Byur!
Aksa yang tengah tertidur itu gelabakan saat seseorang menyiramnya dengan air.
"Bagus, jam segini masih tidur. Lihat, ini jam berapa Aksa? Apa kamu gak mikir, biaya sekolah kamu itu siapa yang bayar? Saya Aksa, dan kamu malah enak-enakkan tidur? Dimana otak kamu Aksa!"
Aksa hanya terdiam, kedua tangannya saling meremas satu sama lain. Bajunya basah semua. Tega, sekali Mona membangunkan nya dengan cara seperti ini.
"M-maaf bu,"
"Gak ada kata maaf, sekarang kamu bangun. Cepat siap-siap. Rayyan sudah menunggu. Jangan kelamaan."
"I-ibu... B-boleh gak, A-aksa izin tidak masuk hari ini. T-tubuh Aksa masih t-terasa lemas dan s-sakit, t-terutama b-bagian ke-pala." Ucap Aksa terbata-bata. Dan benar, Aksa tidak berbohong. Tubuhnya masih terasa sakit dan masih sedikit lemas.
"Rasanya benar-benar sakit, dan Aksa tidak kuat."
"Gak usah banyak alasan Aksa, kamu sudah janji kepada saya untuk menjaga Rayyan dalam keadaan apapun. Kalau kamu tidak sekolah, siapa yang akan menjaga Rayyan nanti di sekolah? Kalau Rayyan kenapa-kenapa gimana? Kamu mau tanggung jawab? Apa kamu mau merelakan hati kamu untuk Rayyan? Tidak kan Aksa? Jadi, jangan banyak alasan, saya tidak suka anak yang banyak drama. Cepat, siap-siap jangan sampe saya marah."
Aksa masih terdiam, apa tidak ada rasa kasihan Mona untuknya?
"CEPAT!"
Aksa cukup tersentak, kepalanya mengangguk-angguk pelan. "I-iya bu, A-aksa s-siap-siap dulu," lirih Aksa. Ia berusaha bangkit, namun tak bisa. Berkali-kali tubuh itu jatuh. Mona hanya memutar bola matanya malas.
"Saya sudah bilang, tidak usah drama. Drama kamu itu gak mempan untuk saya. Saya tunggu, kalau dalam lima menit kamu belum juga siap. Saya pastikan, saya akan cabut semua fasilitas biaya sekolah kamu."
"J-jangan bu, i-iya A-aksa siap-siap dengan cepat." Sekuat tenaga Aksa berusaha. Akhirnya, tubuh itu berhasil bangkit, walau agak sempoyongan, Aksa berjalan ke arah kamar mandi. Mona segera berlalu.
Di dalam kamar mandi, air mata Aksa meluruh, menetes membasahi pipi. Tubuhnya bergetar hebat. Wajahnya masih terlihat pucat. Kalau saja Aksa tidak bertumpu pada tembok, mungkin saja tubuh itu sudah meluruh membentur dinginnya lantai kamar mandi.
"Padahal Aksa hanya ingin istirahat sebentar, memulihkan tenaga dan meredam rasa sakit. Tapi kenapa rasanya sulit? Aksa ingin seperti bang Rayyan, yang kalau sakit ada ibu disisi. Aksa butuh ibu, Aksa ingin ibu." batinnya melirih.
Bayangkan saja, pukulan Zaidan, tendangan Keenan, guyuran Mona di tambah siksaan Dika menimpa tubuh Aksa. Aksa benar-benar tidak kuat.
*******
Kaki Aksa melangkah tertatih di koridor sekolah. Suasa koridor sudah sepi. Bagaimana tidak, bel masuk sudah berbunyi sejak 20 menit yang lalu. Dan Aksa terlambat. Tapi beruntung, satpam sekolah masih membiarkan Aksa masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELP [Tamat]
RandomAksa bukan siapa-siapa dan tak punya apa-apa. Hidupnya hanya di isi dengan luka,kecewa dan air mata. Dirinya terombang-ambing bak sebuah kayu yang berada di tengah-tengah ombak. Hatinya telah layu, meredup seiring dengan luka yang terus menganga tan...