Keluarga baru Dika

6.1K 408 6
                                    

"Bahagiaku sederhana, cukup dengan melihat kalian bahagia, Maka aku pun bahagia."

Aksa Damian

.
.
.
.
.

Pukul setengah tiga pagi Aksa terbangun saat merasakan beban dengan berat belasan ton menimpa kepalanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul setengah tiga pagi Aksa terbangun saat merasakan beban dengan berat belasan ton menimpa kepalanya. Aksa mendudukkan dirinya di atas ranjang, berusaha untuk meredam sakit di kepalanya.

"Agrhh," erangan kecil refleks keluar dari celah bibirnya, saat merasakan sakit yang berlebih dan tiba-tiba di kepalanya. Tangannya tak henti meremat kasar rambutnya. Membuatnya tanpa sadar menangis tanpa suara,saking sakitnya.

"Ibu sakit, tolong---" batinnya menjerit.

Butuh waktu yang tidak sedikit untuk menunggu sakit di bagian kepalanya mereda, setelah merasa sedikit lebih baik, Aksa bergegas meraih botol kecil tanpa warna di atas meja belajarnya, lalu mengambil satu butir dari isinya, meminumnya dengan cepat dengan bantuan segelas air yang memang selalu ia sediakan di atas meja belajarnya.

"Aku kenapa lagi?" tanyanya dalam hati.

Setelah itu, Aksa kembali berbaring, karena tubuhnya terasa sangat lemas. Menatap langit-langit kamarnya yang remang-remang karena hanya lampu tidur yang di nyalakan.

Aksa teringat sesuatu.

"Astaga!" pekiknya, refleks mendudukkan dirinya di atas ranjang.

"Agrhh," ringisnya kala rasa sakit di kepalanya kembali muncul karena pergerakan tiba-tiba.

Ia meraih sebuah kalender kecil di atas meja belajarnya.

"Tanggal berapa sekarang?" gumamnya.

"Aishh, bang Rio akan marah jika tahu aku terlambat untuk check-up." Monolognya.

"Ahh, lagian tumben sekali dia tidak menegur. Ahh-Aksa bodoh, bang Rio itu sibuk ngurus pasiennya yang lain. Bodo amatlah, aku lupa." monolognya lagi, sembari merebahkan kembali dirinya di atas ranjang.


***

Pagi ini, meja makan keluarga Adhitama di penuhi dengan gelak tawa, karena tingkah konyol Zaidan dan Keenan yang saling mengejek satu sama lain.

Hingga akhirnya perdebatan kecil di antara keduanya berhenti saat Dika datang, bergabung di meja makan.

"Selamat pagi ayah," sapa anaknya yang paling tua--Arya. Dika tersenyum, ia mengusap lembut pundak Arya.

"Selamat pagi papa," tak mau kalah,Zaidan juga Keenan berucap serempak. Dika tertawa kecil.

"Selamat pagi juga, jagoan-jagoannya ayah dan---papa." Dika melirik Arya,Zaidan dan Keenan bergantian.

HELP [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang