Pagi-pagi sekali Aksa terbangun, padahal ia baru saja tertidur di jam 03 pagi. Memikirkan ucapan Arya semalam. Mati? Ia ingin mati, tapi bagaimana caranya? Bunuh diri? Aksa tak segila itu.
Kalau dirinya bunuh diri, tuhan tak akan menerimanya. Sudah di dunia ia tak di terima, masa di akhirat pun ia di tolak. Aksa tak sebodoh itu,untuk melakukan hal-hal gila.
Setelah melaksanakan tugasnya sebagai umat muslim, Aksa segera bergegas menyiapkan sarapan. Ya, beginilah keseharian rutin Aksa, baik di keluarga Mona maupun di keluarga Dika. Beruntungnya semasa kecil, ia sering bantu-bantu Oma di dapur.
Aksa senang? Tentu saja. Kenapa tidak? Karena dengan begini Aksa merasa berguna. Mereka memakan masakannya dengan lahap tanpa adanya komplain.
"Semangat untuk hari ini Aksa," ucapnya, menyemangati diri sendiri. Bibirnya membentuk senyuman indah.
"Semoga hari ini, lebih baik dari hari-hari kemarin. Semangat." ucapnya sekali lagi.
Waktu berlalu begitu cepat, tepat jam 06:00 pagi Aksa selesai. Ia menghela nafas, keringatnya bercucuran.
"Alhamdulillah beres, semoga mereka suka. " Monolognya, setelah beres menata masakannya di atas meja makan, Aksa segera bergegas menuju kamar yang berada tepat di pojokan dapur. Ia harus segera siap-siap kesekolah.
***
Mona, wanita itu menuruni satu persatu anak tangga. Memastikan bahwa sarapan telah selesai di sediakan oleh Aksa.
Senyuman Mona terukir saat ia melihat meja makan sudah di penuhi dengan beberapa makanan.
"Kerja bagus," monolognya. Hey, jangan salahkan Mona. Apa gunanya Aksa di sini? Dia itu cuma menumpang, jangan mau enaknya saja. Pikir Mona.
"Selamat pagi ibu,"
Mona tersentak, sedetik kemudian ia tersenyum. "Sayang? Sudah bangun? Tumben."
"Ada kelas pagi hari ini ibu," lelaki itu mendudukkan dirinya di salah satu kursi yang mengelilingi meja makan. Mona hanya manggut-manggut.
"Darren sama Rayyan belum bangun?"
Arka--lelaki itu mengangkat bahunya tanda ia tidak tahu. Tangannya meraih segelas air putih yang sudah di sediakan, lalu menegaknya sedikit.
"Tunggu sebentar ya? Ibu panggilkan dulu mereka."
Arka mengangguk, belum sempat Mona melangkah, Darren sudah datang, biasa dengan wajah datar dan tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELP [Tamat]
De TodoAksa bukan siapa-siapa dan tak punya apa-apa. Hidupnya hanya di isi dengan luka,kecewa dan air mata. Dirinya terombang-ambing bak sebuah kayu yang berada di tengah-tengah ombak. Hatinya telah layu, meredup seiring dengan luka yang terus menganga tan...