HALO.
SELAMAT MALAM.
APA KABAR?
'Dadah ibu...'
Panggilan video call antara Mona dan kedua anaknya, Arya dan Arka berakhir. Mona menurunkan ponselnya, ia senang kedua anaknya baik-baik saja di sana. Tetapi, kenapa hatinya masih merasa tidak enak?
Mona menatap layar ponselnya, menatap satu nama di room chat nya. Sudah 25 menit yang lalu tetapi kenapa pesannya tidak di balas? Biasanya, dia langsung membalas pesannya.
"Kemana anak itu?" Mona menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aishh, kenapa juga harus mikirin dia. Yang terpenting sekarang, kedua anakku baik-baik saja."
Mona segera bangkit, bergegas menuju kamar. Tumben sekali, Raffa belum menampakkan batang hidungnya. Apa masih tertidur?
******
Rayyan terdiam, matanya bergerak gelisah. Hatinya, masih tidak tenang. Ada apa? Padahal, dirinya sudah bertemu dengan Arya dan Arka.
"Dek? Kenapa?" tanya Arya lembut setelah mengetahui raut wajah Rayyan yang tampak gelisah.
"Ah? Eum, a-anu...g-gua, mau ke toilet, kebelet. Boleh?"
"Ck," Darren yang mendengar itu berdecak malas. Kebelet aja, gelisah ya sampe segitunya. Pikirnya.
Sementara Arya hanya tersenyum mendengarnya. "Aissh, lucu banget sih adeknya Abang ini. Kebelet kok di tahan, gih ke toilet, mau Abang antar?" Arya mencubit gemas pipi Rayyan. Rayyan tertawa terpaksa di buatnya.
"Engga usah bang, toiletnya sebelah mana? Gua sendiri aja."
"Yakin? Abang temani aja," kali ini suara Arka terdengar, membuat Rayyan berdecak.
"Gua ini mau ke toilet loh bang, bukan mau pergi jauh ke surga."
Pletak!
Rayyan meringis pelan kala Darren menjitak kepalanya.
"Sakit,"
"Ngomong sekali lagi, gua tendang beneran lo ke surga."
Pletak!
Kali ini Darren yang meringis, "sebelum lo nendang adek gua ke surga, Lo duluan yang gua tendang." Murka Arya.
"Yaudah kalo gitu, kita ke surga sama-sama aja." kali ini, suara si paling muda di antara mereka terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELP [Tamat]
RandomAksa bukan siapa-siapa dan tak punya apa-apa. Hidupnya hanya di isi dengan luka,kecewa dan air mata. Dirinya terombang-ambing bak sebuah kayu yang berada di tengah-tengah ombak. Hatinya telah layu, meredup seiring dengan luka yang terus menganga tan...