Dengan perlahan, Aksa membaringkan tubuh Darren di atas ranjang. Entahlah, kapan lelaki itu tertidur.
Aksa menatap sendu wajah Darren yang terlihat lelah, sedih dan takut. Setelahnya, ia menatap seluruh ruangan kamar Darren. Ia harus cepat-cepat membereskan kekacau-an ini sebelum Raffa atau Mona pulang.
Dengan cepat, ia mulai membereskan kekacau-an yang Darren buat. Namun, matanya terpaku pada sebuah pil-pil berceceran di lantai. Aksa tahu betul obat itu karena Aksa pun sama mengkonsumsinya.
"Apa bang Darren depresi?" lirih Aksa. Aksa menggeleng pelan, ia akan mencoba dengan perlahan dan jika itu benar, ia akan berusaha membuat Darren melupakan obat itu.
Hampir satu jam Aksa membereskan, ia terus-terusan menghela nafas. Jujur saja, tubuhnya sudah terasa lelah. Belum lagi, bibir tipisnya sesekali meringis. Sakit, di titik-titik tertentu itu benar-benar menyiksa Aksa.
Ia menekan kuat sisi perut bawah sebelah kanannya. Tubuh Aksa meluruh begitu saja, menyandar pada brankar milik Darren. Matanya terpejam.
"Numpang istirahat sebentar ya bang,"
Sudah sekitar 10 menit Aks memejam, akhirnya ia membuka mata, menatap Darren yang sama sekali tak terusik dalam pejamnya.
"Aku rela menjadi samsak jika abang mulai lelah, tapi aku mohon bang, jangan sakiti diri abang sendiri. Kalau Abang sampe kenapa-kenapa, kasihan mereka. Abang berharga untuk mereka. Jadi, jadikanlah aku samsak, tak apa."
Aksa mengelus pundak Darren pelan, setelahnya ia berlalu keluar kamar Darren. Tubuhnya meronta, meminta di istirahatkan.
Dan disinilah Aksa, di dalam kamarnya tengah meringkuk di atas ranjang dengan tubuh yang sedikit menggeliat. Sakit sekali rasanya seluruh tubuhnya.
Wajahnya pucat, bulir-bulir keringat mulai menetes membasahi bantal. Sungguh, ini benar-benar menyiksa. Kepalanya sakit berdenyut, pinggang sebelah kanannya terasa sedang di peras dengan kencang. Belum lagi, tendangan dan pukulan dari Keenan dan Darren di perutnya, itu menjadi salah satu dari titik rasa sakitnya.
Air matanya mengalir dari kedua ujung matanya. Ia benar-benar tidak kuat.
"Ibu..." lirihnya.
Sekitar 45 menit, Aksa menahan semuanya. Mencoba untuk tidak berteriak kesakitan.
Cklek!
Aksa bahkan tak sadar jika seseorang membuka pintu kamarnya. Orang itu terdiam di ambang pintu, menatap tubuh Aksa yang sedikit bergetar.
'apa anak itu sakit?' lirih orang itu. Tapi, apa peduli dirinya? Ia mulai melangkah mendekati Aksa.
"Ekhem!" dehem orang itu sengaja.
"Eugh?" lenguhan Aksa terdengar memilukan, belum lagi wajah pucatnya. Tapi, dia tidak akan tersentuh.
'ingat tujuanmu Arya,' batin orang itu, yang tak lain adalah Arya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELP [Tamat]
RandomAksa bukan siapa-siapa dan tak punya apa-apa. Hidupnya hanya di isi dengan luka,kecewa dan air mata. Dirinya terombang-ambing bak sebuah kayu yang berada di tengah-tengah ombak. Hatinya telah layu, meredup seiring dengan luka yang terus menganga tan...