21. Wanitaku

1.3K 153 19
                                    

"Biadab! Jika anda bukanlah seorang pangeran, saya pasti akan membunuh anda saat ini juga!"

Kedua netra hitam legam milik Sri Sudewi membola dengan sempurna ketika ia mendapati Ananggawarman yang sedari tadi melecehkan dirinya tampak kehilangan seluruh kewibawaannya. Dengan gerakan cepat, Sri Sudewi mengahlihkan pandangannya kepada pria yang telah menyelamatkannya dari Ananggawarman.

Kedua netra Sri Sudewi semakin berembun ketika ia mendapati Arya tengah menatap Ananggawarman dengan tatapan berapi – api. Sungguh, Sri Sudewi sangat bersyukur karena telah mengenal pria itu.

"Atas dasar apa kau mengatakan hal tak sopan seperti itu kepadaku, heh?" tanya Ananggawarman sembari bangkit dari posisinya.

"Atas segala tindakan tak sopan yang telah anda tujukan kepada Putri Sri Sudewi. Apakah anda pikir, karena anda seorang pangeran, anda dapat berbuat sesuka hati anda?!" ucap Arya berapi – api. Rahang pria itu mengetat, kedua tangannya terkepal erat, sepertinya pria itu tengah berusaha mati – matian 'tuk tak melayangkan pukulannya kepada wajah santai Ananggawarman.

Ananggawarman mengangkat salah satu alisnya tinggi – tinggi, kedua netranya menatap Sri Sudewi dengan tatapan remeh.

"Kau pikir, aku melakukannya hanya karena kemauanku saja? Katakan padanya putri, jika kau juga menyukainya,"

Kalimat yang baru saja dilontarkan oleh Ananggawarman itu, tentu saja ditanggapi oleh sebuah gelengan kuat dari Sri Sudewi. Wanita mana yang dapat menikmati sentuhan dari pria yang mencoba 'tuk melecehkannya?!

"Berhenti berkelakar, pangeran. Sebaiknya anda meninggalkan tempat ini sebelum saya benar – benar membunuh anda disini,"

"Kau pun berhenti berkelakar, paria. Tanpa ancaman bodohmu itu pun, aku juga akan meninggalkan tempat ini," ucap Ananggawarman dengan sebuah senyuman remeh yang menghiasi wajah kokohnya, sepertinya Ananggawarman merasa bahagia karena dapat menginjak – nginjak status dari pria yang baru saja menghancurkan kewibawaannya.

Kepergian Ananggawarman membuat Arya memejamkan kedua netranya kuat – kuat, ia menarik nafas dalam – dalam dan menghembuskannya secara perlahan. Arya berharap hal itu akan membantunya 'tuk memendam seluruh rasa amarah yang saat ini tengah bergumpal di dalam hatinya.

"Arya..."

Nyatanya, panggilan lembut itulah yang berhasil memadamkan kobaran api amarah yang tengah memenuhi relung dada Arya.

"Putri, apakah kau tidak apa – apa?" tanya Arya sembari melayangkan tatapan khawatirnya kepada Sri Sudewi.

"Aku tidak apa – apa, Arya," jawab Sri Sudewi sembari menggelengkan pelan kepalanya, ia juga memberikan senyuman tipisnya kepada Arya.

"Jangan mengucapkan kebohongan, putri. Aku tau benar jika kau tidak baik – baik saja," ucap Arya yang berhasil melunturkan senyuman Sri Sudewi.

"Bagaimana bisa Kerajaan Majapahit yang memiliki pasukan tangguh tak memiliki satupun pengawal di taman kerajaannya? Jika saja aku terlambat, mungkin saja pangeran gila itu telah berbuat lebih jauh," ucap Arya penuh penyesalan.

"Tapi Arya tidak terlambat," ucap Sri Sudewi sembari memberikan senyuman terbaiknya kepada Sri Sudewi.

Hah.

Arya menghela nafasnya lega, pria itu membalas senyuman Sri Sudewi dengan senyuman terbaik yang dimilikinya. Entah dorongan yang datang darimana, Arya menggerakkan tangannya 'tuk menyampirkan beberapa anak rambut Sri Sudewi, pria itu melakukannya dengan gerakan yang terlihat begitu hati – hati.

"Kau sangat berharga, putri. Jangan pernah biarkan siapapun merusak dirimu," ucap Arya lamat – lamat.

"Ak—

BubatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang