39. Kau akan Meninggalkanku

627 82 2
                                    

"Salam hormat kepada Paduka Sri Rajasanegara. Tuan Putri Sri Sudewi meminta izin untuk memasuki ruangan,"

Hayam Wuruk yang sedari tadi membungkukkan tubuhnya seketika menegakkan tubuhnya saat suara penjaga yang tengah berjaga di depan pintu kamarnya menyapa kedua indra pendengaran Hayam Wuruk. Tangan kekar pria itu yang sedari tadi terulur 'tuk memijat lembut pelipisnya langsung berpindah tempat. Sepertinya, nama yang baru saja disebut oleh penjaga itu benar – benar berhasil memengaruhi Hayam Wuruk.

"Izin diterima," ucap Hayam Wuruk dengan suara yang terdengar sedikit suram

Deg.

Jantung Hayam Wuruk berpacu dua kali lipat ketika ia melihat sosok sepupu tirinya memasuki ruangan dengan senyum yang begitu indah. Wajah manis Sri Sudewi yang terlihat begitu berseri – seri, sungguh berbanding terbalik dengan wajah suram Hayam Wuruk beberapa waktu yang lalu.

"Hayam,"

Ah... panggilan itu.

"Kau tampak begitu bahagia, Dewi," ucap Hayam Wuruk dengan ujung bibirnya yang entah kenapa terikut 'tuk menampilkan sebuah senyuman, padahal beberapa waktu yang lalu, sang Penguasa Majapahit itu diliputi oleh kegundahan yang begitu hebat.

"Aku ingin menyampaikan sebuah kabar bahagia, Hayam, dan aku ingin kau menjadi orang pertama yang mendengarnya," ucap Sri Sudewi sembari menghentikan kedua kakinya tepat di hadapan Hayam Wuruk yang tengah duduk di sebuah kursi kayu kesayangannya.

"Ada apa, eumh?" tanya Hayam Wuruk dengan tangan kekarnya yang terulur 'tuk menyampirkan beberapa anak surai lembut milik Sri Sudewi yang menutupi wajah manis sang gadis.

"Besok, aku dan Arya akan berangkat ke Tanah Bali. Kami akan menyelenggarakan pernikahan disana, bersama dengan keluarga Arya!"

Kata demi kata yang terlontar dari bibir mungil Sri Sudewi dengan begitu semangatnya, tampaknya berbanding terbalik dengan suasana hati Hayam Wuruk yang tiba – tiba kembali menggelap. Tangan kekar milik sang Penguasa Majapahit tampak terhenti sesaat, senyuman yang sebelumnya menghiasi wajah kokohnya dengan begitu ringan, kini entah kenapa terasa begitu memuakkan.

"Mengapa kau mendatangi rumah calon suamimu, Dewi? Bukankah itu hal yang tabu? Pernikahan kalian tak akan berjalan dengan baik,"

"Bukankah kau juga melakukan hal yang sama Hayam?"

Deg.

Pertanyaan yang terlontar dengan begitu mudahnya dari mulut Sri Sudewi berhasil menampar Hayam Wuruk. Pria itu menarik tangannya yang sedari tadi mengelus lembut ujung surai Sri Sudewi, ia mengepalnya erat – erat.

"Jika kau berangkat besok... Itu artinya, kau tak akan menghadiri pernikahanku, Dewi?"

Pertanyaan yang diucapkan dengan lirih dan perlahan tersebut berhasil menghapus senyum bahagia Sri Sudewi. Binar – binar yang sedari tadi menghiasi kedua netra hitamnya, kini telah menghilang dan tergantikan dengan kabut yang begitu menyesakkan jiwa.

"Maafkan aku," ucap Sri Sudewi sembari melemparkan tatapan dalamnya kepada Hayam Wuruk

Lidah Hayam Wuruk terasa begitu kaku 'tuk menjawab ucapan permintaan maaf Sri Sudewi itu. Tak ada hal lain yang dilakukan oleh Penguasa Majapahit itu selain menatap dalam kedua netra hitam Sri Sudewi yang terlihat dihiasi kabut kesedihan.

"Jika kau berangkat ke Tanah Bali, aku tak akan pernah melihat Sri Sudewi Sang Pengantin," ucap Hayam Wuruk dengan suaranya yang terdengar begitu parau.

"Maafkan aku,"

Kalimat itu kembali terucap oleh bibir Sri Sudewi, bibirnya bergetar, siapapun yang melihat wanita itu pasti menyadari usaha keras yang sedang dilakukannya 'tuk tak meneteskan air mata di depan Sang Penguasa Majapahit, pria yang telah memberikan kehangatan bagi jiwa fananya.

BubatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang