"Kabar telah beredar dengan begitu cepat, katakan padaku bahwa kabar itu tak benar,"
Glek.
Sri Sudewi menegak ludahnya dengan gerakan kasar, wanita itu sedari tadi hanya bisa menundukkan kepalanya sembari mengepalkan kedua tangannya yang terasa begitu dingin dan berkeringat.
"Katakan padaku jika kau tak akan menikah dengan anak haram itu," ucap pria paruh baya yang saat ini tengah duduk tepat di hadapan Sri Sudewi.
"Katakan padaku, Sri Sudewi!"
Sentakan itu berhasil memberikan sebuah rasa kejut untuk Sri Sudewi. Rasanya, wanita itu ingin menangis saat ini juga.
"I... Iya, Ayah. Aku ak—
Bugh!
Belum sempat Sri Sudewi menyelesaikan kalimatnya, suara tinjuan yang diberikan oleh ayahnya, Rajadewi, pada sebuah meja yang tengah menengahi mereka berhasil mengunci rapat bibir Sri Sudewi. Siapapun, tolong selamatkan Sri Sudewi dari amukan ayahnya!
"Aku mempertahankanmu di dalam istana ini karena aku ingin kau berguna untuk keluarga kita! Ku kira, sejak dirimu diperkenalkan secara layak di hadapan para bangsawan, kepala kecilmu itu akan terbuka 'tuk memikirkan masa depan dan martabat keluarga kita, namun sepertinya aku salah!"
Tes.
Kristal bening yang sedari tadi ditahan oleh Sri Sudewi akhirnya terjatuh juga.
"Mengapa kau menikahi anak haram itu, hah?! Hal apa yang kau lihat dari anak itu?! Oh, Sri Sudewi, sepertinya Dewa tengah menghukumku dengan mendatangkanmu di dalam keluargaku!"
Nyut.
Seperti ada sebuah belati tak kasat mata yang tengah berusa 'tuk menikam jantung Sri Sudewi ketika kedua indra pendengaran wanita itu menangkap rentetan kalimat yang baru saja diucapkan oleh ayahnya. Sungguh, Sri Sudewi tak tau dimana letak kesalahannya, namun kenapa pria paruh baya itu selalu mengutuk keberadaannya?
"Kau memang anak yang tak berguna. Kalian berdua sama – sama anak haram, pantas saja hanya dia yang berani melamarmu hingga saat ini!"
Kalimat itu berhasil mendorong Sri Sudewi 'tuk mendongakkan wajahnya dan menatap wajah pria paruh baya yang baru saja menghina dirinya dan Arya, nampaknya, Sri Sudewi sudah tak peduli lagi jika air matanya dilihat oleh pria paruh baya itu.
"Ayah, mengap---
"Berhenti memanggilku dengan sebutan ayah! Aku tak ingin memiliki putri bodoh sepertimu dan berhenti menatapku dengan tatapan seperti itu! Kau dan wanita yang telah melahirkanmu sama – sama memuakkan!" ucap Rajadewi dengan suaranya yang terdengar telah naik beberapa oktaf.
Kedua netra Sri Sudewi membola ketika ia mendengar kalimat yang baru saja diucapkan oleh ayahnya sendiri. Air mata semakin berlomba – lomba 'tuk jatuh dari kedua netra hitam Sri Sudewi. Mati – matian, wanita itu menggigit bibir bawahnya agar sebuah isakan tak lolos dari bibir yang sepertinya mulai terluka itu.
Bugh!
Suara pintu kamarnya yang ditutup dengan gerakan kasar oleh ayahnya berhasil mendorong Sri Sudewi 'tuk melepaskan segala rasa sakit yang sedari tadi ditahannya. Wanita itu meraung dengan suaranya yang begitu memilukan, bahunya bergetar dengan hebat, kristal – kristal bening tak pernah lelah 'tuk jatuh dari kedua netra hitamnya.
"Mengapa kalian semua menolakku? Kesalahan apa yang telah aku perbuat?" ucap Sri Sudewi sembari menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Aaarghh!"
Sri Sudewi berteriak keras ketika ingatannya membawa dirinya berkelana menuju ke berbagai memori pahit yang telah didapatnya semenjak ia kecil. Nampaknya, Sri Sudewi tak peduli jika suara teriakannya di dengar oleh para pengawal serta pelayan yang tengah berjaga tepat di depan pintu kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bubat
Historical FictionRomansa - Fiksi Sejarah [PERINGATAN : Cerita ini merupakan cerita modifikasi, tidak sepenuhnya dalam cerita ini merupakan sejarah] Wanita, Tahta, Kecantikan, Pria ,dan Cinta, sebuah kesatuan yang dapat merusak sejarah. [Rank] #1 Dyah Pitaloka (15 Ju...