45

296 39 1
                                    

Author POV.

"Vano --- anak kandung mami dan Om Baskara..."

Arfan diam mematung. Pikirannya bercabang kemana-mana. Tatapan matanya seolah kosong.

"Sayang..." Natasya memegang tangan Arfan.

Arfan mengerjap. Kemudian, senyumnya mengembang lebar. "Berarti, nanti Vano tinggal sama kita...?!"

"Mami harus membicarakan hal ini dengan Om Baskara terlebih dahulu."

"Mi, apa Vano udah tahu?"

Meysa menggeleng. "Mami sama Om Baskara lagi mencari waktu yang tepat."

"Sekarang aku paham, mi! Bakat melukisnya Vano, berarti turunan dari mami!"

"Dari kemarin, bunda sama mami itu takut sekali mau membicarakan hal ini sama kamu." ujar Natasya.

"Kenapa harus takut, bunda?"

"Bunda takut, nanti mami melukai perasaan kamu."

"Aku malah bahagia, mami! Aku malah udah feeling dari awal."

"Feeling katanya.." Natasya dan Meysa tertawa renyah.

"Waktu itu aku pernah ngomong sama Vano, kalo aku bisa jadi kakaknya. Yaa, meskipun umurnya tuaan dia. Tapi Vano mau-mau aja loh, mi!"

"Karena badan kamu lebih bongsor." Ujar Natasya sambil menepuk lengan Arfan.

"Kapan kita ngasih tahu Vano, mi?"

"Secepatnya."

"Kalo bisa sebelum puasa ya, mi! Soalnya aku mau puasa bareng sama Vano."

"Kayaknya ada yang semangat sekali menjadi seorang kakak." Natasya tertawa lagi.

"Tapi harus diingat Arfan, Vano itu lebih tua dari kamu."

"Iya, mami."

"Arfan, boleh bunda tanya sesuatu?"

"Iya, bunda..?"

"Kemarin-kemarin, Arfan pakai kartu kredit lagi?"

Arfan ngangguk. "Waktu aku main ke apartemennya, Vano lagi mecahin semua celengannya, bunda. Katanya Vano lagi gak punya uang. Sementara dia harus bayar daftar ulang kuliah, beli buku-buku, dan --- hapenya juga rusak. Layarnya pecah."

"Bukan buat Nisa, kan?"

"Ada yang lagi ngomongin aku ya..?"

"Nisa...?!"

Sebelum duduk, Nisa mencium tangan bunda dan maminya Arfa bergantian.

"Kamu dekil banget sih, Nis?"

"Ya dekilah! Namanya juga seharian abis ngospek!"

"Nis, ada yang mau aku omongin!" Arfan menarik Nisa ke kamarnya.

"Jam tujuh, kalian turun untuk makan malam."

"Siap, bunda...!"

Nisa langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur Arfan.

"Aku punya berita bahagia, Nis!"

"Eiiittsss...! Gue dulu!" Nisa duduk bersila. "Belakangan ini gue ngerasa ada yang aneh sama Vano."

"Vano itu..."

"Gue dulu napah, cong!"

"Yaaa..., Vano kenapa?"

"Sikapnya aneh banget gitu."

"Bukannya kamu yang aneh?" Arfan mengambilkan root beer dingin kalengan, dari kulkas di kamarnya.

"Gue ngeliat dia tiga kali jalan bareng sama Dean di kampus!"

"Dean?"

"Udahlah, lo mah gak bakalan tau!"

"Dia ganteng?"

"Ganteng sih enggak. Yaa, chinese gitu."

"Yaa, mungkin karena mereka teman satu fakultas."

"Lo bayangin, si Vano masuk ke mobilnya Dean --- terus, mereka baru keluar setengah jam-an gitu."

"Mungkin Vano numpang ngecas hape."

"Gak cuma itu, si Vano jadi genit banget sama maba-maba! Apalagi yang cewek-cewek."

"Masa?"

"Demi tuhan, Arfan! Lo kira, mata gue udah rabun..?!" Nisa jadi emosi sendiri. "Jijik banget asli, gue ngeliat gaya tengilnya."

"Semua orang kan bisa aja berubah, Nisa."

"Berubah...?!" Nisa memelotot. "Si item itu sendiri yang bilang, kalo si Vano gak sunat!"

"Gak sunat..."

"Jangan potong gue dulu!" Nisa menunjuk dengan semangat berapi-api. "Kalo warna kulit, bisalah berubah. Dari putih jadi dekil, karena kelamaan kejemur matahari. Cuma, apa bisa burung yang udah disunat, terus kulupnya jadi numbuh lagi?"

Arfan terduduk dengan pikiran yang mengganjal.

"Nisa, aku juga tahu itu."

"Hah?! Wait-wait!" Nisa menarik pundak sepupunya. "Maksud lo..."

"Aku dan Vano sudah berhubungan seks beberapa kali..."

"Pelakor! Lo tau kan, kalo si Vano sama David itu udah bf-an...?!"

"Aku tahu, Nisa. Tapi aku udah terlanjur menyukainya. Dan aku gak bisa nolak..."

"Gila...!"

"Aku juga bingung, kenapa Vano jadi berubah seperti gak disunat.."

"Gimana kalo kita tanya langsung ke si item?!"

"Hmmm..."

"Mendingan lo jujur aja sama dia. Fair-fairan aja. Lo suruh Vano buat nentuin pilihannya."

"Kalo dia milih David?"

"Ya lo harus terima."

"Vano itu anak kandungnya mami, Nis."

"ANAK KANDUNG GIMANA?! EMANGNYA BISA LESBI PUNYA ANAK...?!"

"Nisa.."

"Astaga!!! Sorry, Fan..."

"Mami pernah menikah sama Om Baskara."

"Baskara papanya si bule jejadian itu..?!"

Arfan mengangguk. "Mami dan Om Baskara menikah karena sebuah perjodohan. Mereka menikah, karena punya tujuan yang sama. Warisan."

"Gue gak bisa ngebayangin gimana reaksinya si Vano.." Nisa jalan mondar-mandir. "Dia punya bokap gay dan nyokap lesbian. Tapi, dia dibuang karena keegoisan kedua orang tuanya..! Haalaaahh...!!" Nisa ngibasin tangannya. "Kalo gue sih gak peduli. Yang penting, bonyok gue kaya raya. Dan kehidupan gue terjamin!"

Ponsel Arfan berdering. Panggilan masuk dari nomernya Reno.

'Fan, Vano ada di rumah?'

"Gak ada, mas."

"Adanya aku nih...!!" Nisa ikutan nimbrung.

"Emang kenapa, mas?"

'Vano --- kabur.'

"Kabur gimana, mas?! Mas Reno jangan asal bicara!"

'Kamu dateng aja ke apartemen. Nanti kita bicarain semuanya.'

"Nis, ayo...!"

"Ayo kemana?"

"Vano kabur."

"Apa lo kata?!!"

"Ayo cepetan!!"

"Gue yang bawa mobil ya..?!"

"Aku gak mau dirawat di rumah sakit lagi, Nisa..."

"Sialan, lo!"

• • •

-VANO-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang