33

373 44 0
                                    

Tok..

Tok..

Tok..

Cklek.

"Maaf ya..."

Aku cuma bisa mengangguk padanya. Ini sudah jam 01.55 dini hari, dan David baru sampai di apartemen.

Gak masalah, jika dia gak bantuin pindahan tadi. Karena barangku dan miliknya yang enggak seberapa banyak.

Cuma masalahnya, aku coba telepon dia, tapi dia gak jawab-jawab teleponku.

"Gue beli nasi goreng."

"Aku udah makan. Tadi Mas Reno bawain bawain makanan dari Tante Natasya."

"Kalo sering dikasih, kesannya kita kayak aji mumpung."

"Ya terus, gimana? Aku tolak? Atau aku buang aja?"

David memelukku. Dia mencumbu bibirku lembut. "Maaf ---" Bagaimana aku tahu, apakah dia mengatakannya dengan tulus, sementara tangannya dengan nakal menelusup masuk ke dalam celanaku.

Hidungku mencium bau yang aneh darinya. Bukan bau asem keringatnya. Tapi --- antara bau parfum mahal, dan --- alkohol.

"Gue mau mandi dulu. Mau ikut gak?"

"Bukannya kamu udah mandi?"

"Kata siapa?"

Kuberikan handuk padanya. "Yang bersih."

"Mau ikut gak...?"

"David ---"

David menggoyangkan pinggulnya. Kontolnya yang masih terkulai pun ikut bergoyang.

"Ada yang pengen diangetin nih..."

Aku tutup pintu kamar mandi. Dan aku kembali naik ke kasur. Kembali, aku teringat dengan apa yang baru aja kulakukan dengan Arfan sore tadi.

Mungkin karena aku baru pertama kali melakukannya dengan Arfan, jadi aku masih teringat dengan bentuknya kontolnya, suara desahannya, kehangatan tubuhnya saat dia memelukku...

David sudah selesai mandi. Dia keluar dengan telanjang bulat. Melompat ke kasur, lalu memeluk, dan menciumi pipi, hidung, bibir, leher, dan kedua putingku.

Sebetulnya aku sangat ngantuk dan gak mood untuk melakukannya. Namun, lagi-lagi David sukses membuat libidoku naik perlahan.

Kontolku menegang. Namun kudiamkan saja. Kubiarkan David melakukan apapun yang dia suka dengan tubuhku ini.

Dia memiringkan tubuhku. Sambil memelukku dari belakang, dia melakukannya.

Setiap kali kontolnya menyentuh prostatku, kontolku kian berkedut. Kurasakan David makin mempercepat gerakkannya. Sepertinya dia akan mencapai klimaksnya.

Crrroottt...!

Spermanya sampai mengalir keluar dari lobangku. Dia mengecup leherku, sambil menggigit kecil.

"Makasih ya..."

"Hmmm..."

Dia tak langsung mencabut kontolnya. Kudengar suara dengkuran kecil dari mulutnya.

Apakah benar, dia selelah itu...??

Yasudahlah. Aku gak peduli, dengan apa yang dia lakukan di luar sana. Yang terpenting, dia gak tahu kalo tadi aku habis melakukan seks terenak dan terdahsyat dengan Arfan.





Adzan subuh berkumandang di hapeku. Aku mengucek mata, sambil membangunkan Mas Rio yang masih tertidur pulas di sebelahku.

-VANO-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang