"Kita beruntung banget dek, bisa dapetin kosan itu!"
"Mas, jangan ngebut-ngebut." aku memperingatinya.
Mas Rio pun menurunkan kecepatan motornya. Sesekali dia memegang tanganku.
"Biar lebih lama mesra-mesraannya, ya..?"
"Kalau nanti kita kecelakaan terus meninggal, kasian kan Banyu sama ibu, mas."
"Yeee, jangan berdoa yang jelek-jelek lah. Berdoa tuh yang indah. Misalnya --- kita ditakdirkan berdua selamanya. Hheehee..."
"Emang Mas Rio udah punya pacar?"
"Semalem tuh, mas sama si Agus abis ketemuan sama cewek. Kita kenalan di tinder. Anaknya sih biasa aja. Tapi itunya --- gede banget!"
"Itunya apa, mas?"
Mas Rio ngelus tanganku. "Gak perlu tahu! Kamu masih kecil!"
"Umurku 19 tahun, mas."
Kita berangkat abis subuh tadi. Bukan Mas Rio namanya, kalau susah banget buat dibangunin. Udah aku kepret pakai air, dia masih aja ngorok di bawah selimutnya.
Baru deh, saat aku iseng cium pipinya kedua matanya langsung membuka lebar, dan dia memelukku erat banget.
"Sarapan apa ya enaknya?"
"Di rumah aja. Pasti ibu udah buatin sarapan."
"Mas udah bilang sama ibu, buat gak nyiapin sarapan. Soalnya kita mau sarapan di jalan."
Mas Rio menepikan motornya, di depan warung nasi uduk. Sebetulnya, jarak rumah dari warung ini udah gak jauh lagi. Mungkin sekitar 10 menitan, kalo Mas Rio bawa motornya ngebut kayak tadi.
"Mulai kuliah kapan?"
"Bulan depan, mas. Aku kepilih jadi panitia ospek. Jadinya aku harus ikut rapat-rapat."
Mas Rio ngeliat ke bawah meja. "Ingetin ya, pas nanti kita udah pindahan mas mau beliin kamu sepatu."
"Sepatuku emang kenapa?"
"Gak bosen emangnya, kamu pake sepatu yang itu-itu aja?"
"Orang masih bagus juga."
Mas Rio ngerubah topik pembicaraan. "Si Agus dapet kosannya sempit. Mana sebulannya dua juta. Itu juga belom listrik sama gak ada AC-nya."
"Yang bener, mas?"
"Silahkan."
"Mang, kopi dong. Tapi gak usah pake gula."
"Siap, mas."
Mas Rio langsung ngelahap nasi uduk balado telor, dengan lahap sekali.
"Kan pahit banget, mas."
Mas Rio natap aku. "Kan manisnya udah ada di kamu. Cukuplah. Hheehee.."
Diem-diem aku ambil foto dengan kamera hapeku. Habis, Mas Rio ekspresinya lucu banget. Apalagi pas lagi nelen telor balado, satu buletan utuh!
"Heh, foto-foto! Awas aja kalo buat bahan coli!"
"Mas Rio, apaan sih..."
"Hehehe..." Dia malah cengengesan. "Yaa, kali aja gitu."
Lagi-lagi aku keduluan buat ngebayar. Padahal tadi itu Mas Rio cuma pamit sebentar, katanya mau beli rokok di warung. Tapi ternyata, dia sekalian bayar dua piring nasi uduk yang kami pesan.
"Apa sih mas, ngeliatin terus?"
"Lucu aja." Mas Rio kelihatan belum mau beranjak buru-buru. "Ngeliatin kamu lagi ngerokok."
KAMU SEDANG MEMBACA
-VANO-
Teen FictionHai, namaku Alvino. Dan ini adalah kisahku... :) FYI : Cerita ini bersifat fiktif. Semua nama tokoh, tempat, waktu, kejadian, serta organisasi merupakan imajinasi penulis.