.
.
.
.
.
.BUGH!
"OM FARRIS!" pekik Marvin serta Narren terkejut, saat melihat Farris membogem pipi Rio.
"Ssh..." ringis Rio, ia menatap Farris tidak percaya.
"Siapa yang menyuruh kama untuk melakukan itu Rio. Kenapa kamu tega mengusir Dami, Dami sedang sakit Rio."
"Terus aku harus apa? Tetap Nerima dia yang udah buat mami meninggal? Iya? Apa harus seperti itu Pi? " teriak Rio.
Plak!
"Turunkan nada bicara kamu!"
"Terus aku harus bagaimana Pi? Selama ini aku salah, aku merawat dan menyayangi orang yang udah buat keluarga kita hancur."
"Dami tidak bersalah!"
"Memang, aku tahu itu. Tapi, dia lahir dari kesalahan. Dan aku benci itu. Karena kesalahan itu, mami meninggal. Pantesan dari awal papi suka saat pertama kali melihat anak haram itu, nyatanya dia anak papi."
"Kamu akan menyesal setelah ini Rio."
Rio terdiam.
"Sekarang kamu ikut papi, kita akhiri semuanya hari ini."
"Apa yang harus di akhiri."
"Kesalahpahaman ini yang harus di akhiri Rio. Kamu benar-benar keterlaluan. Kamu saja seperti mereka, menyimpulkan sesuatu tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Marvin, Narren, tolong bantu om. Kita kerumah Dika sekarang. Bawa Rio juga."
"I-iya om,"
Farris berlalu begitu saja dengan nafas yang sedikit memburu. Kalau saja Rio bukan anaknya. Farris pastikan, Rio akan mati detik itu juga. Ia kecewa, ia marah.
"K-kalian tau sesuatu?" tanya Rio, di akhiri dengan ringisan.
"Seharusnya lo gak ngelakuin ini bang. Kelakuan lo kali ini benar-benar keterlaluan." ucap Marvin pelan.
"Habis ini lo akan menyesal, gua yakin itu. " lanjut Narren. Rio hanya terdiam. Apa se-keterlaluan itu sikapnya kali ini? Oh, tolong mengertilah. Mana mungkin Rio menerima seseorang yang sudah membuat Mami nya pergi. Mana mungkin Rio menerima seseorang yang sudah membuat keluarganya hancur. Tolong mengerti, Rio tidak mau berbagi. Rio tidak mau lagi kehilangan. Cukup maminya, papinya jangan.
"Apa se-keterlaluan itu sikap gua?"
"Keterlaluan banget, kalau ada yang lebih parah dari kata keterlaluan. Gua akan pakai itu untuk lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
HELP [Tamat]
RandomAksa bukan siapa-siapa dan tak punya apa-apa. Hidupnya hanya di isi dengan luka,kecewa dan air mata. Dirinya terombang-ambing bak sebuah kayu yang berada di tengah-tengah ombak. Hatinya telah layu, meredup seiring dengan luka yang terus menganga tan...