Disinilah Aksa, terduduk di salah satu kursi taman rumah sakit. Matanya mengedar, menatap orang-orang yang berlalu lalang. Disini ramai tetapi mengapa Aksa malah merasa kesepian? Jiwanya terasa kosong, hampa dan sunyi.
"Andai ayah disini, mungkin aku gak akan merasa sesepi ini. Aku kangen ayah... Aku ingin bertemu dan memeluk ayah. Kemana aku harus mencari ayah?" monolognya, bertanya kepada dirinya sendiri. Matanya sedikit berkaca-kaca.
"Ayah, apa ayah juga merindukan aku? Apa ayah juga mencari aku?"
'ayah...mereka jahat sama Aksa, Aksa salah apa? Tolong beritahu Aksa yah... Aksa ingin bersama ayah saja.'
Drttt...
Drttt...
Aksa merogoh saku celananya, mengambil benda pipih yang sedang bergetar.
Ibunya Aksa is calling
"Ibu?" lirih Aksa, ia menatap layar ponselnya. Haruskah ia mengangkat panggilan itu?
"Maaf bu... Tidak untuk sekarang, beri Aksa waktu..." lirihnya, ia biarkan benda pipih itu terus bergetar hingga mati dengan sendirinya.
"Abang cariin, ternyata kamu disini." seseorang datang sembari mengusak puncak kepala Aksa lembut. Refleks, Aksa menoleh. Ahh---Rio. Aksa tersenyum.
"Abang?"
"Sedang apa heum?" Rio bertanya seraya mendudukkan dirinya di samping Aksa. Aksa menggeleng kecil, senyumnya masih terukir.
"Gak lagi apa-apa kok bang, hanya sedang menikmati angin."
"Angin, tidak bagus untuk kesehatan kamu Dami. Ayok, kembali ke kamar. Istira---"
"Semalaman aku sudah tertidur, lagian aku bosan di kamar, sendirian tidak ada teman. Tubuhku juga sudah baik-baik saja."
"Tapi tetap saja, kondisi kamu belum stabil. Katanya pengen cepet-cepet, di lepas infusannya. Kalau seperti ini, kapan di lepasnya heum?" Rio menatap lembut mata Aksa.
"Kenapa tidak di lepas sekarang? Tangan ku sudah terasa kebas bang. Lepas yaa? Please..." Aksa memperlihatkan puppy eyes nya. Membuat tangan Rio refleks terangkat, mengacak gemas puncak kepala Aksa.
"Gemas banget si Dami-nya Abang ini.."
"Ahh Abang..." rengek Aksa, bibirnya mengerucut. Rambutnya yang sedikit berantakan itu bertambah berantakan gara-gara Rio. Bukannya merasa tidak enak atau gimana, Rio justru tertawa kencang. Raut wajah Aksa begitu menggemaskan menurutnya, apalagi dengan bibirnya yang sedikit mengerucut.
"Umur berapa si kamu dek? Gemas banget. TK dimana?"
"Aishh, tau ahh..." Aksa membuang muka, bibirnya masih mengerucut. Mengapa ada seorang dokter seperti Rio?
"Aish...aishh... Kok ngambek, yaudah-yaudah Abang minta maaf. Sekarang, kita kembali keruang rawat kamu. Habiskan infusan itu, setelahnya Abang cabut. "
KAMU SEDANG MEMBACA
HELP [Tamat]
De TodoAksa bukan siapa-siapa dan tak punya apa-apa. Hidupnya hanya di isi dengan luka,kecewa dan air mata. Dirinya terombang-ambing bak sebuah kayu yang berada di tengah-tengah ombak. Hatinya telah layu, meredup seiring dengan luka yang terus menganga tan...