GUYSS....
Maaf, baru sempet update. Kemarin malam ada sedikit kendala.
Ada yang masih ingat Aksa?
Atau ada yang rindu?
"Pa...papa makan dulu ya?"
Dika menggeleng, padahal kini dirinya tengah terbaring lemah di atas ranjang dengan tangan yang di Padang infusan.
Iya, kemarin ia tumbang.
"Pa...jangan seperti ini. Papa butuh asupan." lirih Keenan, ia sudah lelah sedari tadi membujuk Dika untuk makan.
"Satu suap aja, ya?"
Lagi, Dika menggeleng. Tatapannya menatap lurus kedepan. Tubuhnya terlihat sedikit kurus. Sudah sebulan, pencarian Aksa di lakukan. Namun hasilnya, nihil. Bahkan pihak kepolisian pun sudah menyerah.
Aksa-nya hilang.
Dan itu semua, karenanya.
"Aksa...makan tidak?"
Keenan terdiam. Kata itu yang selalu Dika lontarkan saat dirinya, atau bahkan Zaidan dan Arka membujuknya untuk makan.
"Kenapa diam, Keenan. Apa Aksa makan di luar sana? Papa tidak pernah memberinya uang. Bahkan ibu nya pun sudah lama lepas tanggung jawab. Bagaimana cara Aksa untuk membeli makanan? Aksa sakit, bagaimana cara Aksa menebus obatnya. Aksa-nya papa pasti kesakitan disana Keenan. Tetapi kenapa, kenapa polisi-polisi itu memberhentikan pencarian Aksa?"
Dika menatap Keenan dengan tatapan sayu. Lihatlah, bahkan lingkaran hitam di bawah matanya begitu terlihat menonjol. Wajahnya terlihat pucat. Sekarang, Dika benar-benar terlihat seperti mayat hidup.
"Izinin papa pulang heum? Bilang sama dokter, papa sudah tidak apa-apa. Aksa butuh papa." mata Dika berkaca-kaca. Menatap Keenan dengan penuh permohonan.
"Kondisi papa masih lemah pa. Bagaimana caranya dokter mengizinkan papa pulang?"
Dika menghela nafas, air matanya lolos begitu saja. Dadanya terasa sesak saat bayangan Aksa terlintas di dalam pikirannya.
"Disini---" Dika menepuk dadanya kencang.
"---Rasanya sesak sekali." lanjut Dika.
"Kamu dimana? Apa kamu baik-baik saja? Ayah harap begitu nak hiks. A-ayah ingin bertemu, ayah rindu."
Cepatlah pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELP [Tamat]
عشوائيAksa bukan siapa-siapa dan tak punya apa-apa. Hidupnya hanya di isi dengan luka,kecewa dan air mata. Dirinya terombang-ambing bak sebuah kayu yang berada di tengah-tengah ombak. Hatinya telah layu, meredup seiring dengan luka yang terus menganga tan...