Aksa bukan siapa-siapa dan tak punya apa-apa. Hidupnya hanya di isi dengan luka,kecewa dan air mata. Dirinya terombang-ambing bak sebuah kayu yang berada di tengah-tengah ombak. Hatinya telah layu, meredup seiring dengan luka yang terus menganga tan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lelaki itu terus membaca ulang selembaran kertas di tangannya. Tetap, isi dari kertas itu tetap sama. Tidak berubah seperti apa yang dia inginkan.
Matanya memanas, ia menekuk kedua kakinya, tubuhnya bersandar di dinding kamarnya. Ia membuang kertas itu asal, setelahnya memeluk kakinya, menenggelamkan kepalanya di sela-sela kakinya yang menekuk.
Bahunya bergetar hebat.
"Doamu terkabul bang, itu tandanya Aku adalah orang busuk."
***
Hari demi hari berganti, Minggu demi Minggu terlewati, bulan demi bulan juga sudah terlewati. kini usia kandungan Calista sudah menginjak lima bulan.
Wanita itu tengah berselonjoran di sofa ruang tv nya, menikmati setiap pijatan demi pijatan lembut di kakinya.
"Ah, iya itu. Enak banget, terus di situ saja Sa." ucap Calista tanpa mengalihkan pandangannya dari layar tv.
Aksa---lelaki itu mengangguk, sudah hampir 45 menit Aksa memijit kaki Calista. Pegal? Iya, tapi tak apa. Aksa senang melakukannya.
"Tante? Apa Tante ingin memakan sesuatu?" tanya Aksa, Calista mengernyitkan dahinya halus.
"Apa?"
"Martabak misalnya? Aksa belikan."
Senyum Calista sedikit mengembang, "boleh, rasa kacang dan coklat ya?"
Sungguh, Aksa begitu senang. Semenjak Calista mengandung, ia tak pernah lagi berkata ketus terhadap Aksa. Justru Calista lebih banyak tersenyum, walau Aksa sadar, senyum itu tidak terlihat tulus. Tapi tak apa. Itu sudah lebih dari cukup baginya.
Bagi Aksa senyum Calista itu semangatnya. Tidak, tidak hanya Calista tetapi Mona, Ibu kandungnya.
"Siap Tante, Aksa pamit dulu. Tante jangan kemana-mana. Kalau mau apa-apa tunggu Aksa, atau kalau mau ketoilet jalannya hati-hati, takut jatuh. Dan jangan ketoilet di dekat dapur ya Tante, itu belum Aksa bersihkan. Kalau Tante mau, di kamar Aksa saja tidak apa-apa."
Sungguh, Calista baru tahu jika Aksa se cerewet ini. Apa memang Aksa cerewet? Entahlah, Calista tidak tahu. Selama ini, ia tidak begitu memperhatikan atau bahkan tidak menganggap Aksa ada.
Aksa meraih tangan Calista pelan, setelahnya mengecupnya dengan lembut.
"Aksa permisi dulu Tante, "
Calista tertegun, ia mengangguk pelan. Matanya menatap Aksa dan punggung tangannya yang baru saja di kecup oleh bergantian.
"Sial, kenapa makin hari tuh anak makin Deket sama mama? Aishh, gimana caranya gua bikin Mama, tambah benci dengan dia? Ahh..gua punya ide"
***
Calista melangkah pelan memasuki kamar Aksa. Bukan, ia bukan ingin ketoilet. Tapi---entahlah, ia hanya sedikit penasaran dengan anak sambungnya itu. Apa? Anak? Entahlah.