Mona memasuki ruang rawat Rayyan, hal pertama yang ia lihat adalah... Rayyan yang terpejam di atas brankar di sebelahnya ada Aksa yang ikut terpejam dengan posisi duduk. Tangan Aksa di genggam erat oleh Rayyan di atas perutnya.
Mona memutar bola matanya malas, kenapa harus Aksa yang menenangkan Rayyan? Kenapa bukan dirinya? Ia merasa gagal menjadi seorang ibu yang baik untuk Rayyan.
Tapi tidak apa-apa, dengan kehadiran Aksa akhirnya Rayyan mau makan dan mau meminum obatnya.
Keenan, Zaidan dan Arka sudah pulang beberapa menit yang lalu. Berbeda dengan Arya yang kembali bertugas di ruangannya, memeriksa pasien yang berada di bawah penanganannya.
Raffa? Entahlah, lelaki itu pergi kemana. Mona sudah berusaha menghubunginya namun sayangnya ponselnya tidak aktif.
Perlahan tapi pasti, kaki Mona melangkah mendekati brankar. Ia menatap sedih ke arah Rayyan, mengusap puncak kepalanya pelan agar Rayyan tak terganggu.
"Maafkan bunda ya sayang, bunda belum bisa jadi bunda yang baik untuk kamu. Tapi bunda janji, bunda akan mencoba menjadi yang terbaik untuk kamu. Cepat sembuh ya sayang, ada bunda disini."
Mona menatap lekat lekukan wajah Rayyan. Ah--wajahnya mirip sekali dengan Dian, ia jadi merindukannya.
Cup!
Mona mengecup lembut puncak kepala Rayyan, tanpa menghiraukan Aksa yang notabe nya adalah anak kandungnya sendiri.
Kening Mona mengernyit, ia segera menoleh ke arah Aksa. Wajah lelaki itu terlihat gelisah, keringatnya bercucuran jangan lupakan bibir pucatnya yang meringis pelan.
Ada apa dengan anak itu?
"Sshh, ibu sakit...tolong," lirihnya, matanya masih terpejam.
Deg!
Jantung Mona seakan berhentik berdetak. Tolong? Tolong apa? Pikirnya. Tangan Mona terangkat perlahan, ah apa ia harus melakukannya?
Mata Mona seketika melebar saat ia sengaja menyentuh kulit tangan Aksa yang terasa panas. Anak itu demam. Pikir Mona. Tapi ia tidak mau ambil pusing, biarkan saja. Ia segera melanjutkan mengusap-usap kepala Rayyan pelan.
Tapi, mau berusaha tak menanggapi pun hati kecilnya tetap bertanya-tanya. 'ada apa dengan anak itu? Apa setiap tertidur dia selalu sepeti itu? Apa setiap sakit ia menahannya sendirian?'
Aish, Mona bodoh? Untuk apa ia peduli? Ingat, dia yang sudah merusak hidup kamu dan mas Dika, Mona. Pikirnya.
Di lain sisi, ada Arya yang sedang terduduk di salah satu kursi di dalam ruangannya. Tatapan matanya kosong, bagaimana caranya menyembuhkan Rayyan?
Kemoterapi? Operasi? Atau apa?
"Abang ingin kamu ikut kemo dek, tapi Abang sungguh-sungguh tidak tega. Kemoterapi itu akan lebih menyiksa kamu. Tapi jika tidak ikut kemo, penyakit itu akan semakin menyebar luas. Apa yang harus Abang lakukan dek? Kenapa seketika Abang jadi dokter yang tidak berguna untuk adiknya sendiri dek." gumam Arya, air matanya berkaca-kaca, jika mengingat tentang kondisi Rayyan entah kenapa bawaannya ingin menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELP [Tamat]
AléatoireAksa bukan siapa-siapa dan tak punya apa-apa. Hidupnya hanya di isi dengan luka,kecewa dan air mata. Dirinya terombang-ambing bak sebuah kayu yang berada di tengah-tengah ombak. Hatinya telah layu, meredup seiring dengan luka yang terus menganga tan...