi agar perhatian Sri Sudewi dapat kembali pada Indudewi.

"Kita hendak kemana? Pasukan Majapahit pasti mampu menemukan kita," ucap Sri Sudewi dengan netra yang sudah berkaca – kaca dan suara bergetar.

"Saat ini aku tengah menjalin hubungan rahasia dengan Tuan Dyah Larang. Tuan Dyah Larang pasti dapat menyembunyikan kita dari pasukan Majapahit. Kita akan aman, Dewi," ucap Indudewi sembari melemparkan tatapan penuh harapannya kepada Sri Sudewi, meskipun rasa ketakutan masih menyelimuti Indudewi.

"Kakak----

"Putri Indudewi, bisa 'kah anda meninggalkan tempat ini?"

Deg. Deg, Deg.

Tubuh Indudewi menegang hebat ketika ia mendengar suara pria paruh baya yang begitu familiar di kedua indra pendengarannya. Dengan gerakan cepat, Indudewi mengalihkan pandangannya dari Sri Sudewi. Wanita itu menolehkan kepalanya ke belakang dan disana ia melihat sang ayah dan penguasa Majapahit tengah berdiri begitu tegasnya dengan kedua aura yang berbeda.

Grit.

Tanpa sadar, Indudewi kembali mengeratkan cengkramannya kepada bahu Sri Sudewi, wanita itu juga sudah menggigit bibir bawahnya kencang – kencang 'tuk menekan rasa takut yang sedang bergumul – gumul di dalam relung hatinya.

BubatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang