Hari yang dinanti – nantikan oleh keluarga besar Kerajaan Majapahit akhirnya tiba juga, hari pernikahan sang penguasa. Sekalipun pelaksaan pernikahan ini terkesan acuh-tak-acuh terhadap insiden Perang Bubat yang baru saja terjadi beberapa waktu lalu, para tamu undangan masih terlihat begitu antusias 'tuk menghadiri pernikahan sang penguasa Majapahit. Sepertinya, kemegahan serta eksistensi yang kuat dari Kerajaan Majapahit telah menyilaukan semua individu akan aib pertumpahan darah yang baru saja terjadi di tanah Majapahit.
Semua orang begitu antusias dengan pemikirannya masing – masing. Ada yang antusias karena akhirnya mampu mengikuti upacara pernikahan yang sangat sakral dari Raja Majapahit. Ada yang antusias karena memandang pernikahan Hayam Wuruk sebagai ladang diplomasi. Ada juga yang antusias akan kehancuran Majapahit akibat ragam permasalahan yang timbul dari pernikahan sang penguasa.
Semua begitu antusias, kecuali Hayam Wuruk dan Sri Sudewi, para pemeran utama.
Di dalam kebisuan yang begitu mencekik hati, Sri Sudewi menemukan rasa antusias yang begitu tinggi dari para pelayan yang sedang menggerubungi dirinya. Para pelayan itu berlomba – lomba 'tuk membalurkan luluran khusus ke atas kulit Sri Sudewi. Hati Sri Sudewi terasa begitu perih. Mengapa disaat Sri Sudewi merasa tak bahagia, orang – orang disekitarnya selalu saja larut di dalam kebahagiaan?
Tak pernah sekalipun terbesit di benak Sri Sudewi tentang dirinya yang akan menikahi Hayam Wuruk... menikahi pria yang tak ia cintai dan... menikah dengan dalih berkorban untuk Kerajaan Majapahit. Sungguh Sri Sudewi tak mengerti, setelah semua ketidakadilan yang ia terima di balik tembok Kerajaan Majapahit, Sri Sudewi masih sangat bermurah hati untuk berkorban bagi kerajaan ini.
Sepanjang persiapan diri, Sri Sudewi hanya diam membisu sembari sesekali melemparkan senyuman tipisnya kepada para pelayan yang berada disekelilingnya. Tak pernah sekalipun Sri Sudewi berniat 'tuk menipu mereka dengan tawa bahagia. Sebab Sri Sudewi paham, bahkan untuk berpura – pura pun, Sri Sudewi tak memiliki energi emosi yang cukup.
Bak boneka hidup, Sri Sudewi membiarkan para pelayan 'tuk mempersiapkan dirinya dengan 'seindah mungkin'. Ragam wewangian yang begitu memabukan indra penciuman melekat pada tubuh Sri Sudewi.
"Tuan Putri, anda sangat cantik sekali!"
Pujian penuh kekaguman menyentak Sri Sudewi dari kegundahan hatinya. Ia kembali menemukan kesadarannya.
"Semua mempelai wanita di Nusantara pasti akan iri dengan kecantikan dan keindahan yang putri miliki!" seru para pelayan yang masih mengelilingi Sri Sudewi.
Tak ada yang dapat Sri Sudewi lakukan selain memberikan senyuman tipisnya kepada para pelayan itu. Tak ada yang tau seberapa besar keinginan Sri Sudewi 'tuk berteriak keras bahwa ia tak merasa bahagia dengan pernikahannya sendiri. Ia mungkin akan menjadi mempelai wanita tercantik, tetapi ia tak akan pernah bisa menjadi mempelai wanita terbahagia di Nusantara ini.
"Sekarang, anda dapat menunggu kedatangan mempelai pria anda, Putri," goda salah satu pelayan yang berada disana sembari menutup kepala Sri Sudewi dengan selembar kain tipis berwarna kuning. Kain itu menutupi kepala hingga ujung kaki Sri Sudewi, bahkan sampai menjuntai di atas lantai kamar
Tubuh Sri Sudewi digiring 'tuk duduk tepat di atas tempat tidurnya. Setelah memastikan semua kebutuhan Sri Sudewi terpenuhi, para pelayan pamit undur diri dan menutup pintu kamar Sri Sudewi dengan gerakan yang begitu pelan. Di dalam kesendirian itu, Sri Sudewi akhirnya meneteskan air mata yang sedari tadi menggumpal di kedua netra hitam legamnya.
Kedua tangan Sri Sudewi meremas erat – erat gaun pengantin yang sedang membalut tubuhnya. Bibirnya bergetar kuat, menahan isakan memilukan, Hatinya mewanti – wanti segala skenario gila yang sudah bercokol di dalam kepalanya, salah satunya skenario pembatalan pernikahan. Jauh dari dalam lubuk hatinya, Sri Sudewi berharap Hayam Wuruk tak mendatangi dirinya sehingga pernikahan mereka dapat dibatal---
KAMU SEDANG MEMBACA
Bubat
Historical FictionRomansa - Fiksi Sejarah [PERINGATAN : Cerita ini merupakan cerita modifikasi, tidak sepenuhnya dalam cerita ini merupakan sejarah] Wanita, Tahta, Kecantikan, Pria ,dan Cinta, sebuah kesatuan yang dapat merusak sejarah. [Rank] #1 Dyah Pitaloka (15 Ju...