4

564 68 1
                                    

'Aku keluar, mas....!! Aku --- keluar...!! Akkkhhhh...'

Dengan tubuh bersimbah keringat, Mas Rio menindihku. Bibir kami saling melumat, namun tidak seliar saat sebelum dia memasukkan kontolnya ke dalam lubangku.

Kontolku masih berkedut. Sisa-sisa spermaku, masih saja menetes keluar.

Aku menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Kurasakan kenikmatan tiada tara, yang sedang terjadi di dalam lubang anusku.

Kedua mataku membuka. Kutatap langit kamar dengan nafas tak beraturan. Rasanya, benar-benar gak bisa kugambarkan dengan kata-kata.

Bola mataku bergerak ke arah kiri. Mas Vano yang masih duduk di atas sejadahnya sambil memperhatikanku dengan wajah melongok keheranan.

Seulas senyum canggung, menyungging di bibirnya.

"Nikmat banget ya mimpinya, sampai keluarnya banyak banget..."

Degh...!

Kugulirkan bola mataku ke arah bagian bawah tubuhku. Terlihat dengan jelas, kepala kontolku yang keluar sedikit dari celana dalamku.

Namun, yang membuatku lebih malu adalah, ternyata lelehan spermaku itu memenuhi paha, dan mengalir turun hingga membentuk genangan di sprei!

"Kenapa juga harus di kasur aku."

"Maaf, mas! Aku ---"

Mas Rio memegang kepalaku. "Mandi junub dulu sana. Mumpung masih ada waktu subuh..."

"Spreinya nanti aku ---"

"Nanti biar aku yang ganti. Udah, sana mandi..."

"Jangan bilang sama ibu ya, mas...!"

"Hhaahaa. Beres."

Udah sering aku mimpiin Mas Rio, tapi kenapa sekarang harus kejadiannya sih...? Padahalkan, sebelum-sebelumnya aku gak pernah mimpi sampai keluar segala...

Di meja makan, ibu udah nyiapin telor balado, sama sayur sop. Wangi aromanya, bikin perutku makin meronta-ronta.

"Bu, Banyu mau ikut piknik sama temen-temen."

"Iya. Pikniknya kan masih bulan depan."

"Tapi, temen-temen semuanya ikut."

"Piknik kemana? Lagian sekarang kan lagi musim ujan."

"Ke Pantai Carita, Mas Rio. Banyu mau ikut..."

"Banyu, disana itu serem. Banyak hantu, sama gelombangnya tinggi-tinggi."

"Kamu itu, gak usah nakutin adikmu toh.."

"Emang berapa biayanya, bu?"

"Tiga ratus ribu."

"Mahal ya, bu. Perasaan jaman aku dulu, cuma dua puluh ribu."

"Boleh ya, bu."

Begitu aku muncul, mereka langsung mengubah topik pembicaraan. Banyu menatapku dengan raut mau nangis. Aku bisa saja menyuruhnya untuk memecahkan celengan babi yang dia sembunyikan, tapi..., pasti nanti jadi ruwet masalahnya.

"Bu, Rio sama Vano kan kerjanya mau dipindah ke Kemang. Semalem juga Rio udah kontekkan sama Agus. Rencananya, hari ini atau besok Rio mau ngeliat kosannya."

"Jangan yang mahal-mahal, mas."

"Enggak kok. Lagian kan, kita bisa patungan."

"Ibu cuma bisa pesan, kalian jangan lupa tetap sholat. Istirahat kalau sudah waktunya istirahat. Jangan sampai telat makan. Kalau bisa, selalu stok makanan dan obat."

-VANO-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang