11. Tuan Tidak Waras

1K 141 20
                                    

Malam ini, langit hitam terlihat begitu redup, tak ada satupun bintang yang berkenan 'tuk menemani bulan. Kenapa para bintang begitu jahat? Kenapa mereka tak menemani bulan yang sedang berada di sebuah kegelapan?

Tes.

Sebutir kristal bening kembali meluruh jatuh dari netra hitam milik Sri Sudewi. Rasanya, sejak wanita itu berlari keluar dari kamar Arya, ia selalu saja menitikkan air mata. Seketika, Sri Sudewi merasa bahwa dirinya merupakan orang yang paling tak beruntung di dalam dunia ini.

"Kenapa kau selalu menangis?"

Tubuh Sri Sudewi sedikit tersentak ketika ia mendengar suara seorang pria mengisi keheningan yang sedari tadi menemani Sri Sudewi, namun nampaknya Sri Sudewi tak begitu tertarik 'tuk menjawab pertanyaan itu. Alih alih membuka mulutnya dan menjawab pertanyaan itu, Sri Sudewi malah tetap menatap langit malam yang terlihat begitu menyedihkan, sama seperti dirinya.

"Apa kau tidak lelah menangis?" tanya Arya sembari menatap tubuh bergetar milik Sri Sudewi yang terlihat begitu enggan 'tuk berbalik menyambut Arya.

Hah!

Arya menghela nafasnya kasar ketika ia tak mendapati jawaban dari dua pertanyaan beruntun yang telah ditujukannya kepada Sri Sudewi. Ia merasa kesal, sungguh! Meskipun beberapa saat lalu wanita itu mengakui bahwa dirinya merupakan anak dari seorang selir dan putri yang tak diinginkan, namun melihat tingkah wanita itu sekarang, Arya benar – benar percaya bahwa darah bangsawan Majapahit yang sangat menyebalkan itu telah diturunkan kepada Sri Sudewi.

"Daripada menghabiskan waktu 'tuk menangisi hal yang tak berguna, lebih baik kau menghabsikan waktumu 'tuk menertawai hal – hal kecil di sekelilingmu," ucap Arya sembari ikut mendongakkan wajahnya dan menatap langit hitam yang terlihat tak menarik di kedua netra Arya.

Sri Sudewi masih diam membisu, ia masih terlalu larut dalam kesedihannya dan hal itu berhasil memicu rasa kesal di dalam hati Arya. Andaikan wanita itu tau bahwa Arya telah berusaha dengan begitu keras untuk menurunkan harga dirinya dan mengajak wanita itu membicarakan sesuatu hal yang penting, apakah wanita itu masih akan tetap mengabaikan Arya?

Dugh!

"Astaga!"

Sebuah pekikan penuh rasa sakit berhasil menyentak Sri Sudewi dari haru biru yang sedang menghantam dirinya. Secara naluriah, kedua netra hitam milik Sri Sudewi bergerak menuju ke sumber suara itu dan alangkah terkejutnya Sri Sudewi saat ia mendapati tubuh Arya tengah jatuh tak berdaya di atas rerumputan taman kediaman Mahapatih Gajah Mada.

Kedua netra hitam milik Sri Sudewi membola dengan begitu sempurna. Ia terkejut, tentu saja! Beberapa saat yang lalu, Sri Sudewi sangat sangat menyadari jika pria itu tengah berdiri di belakangnya dengan begitu tegak dan mengucapkan kalimat – kalimat tak berguna, namun tiba – tiba saja, kini tubuh pria itu telah menyentuh rerumputan, wajahnya juga melukiskan bahwa ia sedang merasakan rasa sakit yang begitu luar biasa.

"Ini terasa begitu menyakitkan! Apa kau tak memiliki sedikitpun hati nurani 'tuk membantuku?!?" sentak Arya dengan wajahnya yang diliputi dengan gurat – gurat rasa sakit yang terlihat... terlalu berlebihan.

"Hei Putri! Tolong aku!" sentak Arya lagi.

Sentakan Arya tersebut berhasil membuat Sri Sudewi bangkit dari posisi duduknya dengan gerakan terburu – buru. Wanita itu kemudian mengulurkan tangannya untuk membantu Arya bangkit, namun tak disangka – sangka, kedua tangan kekar milik Arya bergerak 'tuk mencengkram erat pinggang ramping milik Sri Sudewi.

Deg.

Tubuh proporsional milik Sri Sudewi menegang dengan begitu hebatnya, kedua netra hitamnya membola dengan begitu sempurna. Sungguh, Sri Sudewi ingin menyingkirkan kedua tangan kekar milik Arya yang telah menyentuh tubuhnya dengan sembarangan, namun melihat Arya tengah bersusah payah 'tuk bangkit dari posisinya, Sri Sudewi merasa tak sampai hati untuk menghempaskan tangan – tangan kekar yang tengah mencengkram pinggangnya.

BubatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang