Zia memasuki rumah dengan wajah lesu. Hari ini, Zia sangat lelah seharian diluar sana, apalagi pikirannya yang terus saja berbanding terbalik dengan hatinya.
Bagas dan Anisa yang sedang bersantai diruang depan menatap heran ke arah putri mereka.
"Nak, wajahnya kenapa cemburut? nanti cantiknya hilang loh," ucap Bagas
Zia menghentikan langkahnya saat mendengar suara dari penyemangat hidup nya. Bahkan dari tadi gadis itu tidak menyadari keberadaan orang tuanya disana. Zia memutar balik tubuh nya menghampiri orang tuanya yang sedang bersantai.
Zia menghela nafas panjang dan mengambil posisi duduk ditengah-tengah orang tuanya.
"putri Mama capek banget ya." Anisa bisa melihat wajah putrinya yang sangat melelahkan.
Zia hanya menganggukan kepala tanpa berbicara sedikit.
"Latihannya lancar Nak?" Bagas mengelus rambut putrinya
Lagi-Lagi Zia hanya menganggukan kepala tanpa menjawab.
Sepasang suami istri mengeryit binggung melihat tingkah putri nya yang tiba-tiba berubah menjadi pendiam gini.
"Kamu istirahat aja dulu, nanti mama bangunin sebelum magrib." ucap Anis a sambil memegang tangan anaknya.
Wanita itu melihat memar merah dipergelangan tangan putrinya." Tangan kamu kenapa Nak?" Anisa mengusap pelan memar merah yang sedikit mengeluarkan darah ditangan Zia.
Bagas langsung meraih tangan Zia." ini harus segera diobatin Nak."
"Nggak perlu Pa, bukan luka besar nggak perlu diobatin." ucap Zia. Gadis itu merasa senang ketika orang tuanya sangat memperdulikan keadaaan dirinya.Tapi dia juga tidak ingin melihat mereka khawatir hanya karena dirinya.
Bagas menekan memar ditangan Zia, terdengar rintihan sakit dari mulut Zia." Ishh, Jangan ditekan Pah, sakit!"
"Maka nya jangan keras kepala, Luka nya harus segera diobatin." Anisa beranjak untuk mengambil p3k untuk mengobati luka putrinya. Mereka selalu mengutamakan kesehatan anak nya, walaupun luka sedikit pun mereka tetap akan mengobatinya.
Zia hanya menuruti perkataan orang tuanya.
Bagas mengambil alih untuk mengobati istrinya. Pria paruh baya itu selalu menyempat waktunya untuk mengobati luka putrinya dari kecil sampai sekarang, semuanya tidak pernah berubah. Bagas hanya ingin melakukan perannya sebagai seorang Ayah untuk selalu melindungi putrinya.
Bagas terus saja mengoceh tanpa jelas sambil memberi salap pada tangan Zia, Sekali-kali pria paru baya itu juga mengingati Zia untuk bisa melindungi diri sendiri, jangan cerobah dan banyak lagi. Zia dengan senang hati mendengar setiap ocehan yang keluar dari mulut pria yang begitu berharga dihidupnya.
"Siapa sih yang berani nyakitin putri dari Bagas." Bagas mulai mengoleskan salap dipergelangan tangan putrinya.
"Dia nggak tau Papa kali, makanya berani nyakitin aku." ucap Zia yang terkekeh melihat wajah Papanya yang begitu serius
"Enak aja tuh orang, Papa susah payah buat melindungi kamu, tapi tuh orang malah nyakitin kamu. Seperti nya dia pengen ngerasain bungkeman dari Papa deh." ucap Bagas yang langsung meragakan aksi meninjunya diudara.
Zia tersenyum melihat Papanya yang selalu berusaha untuk menghibur dirinya." Pasti nanti tulang-tulang nya pada patah seemua. Terus diambil untuk buat sop, setelah itu Papa makan deh sopnya," Zia menahan tawa
"Kenapa jadi papa yang makan sop dia?"
"Karena Papa penyebab dia dibuatin sop."
Obralan yang tidak jelas terus berlanjut antara seorang ayah dengan anak perempuannya. Bahkan mereka sudah membahas tentang kambing jantan tetangga yang frustasi karena tidak juga mendapatkan kekasih hidupnya sikambing betina. Satria pengusaha sukses berubah menjadi seorang pelawak didepan putrinya hanya untuk menghibur hati putrinya, yang dia yakini sedang tidak baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elfath (Selesai✓)
Teen FictionElfath Bintang Adrian, sosok yang sangat di kagumi banyak orang, karena kebaikan hatinya yang suka menolong sesama. Cuek, tapi perhatian. Laki-laki yang selalu menebar senyuman manisnya, dalam keadaan apapun. Memiliki wajah tampan, membuat semua kau...