14. Arya

852 121 18
                                    

Di tengah malam yang terlihat begitu gelap, Sri Sudewi memecah keheningan dengan suara gemerincing dari gelang kakinya, suara gemerincing yang mengikuti gerak gemulai milik Sri Sudewi. Setelah lebih dari 10 hari harus belajar menari di bawah pengawasan seorang wanita paruh baya yang selalu membanding – bandingkan dirinya, akhirnya, kini Sri Sudewi telah berhasil membuktikan bahwa ia bisa melakukan sesuatu yang dapat dilakukan oleh saudarinya.

Meski Sri Sudewi masih enggan menunjukkan kemampuan menarinya di depan khalayak umum, namun kini, wanita itu sangat menikmati tarian gemulai yang dilakukannya di setiap tengah malam.

Dengan memakai gaun indah yang selalu disimpannya di dalam lemari kayunya, gelang kaki bergemirincing, dengan sinar rembulan yang menemaninya, Sri Sudewi benar – benar merasa bahwa dirinya merupakan seorang tokoh utama yang dicintai semua orang, tokoh utama yang selalu digambarkan sebagai sosok yang sempurna.

Senyuman indah terpatri di wajah manis milik Sri Sudewi saat wanita itu memutar tubuhnya dengan gerakan cepat. Gaun indah berwarna merah terang yang digunakan oleh Sri Sudewi mengembang dengan begitu sempurna seiring dengan gerakan berputar yang dilakukan oleh wanita itu.

Kali ini, Sri Sudewi merasa benar – benar bebas. Ia merasa begitu bahagi---

Bugh!

"Akh!"

Di tengah – tengah euphoria kebahagiaannya, tiba – tiba Sri Sudewi merasakan kaki kanannya terkilir. Wanita itu tak memiliki waktu yang cukup untuk mencari pegangan agar ia dapat menahan bobot tubuhnya, tak perlu membutuhkan banyak waktu lama, kini tubuh Sri Sudewi telah jatuh meluruh di atas lantai kamarnya yang terasa begitu menusuk kulit.

Kedua tangan lentik milik wanita itu bergerak 'tuk menahan bobot tubuhnya. Surai hitam lembut milik Sri Sudewi menjuntai bebas, menutupi wajah sang Putri yang tak lagi disinari dengan kebahagiaan. Rasanya, baru beberapa saat yang lalu Sri Sudewi merasa begitu bebas, namun dirinya kini seakan – akan hendak ditarik menuju ke kenyataan yang terasa begitu pahit.

Tes.

Tanpa bisa dicegah, sebutir kristal bening jatuh dari netra hitam Sri Sudewi yang nampak begitu memerah. Wanita itu mengakui, jika ia adalah tipikal pribadi yang sangat mudah menangis, ia tipikal pribadi yang tak pernah memiliki kekuatan lebih untuk menghadapi kenyataan – kenyataan pahit yang selalu menghampirinya.

Sri Sudewi bukanlah wanita yang kuat. Ia hanyalah seorang wanita yang begitu lemah, wanita yang sedang mencari punggung untuk bersandar, pelukan untuk menghangatkan diri, serta telinga untuk mendengar segala keluh kesahnya. Semudah itu. Namun, ia tak pernah mendapatkannya.

"Hiks..."

Ketika satu isakan keluar dari mulut Sri Sudewi, dengan cepat, wanita itu mengarahkan kedua tangannya untuk membekap mulutnya kuat – kuat. Sri Sudewi berteriak begitu kencang, namun kedua tangannya yang masih menutupi mulutnya berhasil meredam teriakan penuh kefrustasian itu.

Malam ini, Sri Sudewi kembali menghabiskan banyak waktunya 'tuk menangisi kehidupannya yang terasa seperti sebuah neraka baginya. Seakan – akan tak ingin menghentikan tangisannya, Sri Sudewi dengan bodohnya malah mengingat – ingat kejadian masa lalu yang terasa begitu mengiris hati, kejadian yang semakin membuat air mata wanita itu berlinang.

Setelah menguras begitu banyak tenaga untuk menangis, akhirnya air mata tak lagi menetes dari kedua netra Sri Sudewi. Wanita itu mulai mengatur nafasnya secara perlahan – lahan agar ia dapat meraup ketenangan fana yang bisa membawanya ke dunia mimpi.

Ketika ketenangan fana itu menghampirinya, Sri Sudewi berusaha untuk bangkit dari posisinya. Dengan kedua netra hitamnya yang tampak begitu kosong, Sri Sudewi melangkahkan kedua kakinya keluar dari kamarnya. Di setiap langkah kaki yang diambilnya, Sri Sudewi sangat sadar bahwa para pengawal serta pelayan yang berjaga di luar kamarnya melempar tatapan aneh pada Sri Sudewi, namun sayang, Sri Sudewi sudah terlalu sakit hati untuk merespon tatapan – tatapan aneh itu.

BubatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang