Huaaahhshhiihhh....!!
Aku bersin kencang sekali. Entah kenapa, tiba-tiba hidung terasa gatel banget.
"Lagi ada yang ngomongin kamu tuh..."
"Gak usah sok tahu deh, mas! Masih lama keluarnya?"
"Udah daritadi."
"Mas Rendra...!!" Aku langsung bangun dan berbalik padanya.
"Pelan-pelan, dek! Kontolku kan sakit!"
"Kenapa gak dikeluarin di mulutku...?!"
"Terlanjur, dek."
"Asli nih orang! Nyebelinnya sama banget kayak Mas Rio!"
"Emang, aku sama Rio kerenan mana?"
"Ya Mas Rendralah! Badan Mas Rendra atletis! Kontolnya juga gede! Meskipun abis keluar, tapi kontolnya masih tegang."
"Haha..."
"Kalo Mas Rio nih ya, udah perutnya lembek. Kontolnya juga kalo abis crot, pasti langsung ngampleh."
"Mungkin impoten."
"Awalnya aku penasaran banget, gimana rasanya ngentot sama dia. Pas sekali udah nyoba, malah aku nyesel banget."
Aku lap sampai bersih, kontolnya Mas Rendra pakai tisu basah. Baru deh, aku mainin lagi. Aku kenyot-kenyot sambil aku tusuk-tusuk lubang kencingnya dengan lidahku.
"Istirahat dulu, dek."
"Gak ada! Pokoknya harus keluar lagi!"
Mas Rendra meringis. Antara sakit, ngilu, tapi keenakkan juga.
"Jadi bener, mas sama Mbak Sri pacaran?"
"Itu dulu. Sekarang kan dia udah punya suami."
"Jangan bohong!"
"Sakit, dek!!"
Aku makin keras menggenggam batang kontolnya. "Ayo, jawab jujur!"
"Kalau gak percaya, ayo main ke rumahnya! Nanti aku kenalin sama suami dan anaknya!"
"Awas aja kalo bohong! Aku gigit sampai putus!"
Aku sama Mas Rendra harus jalan jauh dulu ke bandara, cuma buat ngambil uang. Ini salah satu trikku, agar si bodoh Emilio ngira kalau aku akan pergi ke luar dari daerah ini.
Setelah kembali dari Jakarta, perasaanku jadi lega banget. Mas Rendra sudah melunasi hutangnya ke rentenir bajingan itu. Mas Rendra juga sudah meluruskan semua kesalahpahaman dengan adik dari ibunya.
Dan yang terpenting, Mas Rendra dan aku juga sudah melihat dengan mata kepala sendiri --- kalau Azka baik-baik aja.
Ngeliatnya juga gak sengaja banget sih waktu itu. Pas aku lagi ngelongok-longok ke Lunar dari minimarket yang ada di seberangnya, tahunya aku ngeliat si Azka lagi naik mobilnya Kak Gavin.
Mas Rendra sih ngiranya kalau adiknya itu mungkin kerja sambilan di Lunar. Padahal mah, aku tahu pasti Kak Gavin ngira kalau Azka itu adalah aku. Mungkin, si koko juga bakalan ketipu.
"Assalamualaikum, Azka...!!"
"Waalaikumsalam! Sebentar, Din!" Aku langsung bergegas ke depan, padahal aku belom selesai mengeringkan rambutku.
"Jangan lari-lari, nanti kepeleset." nenek mengingatkanku.
"Iya-iya. Nanti aku pel."
"Anak itu --"
"Apa?!" aku melotot ke Mas Rendra.
"Lama-lama kamu mirip dengan Azka."
"Enak aja!"
KAMU SEDANG MEMBACA
-VANO-
أدب المراهقينHai, namaku Alvino. Dan ini adalah kisahku... :) FYI : Cerita ini bersifat fiktif. Semua nama tokoh, tempat, waktu, kejadian, serta organisasi merupakan imajinasi penulis.