Zia mengerucutkan bibirnya melihat Cici yang malah tertawa mendengar semua ceritanya. Sekarang Zia memang sedang berada dikamar Cici. Setelah pulang sekolah, ia memutuskan untuk mampir kerumah Cici untuk numpang istirahat.
"Lu itu lucu ." Cici masih tertawa melihat raut wajah Zia yang memerah karena berusaha menahan air yang sudah penuh dipelupuk matanha
"Kenapa lu marah-marah sendiri kayak orang gila." ucap Cici membuat Zia melempar bantal tepat diwajah Cici.
"Kamu ngatain aku gila." Zia menatap tajam kearah Cici.
"Orang yang marah-marah sendirian, teriak teriak ga jelas disebut apa."
"Orang gila."
"Nah Lu sendiri yang bilang." Cici tertawa terbahak karena melihat bola mata Zia yang hampir keluar.
"Kamu ngeselinn banget sih. Aku salah cerita sama kamu ." Zia memukul bahu Cici yang masih asyik menertawain dirinya.
Zia kembali melempar bantal kearah Cici, Lalu menjambak rambut Cici Kuat, sampai tubuh Cici terjatuh dari kasur karena Zia menyerangnya secara tiba-tiba.
"Woy, Anjir Zia, Lu brutal banget." Cici tidak tinggal diam. Cici ikut menjambak rambut Zia dengan sangat semangat.
Sekarang kedua sahabat itu sedang melakukan aksi berantem ala cewek dengan cara menjambak rambut sama lain. Cici berhasil lolos dari Zia. Sekarang Cici sudah berlari mengelilingi kamarnya untuk menghindar dari Zia yang sudah seperti orang kesurupan.
"Ayok kejar gue." Cici mengulurkan lidahnya kearah Zia.
Keadaan kamar Cici sangat berantakan, sprei yang sudah terlepas dari kasur, bantal yang berserakan dibawah lantai. Zia terus mengejar Cici yang terus saja menaiki dan turun dari kasurnya. Zia terjungkal kebawah saat hendak turun dari kasur untuk mengejar cicinya.
Lutut Zia terbentur dengan alas lantai Cici membuat lututnya sedikit tergores.
"Ehh, Zi Lu ga papa kan" Cici langsung menyampiri Zia yang sudah terduduk dilantai.
"Aku cape, Ci." setetes air bening keuar dari kelopak mata Zia.
"Percaya sama diri lu sendiri. Kalau lu pasti bisa ngelewatin semua ini." ujar Cici serius. Semenjak Zia menceritakan semuanya. Cici sudah paham akar masalah yang membuat sahabatnya sangat terlihat sedih.
"Aku ga akan bisa menolak perintah Mama. kamu tau kan." Lirih Zia.
"Lu ngomong baik-baik sama nyokap lu. Tante Anisa sayang sama lu. Pasti ada alasan dibalik dia ngelakuin ini." Cici membawa kepala Zia untuk bersandar dibahunya. Zia menumpahkan segalanya dibahu Cici. Cici hanya mendengarkan semua hal yang Zia katakan dengan tangan yang terus mengusap punggung sahabatnya. Untuk memberikan Zia semangat.
"Non, Nyonya udah pulang." ucap bibi yang berkerja dirumah Cici.
"Iya Bi. Nanti Cici turun." sahut Cici
"Udah ah, Ga ada acara nangis lagi. Lu harus kembali tersenyum bahagia membahana kayak Cici Utami." Cici menghapus air mata yang mengalir dipipi sahabatnya. Lalu tangan Cici menarik sudut bibir Zia selebar mungkin.
"Nah gini kan Cantik. tapi masih cantikan gue." ucap Cici dengan senyuman paling lebar yang diberikan tulus untuk sahabatnya Zia.
"Apaan sih." Zia kembali menghapus Air mata yang masih keluar dari pelupuk matanya dengan sedkit kekehan yang keluar dari mulutnya.
Setiap cerita sama Cici selalu membuat dia terasa tenang dan beban dipikirannya sedikit berkurang. Walaupun Setiap cerita, respon cici selalu memancing Zia untuk berantem. Tapi Zia mengerti, Cici melakukan itu hanya memberikan Zia waktu untuk mengeluarkan segala amarah yang dia pendem. walaupun Cici yang jadi sasaran akan amarah Zia. Zia sangat beruntung bisa memiliki sahabat seperti Cici utami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elfath (Selesai✓)
Teen FictionElfath Bintang Adrian, sosok yang sangat di kagumi banyak orang, karena kebaikan hatinya yang suka menolong sesama. Cuek, tapi perhatian. Laki-laki yang selalu menebar senyuman manisnya, dalam keadaan apapun. Memiliki wajah tampan, membuat semua kau...