31. Mengalihkan Perhatian

1K 108 10
                                    

Senyuman yang menghiasi parasnya telah berhasil mengusik ketenangan jiwa ini

Sentuhan lembutnya telah berhasil merampas segala kewarasan tubuh ini

Detak – detak diri diterkam oleh kalimat janjinya

Dunia diri ditelan habis oleh kepergiannya

Tes.

Tinta hitam jatuh menetes di atas kertas papirus yang baru saja dilukiskan oleh deretan huruf pallawa yang terlihat begitu rapi. Wanita yang tengah memegang pena bulu itu termenung, kedua netra hitamnya menatap sederetan kalimat yang menghiasi kertas papirus itu dengan tatapan yang sangat sulit diartikan.

Wanita itu, Sri Sudewi, mengenggam erat pena bulu yang berada di hadapannya ketika kepala wanita itu kembali membawa dirinya 'tuk merindukan Arya, tunangannya yang kini entah bagaimana kabarnya.

Hah!

Sri Sudewi menghela nafasnya kasar sembari menutup kedua netranya 'tuk beberapa saat. Kini, wanita itu menyesal. Ya, ia sangat menyesal karena tak sempat memberikan doa kepada Arya agar pria itu dapat pulang ke Majapahit dengan kondisi sehat tanpa kekurangan apapun, ia juga menyesal karena tak memberikan sebuah kain pembalut luka kepada pria itu. Ah, seharusnya saat itu Arya tak memberikan kabar mendadak, seharusnya Arya memberitahukannya sejak lama dan mendiskusikannya dengan Sri Sudewi, jika seperti itu, pasti hubungan Sri Sudewi dan Arya saat ini akan baik – baik saja.

"Apa keuntungannya menjadi bangsawan? Bahkan Arya yang tak menyukai kaum bangsawan pun mencoba untuk mendapatkan gelar bangsawan dari Hayam Wuruk," monolog Sri Sudewi sembari membuka kedua netranya dan menatap cincin indah yang menghiasi jari manisnya saat ini.

Beberapa hari belakangan ini, ketika Sri Sudewi merindukan Arya, ia pasti akan menatap cincin yang saat ini tengah menghiasi jari manisnya. Awalnya, Sri Sudewi akan merasa sedikit lebih tenang, namun kemudian, wanita itu akan dirundung rasa bersalah karena dirinya yang tak memberikan apapun kepada Arya sebagai tanda pengingat.

Jika diingat – ingat, Arya selalu berusaha 'tuk membahagiakan Sri Sudewi, walaupun Sri Sudewi tak pernah berusaha 'tuk membahagiakan pria itu. Sepertinya, selepas kepulangan Arya nantinya, Sri Sudewi harus memberikan perhatian terbaiknya kepada pria itu, karena Sri Sudewi sangat sadar bahwa sebuah hubungan akan berjalan dengan harmonis jika kedua belah pihak saling memahami satu sama lain.

"Sepertinya aku harus segera bersiap – siap," monolog Sri Sudewi lagi saat kedua netranya tanpa sengaja memandang langit Kerajaan Sunda yang mulai menghitam.

Dengan gerakan cekatan, Sri Sudewi mulai mempersiapkan dirinya sendiri. Ah ya, Sri Sudewi memang tak membawa satu orang pun pelayan dari kediamannya di Kerajaan Majapahit. Selain karena kepergiannya yang mendadak, Sri Sudewi juga sangat paham bahwa tak akan ada pelayan yang mau melayani Sri Sudewi sukarela di tempat yang jauh seperti Kerajaan Sunda ini. Untunglah Sri Sudewi tak terlalu bergantung kepada keberadaan seorang pelayan, wanita itu bahkan bersyukur karena pelayan sering tak mengacuhkan keberadaannya, karena hal tersebut, saat ini Sri Sudewi mampu mempersiapkan diri dan merias dirinya sendiri tanpa bantuan siapapun.

Senyuman tak henti – hentinya menghiasi wajah manis Sri Sudewi saat kepala wanita itu mulai merancang berbagai skenario yang mungkin akan terjadi ketika ia bertemu dengan Bujangga Manik. Oh, sungguh, Sri Sudewi tak sabar 'tuk menemui pria berbakat itu!

"Putri, mari saya antarkan anda menuju kediaman Putri Dyah Pitaloka,"

Sri Sudewi sedikit tersentak ketika suara seorang pelayan menyapa gendang telinganya saat wanita itu melangkahkan kedua kakinya keluar dari kamar peristirahatannya di Kerajaan Sunda ini. Sri Sudewi mengedipkan kedua netranya beberapa kali ketika ia mendapati betapa sopannya pelayan tersebut pada Sri Sudewi.

BubatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang