15.Elfath

101 16 4
                                    

Seleksi atlet badminton akan dimulai dua minggu lagi. Zia Almahira, cewek yang sangat pintar dalam permainan bulu tangkis dipilih sebagai perwakilan dari SMA Mutiara untuk ikut seleksi bulu tangkis tunggal putri.

Udara sejuk di sore hari membuat Zia merasa tenang. Langit pun sudah mulai menggelap, bukan berarti ingin turun hujan. Namun, beberapa jam lagi, bulan akan mengantikan matahari untuk menerangi bumi, dengan pancaran cahaya yang jauh lebih indah. Meski tidak secerah mentari. Dan tentunya, tidak membuat semangat Zia redup. Malahan Zia sangat bersemangat, karena ia tidak perlu kepanasan saat berlatih.

Bagas, terus saja mengembangkan senyuman, ia akan selalu mendukung apapun yang Zia inginkan. Bahkan, Bagas membuatkan lapangan yang cukup megah untuk anaknya ini. Di kediamannya. Supaya Zia tidak kecapekan harus berlatih di luar. Mengingat Zia mempunyai penyakit lupus, yang tentunya tidak bisa untuk kecapekan berlebihan. Membuat Bagas jadi lebih posesif tentang putrinya. Walaupun Bagas sibuk, tapi Pria paru bayah itu selalu memantau kesehatan putrinya yang kurang baik.

Ketertarikan Zia kepada permainan bulu tangkis bisa di lihat, dari sejak dini. Ketika ia masih menduduki bangku sekolah dasar, Zia sangat gemar bermain bulutangkis. Sampai kepada jenjang pendidikan menengah pertama, Zia sudah sedikit memperdalam, dan bahkan, Zia selalu menjadi perwakilan di sekolahnya ketika ada Lomba. Sampai sekarang, pun, Zia terus saja memperdalam keahliannya. Agar ia bisa menggapai cita-citanya menjadi seorang Atlet bulu tangkis terkenal, seperti Susi Susanti.

Bagas menghela napas pelan, kerutan di dahinya terlihat. Ia menggaruk tengkuknya tidak gatal. Bingung. Kenapa anaknya tidak mencetak skor sama sekali? Rasa khawatir kini menghampirinya. Bagas berjalan ke arah Zia, yang tengah duduk di lapangan. Bagas ikut duduk di samping Zia, ia melihat raut wajah Zia yang sangat menyedihkan, ah lebih tepatnya sedih.

Tangan Bagas terangkat mengelus kepala Zia lembut, dan tersenyum, ia membawa anaknya ke dalam dekapannya. "Kamu lagi ada masalah, Nak?" tanya Bagas dengan lembut.

Zia yang ada di dekapan Bagas hanya bisa menghembuskan napas perlahan, kedua kelopak matanya ia biarkan menutup. Merasakan hangatnya rasa kasih sayang seorang ayah. Benar, ia butuh pelukan saat ini, ia butuh ketenangan. Lalu, Zia ikut membalas pelukan sang Ayah.

"Cerita sama Papa," ucap Bagas lagi. Merasa Zia tidak menjawab pertanyaan awalnya.

" Aku baik-baik aja Papa."

"Kamu nggak bisa bohong sama Papa.
putri papa sedang tidak baik-baik saja. Kalau kamu nggak mau cerita sekarang gak papa kok nak?." Melihat putrinya yang tidak semangat saat latihan bulu tangkis sudah cukup membuktikan kalau Zia tidak baik-baik saja. Biasanya Zia akan sangat bahagia jika sedang latihan bulu tangkis dengan dirinya. Dan Zia selu berhasil mencetak poin paling banyak dari Bagas saat latihan.

"Dia udah kembali Papa." lirih Zia dengan mata yang menyiratkan ketakutan. "Aku takut." satu bulir air jatuh disela pipinya.

Bagas yang mengerti maksud dari omongan putrinya pun sedikit terkejut. Luka lama putrinya pasti akan kembali terbuka karena kembalinya orang itu." Lihat Papa, Nak." Bagas menangkup wajah anaknya dan menghapus jejak airmat dipipi putri kesayangannya.

"Kamu tidak perlu takut, Ada papa. Papa tidak akan biarin dia nyakitin kamu lagi." Bagas kembali membawa tubuh putrinya dalam pelukan hangatnya dan mencium puncuk kepala putrinya.

"Papa, aku rindu kak Raja," lirih Zia

"kak Raja udah tenang disana sayang." Bagas mengelus rambut putrinya yang masih didekapnya.

"Katanya mau lulus seleksi, tapi kok jadi malas gini sih. ayuk semangat latihannya dong." Bagas langsung berdiri dan menatap kearah putrinya dalam. Pria paruh baya itu mengulurkan tangan kearah Zia sambil tersenyum.

Elfath (Selesai✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang