18. Maafkan Aku

744 129 3
                                    

Hosh. Hosh. Hosh.

Sri Sudewi menatap pantulan dirinya yang tengah mengatur nafas dengan gerakan kasar. Peluh bercucuran dari dahi wanita itu, surai hitamnya yang biasanya disanggul kuat tampak begitu berantakan. Rasanya sangat melelahkan, jika Sri Sudewi dapat diberikan sebuah pilihan, wanita itu pasti tak akan mau menari di depan para penguasa kerajaan. Akan tetapi, apalah daya Sri Sudewi... ia hanyalah seorang putri yang selama ini keberadaannya dipandang sebelah mata oleh para bangsawan dari kerajaannya sendiri.

"Hayam pernah berkata jika dirinya sangat suka melihat wanita yang sedang menari, apakah aku harus memperlihatkan tarianku ini kepada Hayam?" ucap Sri Sudewi bermonolog sembari memandang wajahnya pada pantulan cermin besar yang berada tepat di hadapannya.

"Namun... bagaimana jika Hayam tak menyukai tarianku? Jika dibandingkan para penari yang sangat sering menghias acara kerajaan, aku pasti tak ada apa – apanya," ucap Sri Sudewi lagi sembari memandang ragu pantulan wajahnya.

Sri Sudewi menggigit bibir bawahnya pelan, kepala wanita itu tengah menimbang – nimbang keputusan yang hendak diambilnya. Apakah ia harus menunjukkan tarian sederhananya ini kepada Hayam Wuruk atau tidak.

Hati kecil wanita itu selalu berteriak agar ia menunjukkan tarian itu kepada Hayam Wuruk. Sungguh, Sri Sudewi sangat ingin membagikan seluruh pengalaman berharganya kepada Hayam Wuruk, satu – satunya pria bangsawan yang selalu berada di sisi Sri Sudewi hingga saat ini. Selain itu, Sri Sudewi juga sangat penasaran dengan reaksi Hayam Wuruk, ia juga mungkin membutuhkan saran dari pria itu.

Namun... apakah semuanya akan berjalan sesuai dengan suara hati Sri Sudewi? Bagaimana jika Hayam Wuruk tak menyukai tariannya? Bagaimana jika Hayam Wuruk menyesal karena telah membuang waktunya sia – sia hanya untuk melihat tarian Sri Sudewi?

Hah.

Sri Sudewi menghela nafasnya dengan kasar, pergulatan antara suara hati dan suara yang berasal dari kepalanya tak akan pernah selesai.

"Aku harus memperlihatkannya pada Hayam, harus," ucap Sri Sudewi sembari menatap pantulan wajahnya dengan tatapan yang penuh akan keyakinan.

Sri Sudewi menghela nafasnya pelan sebelum ia menutup kedua netranya dan menarik sebuah senyuman kecil. Dengan gerakan ringan, wanita itu mulai mengganti gaun sederhananya dengan sebuah gaun yang terlihat lebih indah. Sri Sudewi juga menata kembali rambutnya yang terlihat begitu berantakan. Tak lupa, wanita itu juga membasuh wajahnya yang penuh akan keringat.

Ketika Sri Sudewi merasa bahwa dirinya telah siap 'tuk menemui sang Penguasa Majapahit, Sri Sudewi kemudian melangkahkan kedua kakinya dengan penuh keyakinan. Jika biasanya Sri Sudewi akan melangkahkan kedua kakinya dengan perasaan paranoid yang terlalu mendominasi dirinya, kini, wanita itu melangkahkan kedua kakinya dengan perasaan semangat yang begitu membuncah. Perubahaan Sri Sudewi itu terlalu ketara, bahkan beberapa pengawal yang berjaga tepat di depan kamar sang putri sempat memastikan penglihatan mereka.

"Saya hendak bertemu dengan Paduka, apakah Paduka memiliki waktu senggang?" tanya Sri Sudewi sembari menatap sopan salah seorang Bhayangkara yang tengah berjaga tepat di depan pintu kamar Hayam Wuruk.

"Saya akan menanyakan hal tersebut kepada Paduka terlebih dahulu, Putri," ucap sang Bhayangkara yang dibalas dengan sebuah anggukan kecil oleh Sri Sudewi.

Ketika Bhayangkara tersebut memasuki kamar Hayam Wuruk, Sri Sudewi menyempatkan dirinya 'tuk mengedarkan pandangan ke seluruh penjaga berbadan kekar yang tengah berjaga di lorong kamar Hayam Wuruk. Memikirkan bahwa para penjaga itu adalah para Bhayangkara terbaik yang dimiliki oleh Majapahit membuat Sri Sudewi berdecak kagum.

Saat sedang meneliti para penjaga tersebut, tatapan Sri Sudewi sempat bersiobrok dengan tatapan salah seorang Bhayangkara yang tengah berdiri tegap tak jauh dari posisi Sri Sudewi berdiri. Sontak saja, Sri Sudewi menarik sebuah senyuman manis sembari menganggukkan kepalanya, tak disangka – sangka, Bhayangkara tersebut memalingkan wajahnya dari Sri Sudewi.

BubatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang