Hari ini, koko meminta semua pegawainya untuk berkumpul. Selain membagikan seragam yang tentunya lebih baru, dia juga menjelaskan beberapa hal disini.
"Kalau di cabang kalian bekerja sebelumnya, kasir antara tamu reguler dan online disatukan, kini akan dipisah."
Mulai deh, mereka kasak-kusuk sesama pegawai.
"Kasir untuk online, ada di sisi sebelah kanan."
Ohhh, pantes aja --- daritadi aku bertanya-tanya, untuk apa ruangan kecil di sebelah sana itu...?
"Jika sebelumnya kalian mencatat orderan dengan kertas, lalu membawanya ke kasir... Disini, kalian akan mencatat order dengan alat ini."
iPod touch. Entah generasi lima atau enam, yang dipegang koko itu.
"Setiap orderan yang datang, akan langsung tercetak otomatis ke mesin yang ada di kasir dan kitchen. Jadi, kalian tidak perlu bolak balik lagi."
Mereka kasak-kusuk lagi. Tapi menurutku, ini sebuah langkah kemajuan besar yang dilakukan koko.
"Sistem absensi kita, juga berubah. Dengan fingerprint." Koko mengacungkan jempol kanannya. "Tidak ada lagi yang bisa titip absensi kalau telat. Mengelabui jam lebur dan lainnya."
Mas Rio pernah melakukannya. Waktu itu dia telat dateng, gara-gara harus ke kampusnya dulu. Jadi, dia minta tolong diabsenin dulu sama temannya.
"Mengenai pelanggaran dan sanksi..."
Beberapa barista, seperti Mas Rio dan Mas Agus, langsung bermuka masam.
"Satu hari kalian tidak masuk, tanpa keterangan jelas --- gaji akan saya potong dua ratus ribu!"
"Keterlaluan gak sih...?"
"Iya. Pak Oliver kejam...!"
"Dasar homo uncut!"
Refleks aku injek kaki kirinya Mas Rio.
"Sakit tau, dek!"
"Jangan sembarangan ngomong!"
"Ehhh, emang kenyataan gitu. Biasanya nih ya, cina-cina gitu kan pada gak sunat!"
Koko Oliver itu jelas disunat. Lagian ya, kalo dibandingkan antara kontolnya Mas Rio sama kontolnya koko, jelas jauh lebih indah bentuk kontolnya koko ketimbang Mas Rio. Ditambah lagi, kontolnya koko itu putih-putih kemerahan dan bulu-bulunya juga dicukur rapih.
Gak kayak kontolnya Mas Rio yang item, ngelengkung ke bawah, dan --- bulunya amburadul gak karuan.
"Vano..."
"Vano..."
"Vano..."
"Hoiii, dipanggil itu!" Mas Rio mengagetkanku.
"Hadir, pak!" Seruku sambil mengangkat tangan kanan.
Kak Gavin tertawa melihatku. Aku ngerasa, dia makin fresh dengan potongan rambutnya yang baru itu.
"Mulai detik ini, kamu tidak akan mencuci piring lagi."
Aku terdiam. Rasanya, tubuhku bergoyang-goyang seperti batang padi yang tertiup angin, ke kanan dan kiri.
"Kamu akan pindah, ke tempat baru itu."
Aku menelan ludah. Itu artinya, aku harus bertatapan muka dengan para driver ojol setiap harinya. Dan aku harus siap, kalo mereka mengeluh karena waktu orderan yang lama saat resto lagi dalam kondisi jam sibuk.
"Kamu tidak sendiri tentunya. Nanti akan ada pegawai lain yang menemani."
Mas Rio ngerangkul aku. "Ciee, ada yang naik jabatan. Kalo gitu, nanti malem aku traktir nasi liwet deh..!"
KAMU SEDANG MEMBACA
-VANO-
Teen FictionHai, namaku Alvino. Dan ini adalah kisahku... :) FYI : Cerita ini bersifat fiktif. Semua nama tokoh, tempat, waktu, kejadian, serta organisasi merupakan imajinasi penulis.