43.Elfath

48 9 1
                                    

Hai aku kembali lagi hehhe.
Hari ini aku update lagi guys
Beberapa prat lagi udah mau end nih. Mau request endingnya ga nih?
hehhhe
Bintang dan votenya jangan sampai lupa ya."

Happy reading🌻

Zia sudah siap dengan seragam sekolahnya. Raut wajah yang terlihat lesu,  kehilangan semua semangattnya. Sepertinya dia harus mengubur paksa semua mimpinya yang tidak pernah akan  jadi nyata.

Asik melamun sendiri, tiba-tiba Zia teringat ucapan Elfath semalam.

"Kabar bahagia apa yang Kak El, maksud?" pikir Zia.

Kemarin malam saat Zia ingin menanyakan maksud dari ucapan lelaki itu,  telpon terputus secara tiba-tiba. Zia mencoba untuk menghubungi Elfath kembali. Tapi ponsel lelaki itu sudah tidak aktif. Zia mencoba untuk berfikir positif, mungkin saja ponsel Elfath lowbet.

"Aku tanya disekolah aja deh, maksud dari ucapan Kak El." ucap Zia yang langsung mengambil ranselnya untuk segera berangkat sekolah.

Sesampai disekolah, Zia langsung mencari keberadaan Elfath. Biasanya lelaki itu sudah datang  karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.

Zia melangkahkan kakinya ke kelas mipa 3. Sebelumnya Zia sangat jarang bersosialisasi dengan murid lainnya. Semenjak kenal Elfath dan sahabatnya, Zia sudah berani untuk bersosialisasi dengan sesama.

Zia celinguk mencari sosok Elfath dikelas lelaki itu. Gadis itu hanya melihat Arya, Yogi dan Mirza yang sedang bercanda gurau dikursi paling belakang. Apa Elfath telat masuk?. Zia memilih untuk keluar tanpa menanyakan kabar Elfath kepada mereka. Zia akan menunggu Elfath, mungkin lelaki itu terlambat sekolah.
...
Pak Wawan memasuki kelas Mipa satu, guru matematika yang dikenal killer oleh semua murid disma mutiara membuat semua murid di kelas tersebut langsung diam bak patung yang tak suara.

Cici menopang dagunya bosan mendengarkan materi dari pak Wawan. Walaupun gadis itu terkenal pintar karena banyak memenangkan olimpiade. Tapi tidak bisa dipungkiri, Cici sudah bosan dengan nama belajar. Setiap hari dirinya belajar tanpa istirahat. Sayangnya, Semua perjuangannya itu tidak pernah dihargai oleh kedua orangtuanya.

Cici mengambil sesuatu yang ia simpan dilaci mejanya. "Zia." panggil Cici membuat fokus Zia teralihkan.

"Yuhuii," Cici memperlihatkan buah Apel yang ia bawa dari rumah untuk sarapan pagi.

"Wih, aku juga mau." ucap Zia pelan.

"Okey, tunggu." Cici membelah apel menggunakan tangan. Setelah Apel sudah dibelah menjadi dua, Cici memberikan sebelah apel kesahabatnya yang sedang fokus menatap pak wawan yang sedang menjelaskan limit trigonometri.

Zia dan Cici mencuri kesempatan untuk memakan apel tersebut. Disaat pak Wawan sedang menghadap kearah papan tulis. Mereka berdua langsung memakan apel tersebut.

"Matematika buat gue lapar, untung ada nih apel." ucap Cici yang kembali mengigit apel tersebut.

Asik memakan apel, mereka berdua sampai tidak sadar kalau Pak Wawan sudah memperhatikan mereka. Pak Wawan berjalan sangar mendekati Zia dan Cici yang sedang menikmati apel dengan kepala menunduk dibalik meja. Membuat murid lain ikut takut melihat wajah sangar guru killer tersebut.

"Apelnya enak." ucap Pak Wawan lembut.

"Enak lah." ujar Cici tanpa melihat kearah lawan bicaranya, gadis itu masih setia menikmati apelnya.

Sedangkan Zia sudah menegakan kembali tubuhnya dan menghadap kedepan saat mengetahui pak Wawan
berdiri disebelah Cici.

"Cici," panggil Zia sambil mengeliat matanya kearah pak Wawan untuk memberitahu Cici.

Elfath (Selesai✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang