Author POV.
Baskara dan Tian, memanggil anak semata wayang mereka. Ada beberapa hal bersifat penting, yang ingin mereka bicarakan kepadanya.
"Hasil tes VCT Frans sudah keluar." Baskara menatap bergantian dua remaja yang ada di hadapannya.
"Frans..." Tian menghela. "Sebelumnya, kami minta maaf.."
"Appa, gak usah bertele-tele!" Jason tak sabaran.
"Positif." Tian memegang tangan Baskara.
Air mata Frans jatuh begitu saja. Tentu saja, berita ini semakin memperjelas bahwa ia benar-benar positif HIV.
"Kalian boleh pacaran, asalkan kalian melakukan banyak kegiatan positif." Baskara melanjutkan.
Dahi Jason mengerenyit. "Maksudnya gimana sih, pa?!"
"Yang appa maksud positif itu, meskipun appa dan papa memperbolehkan kalian berpacaran --- tapi kalian harus tetap melakukan banyak kegiatan yang 'positif'".
"Jadi Frans itu positif apa negatif, appa...?!"
Baskaran dan Tian sama-sama tersenyum. "Negatif."
"Berarti yang dibilang Vano itu bener!"
"Memang, Vano bilang apa?" tanya Baskara.
"Sebetulnya waktu itu Frans juga udah tes sama Vano. Dan hasilnya negatif, pa. Cuma Frans masih gak percaya."
"Jason ---" Raut wajah Baskara berubah serius. "Ada satu hal lagi yang harus papa dan appa bicarakan."
"Hmmm..?"
"Papa dulu pernah menikah."
"Apa orang itu lebih keren dari appa?" Jason menoleh pada Frans. Lalu keduanya sama-sama tersenyum.
"Dia wanita, Jason." Tian yang melanjutkan.
"Jangan bilang kalau papa punya anak dari wanita itu..?" Ujar Jason sinis.
"Memang demikian."
Ekspresi Jason berubah drastis.
"Apa wanita itu dan anaknya akan tinggal disini juga...?!" nada suara Jason meninggi.
"Wanita itu --- Tante Meysa."
"Meysa ---" Jason berfikir sejenak. Kemudian emosinya meluap-luap. "Jadi, Arfan itu anak papa?!!" wajahnya Jason merah sekali. "Aku gak mau kalau manusia itu tinggal disini!!"
"Vano." Suara Tian membuat Jason mereda.
"Vano?"
Baskara mengangguk lemah. "Vano adalah anak kandung papa dan Tante Meysa."
Jason kembali duduk. Sepertinya dia masih agak bingung dengan semua yang dikatakan oleh papa dan appanya.
"Terus, kenapa papa harus bercerai?"
"Kondisinya ---"
"Bukannya Vano pernah bilang, kalo dia diadopsi sama kakeknya dari panti asuhan?"
"Jason ---"
"Apa itu artinya..." Jason menatap intens Baskara. Matanya berkaca-kaca. "Papa dan Tante Meysa membuangnya?"
"Papa tidak pernah membuangnya, Jason."
"Kalian melakukannya, demi ego dan kepuasan nafsu semata...?"
"Jason..."
"Kenapa papa setega itu..?"
"Waktu itu papa dijodohkan, Jason! Untuk bisa meneruskan warisan dari kakek, papa harus menikahi Tante Meysa dan mempunyai anak darinya!"
"Warisan...?"
"Saat itu papa tidak tahu, kalau ternyata Tante Meysa sedang mengandung anak papa.."
"Papa membuang Vano, lalu mengadopsi aku --- semuanya demi warisan...?"
"Jason..."
Jason pun bangkit. Dia meninggalkan ruang tamu, tanpa mengatakan sepatah kata apapun.
Di kamarnya, dia terus memikirkan sosok Vano. Sosok yang selalu hadir menemaninya, disaat semua teman-temannya menjauh karena jijik dengan statusnya yang memiliki dua ayah.
'Tapi kamu tetap beruntung. Karena kamu memiliki dua orang ayah yang akan selalu mencintai dan melindungimu.'
'Uangku bisa habis, karena setiap hari aku harus membawakan nasi uduk semur kentang untukmu! Kapan kamu akan gantian mentraktirku...?'
'Kalau kamu sedih, kamu bisa pergi liburan dengan kedua ayahmu. Tapi aku...? Hanya bisa menangis di kamarku yang sempit..'
'Aku suka sama kamu...?! Jangan mimpi, Jason! Aku gak akan pernah suka sama cowok yang galaknya seperti singa hutan!'
'Selamat ulang tahun, Jason. Maaf, aku cuma bisa memberikan kue kecil ini. Karena uang gajianku sudah habis untuk membayar uang masuk universitas.'
"Jason..."
Jason masih diam mematung. Dia biarkan Frans menghapus air matanya. Dia tak peduli, kalau dirinya tidak terlihat keren lagi di mata Frans.
"Seharusnya kamu senang. Karena Vano adalah saudaramu."
"Senang...?"
"Kamu memang terlihat dingin, ketus, dan tidak pernah menyukainya. Tapi --- kamu tidak bisa membohongi perasaanmu.."
"Vano tidak pernah suka denganku. Kamu lihatkan, dia lebih memilih orang item itu..?!"
"Jason..." Frans mencium bibir Jason. Dan Jason pun balas melumatnya.
"Jika dia memilih si item itu, apa salah kalo aku memilih kamu?"
Frans mengangguk. "Hari ini kita sama-sama mendengar kabar yang baik."
"Apa itu artinya ---" Jason menatap Frans intens. "Aku boleh melakukannya?"
Frans tertawa pelan. Dia merogoh saku celananya. "Appa yang memberikannya ini padaku."
"Tapi ---" Jason menggigit bibirnya. "Aku belom pernah melakukannya."
"Mungkin, kita harus nonton bokep dulu sambil belajar pelan-pelan.."
"Kamu punya?"
Frans geleng. "Tapi, aku tahu siapa yang punya."
"Vano?"
"Mas Rio."
• • •
KAMU SEDANG MEMBACA
-VANO-
Teen FictionHai, namaku Alvino. Dan ini adalah kisahku... :) FYI : Cerita ini bersifat fiktif. Semua nama tokoh, tempat, waktu, kejadian, serta organisasi merupakan imajinasi penulis.