Lembar demi lembar album foto itu terbuka. Mata lelaki memanas saat ia melihat satu foto, tangannya mengelus foto seorang wanita."Bunda..apa kabar? Darren kangen." lirihnya dalam hati. Ya lelaki itu Darren.
Walau sudah 11 tahun berlalu, tetapi dia tak mungkin dan tak akan lupa akan sosok ibu yang sudah melahirkan.
"Semua gak baik-baik saja setelah bunda pergi. " lirihnya lagi. Darren tersentak kecil saat satu tangan mencekal pundaknya.
"Kangen bunda ya?" tanpa Darren menoleh dia sudah tahu itu siapa. Rayyan, adiknya. Darren mengangguk kecil seraya tersenyum tipis.
"Bunda lagi apa ya?"
Rayyan menghela nafas pelan setelah mendengar kata yang di lontarkan Darren, perlahan ia mendudukkan dirinya di samping Darren.
"Yang pasti, bunda sudah bahagia disana bang." ucap Rayyan pelan, matanya memicing menatap album foto yang berada di pangkuan Darren.
"Bunda cantik ya," puji Rayyan, Darren mengangguk cepat.
"Lebih dari itu," Rayyan tertawa kecil.
Huft!
Darren dan Rayyan menghela nafas pelan. Setelahnya terdiam dengan pikirannya masing-masing.
"Andai bunda masih hidup, hidup kita akan jauh lebih bahagia bang."
Darren mengangguk.
"Sudah lama kita gak kerumah bunda, kita kesana yuk?"
"Boleh, kapan?"
"Umm lusa?"
Rayyan mengangguk.
"Aku pengen cerita banyak sama bunda bang, tak apa walau hanya bercerita dengan nisan." lirih Rayyan, Darren sontak menoleh ke arah sang adik. Menatapnya dengan tatapan sendu, beberapa detik setelahnya tangannya mengepal.
"Abang benci hari itu!"
Sementara di depan pintu kamar yang bertuliskan nama Darren itu, seorang lelaki tengah tertunduk menatap lantai. Matanya berkaca-kaca.
"Gara-gara dia, mereka harus kehilangan sosok ibu. Gara-gara dia, bang Zaidan dan Keenan harus kehilang sosok ayah. Dan gara-gara dia, gua sama bang Arya kehilangan Oma. Dia emang pembawa sial. Demi tuhan, gua benci dia. "
Tangan laki-laki itu mengepal, rahangnya mengeras. "Lo emang pembawa sial Aksa, menyesal gua punya adek kaya Lo. Seharusnya, Lo yang mati, bukan mereka. Lo bukan adek gua, demi apapun, Lo bukan adek gua."
"Lo harus tanggung akibatnya Aksa." Lelaki itu berlalu, memasuki kamarnya yang berada tepat di sebelah kamar Rayyan.
Sementara di lain sisi, sebuah mobil terhenti tepat di pekarangan rumah mewah bermodel Itali. Ia menuruni mobil dengan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELP [Tamat]
RandomAksa bukan siapa-siapa dan tak punya apa-apa. Hidupnya hanya di isi dengan luka,kecewa dan air mata. Dirinya terombang-ambing bak sebuah kayu yang berada di tengah-tengah ombak. Hatinya telah layu, meredup seiring dengan luka yang terus menganga tan...