38

339 39 0
                                    

Cciittt...!!!

"Aduhhh...!!" Aku sampai jatoh dan terpentok dengan jok depan. "Gak bisa pelan apa?!"

Brakk..!

Aku ngelongok keluar. Lagi di pom bensin rupanya. Kebetulan ada mesin ATM juga.

"Mau kemana kamu?"

"Mau pipis. Kenapa? Mau ikut?"

Orang itu, kalo aku liatin lama-lama mirip sama Mas Rio. Tapi bukan dari wajah ataupun postur tubuhnya loh. Melainkan dari mulutnya yang cerewet dan sikapnya yang menyebalkan itu.

Aku langsung masuk ke bilik ATM. Akan kukuras semua uang yang ada di kartunya Emilio ini.

Ehh, kayaknya ada yang kelupaan...

"Abang..."

"Hmmm..."

"Bagi uang dong." Hmmm, ternyata orang ini wangi juga.

"Buat apa? Rokok lagi?"

"Tisu, bang. Di sana gak ada tisu."

Dia ngeluarin dompetnya yang kucel. Aku ngelongok, pas dia ambil selembar uang dua ribuan dari dalamnya.

Mana isinya...?

"Jangan ---"

"Oke, makasih."

Aku buru-buru ke warung kelontong yang ada di depan pom bensin.

"Bu, beli kantong plastik dua ribu."

Dasar ibu-ibu, udah syukur aku beli dagangannya. Ehh, dia malah kepo pake tanya-tanya segala buat apaan kantongnya...?

Tat.. Tit.. Tut..

"Loh kok...?" Aku tekan berkali-kali tombol di mesin atm-nya, tapi transaksinya ditolak. "Masa cuma bisa ambil segini?"

Ahhh, daripada aku gak pegang uang sama sekali. Lagian, kalo jumlah segini cukuplah buat biaya hidupku sementara. Kalo kurang, kan bisa ambil lagi besok.

"Kamu dari toilet apa atm?"

"Dari toilet, terus ke atm. Udah selesai isinya, bang?"

Pria itu mengangguk. Kalau aku lihat-lihat, sepertinya tangannya agak berotot juga.

Aku masih duduk di bangku belakang. Kalau di depan, aku takut akan ketahuan lagi sama Emilio dan anak buahnya.

"Uang daftar ulang, sudah kamu bayarkan?"

"Hmmm, udah."

"Nanti abang mau telepon sekolah kamu. Kalau ternyata kamu belum bayaran, abang akan lepas tangan."

"Iya, abang."

Sebenarnya pria ini wajahnya sih wajah ramah. Cuma, kenapa dia galak dan judes banget ya sama aku...?

"Bang, ac-nya gak dingin."

"Kamu lupa, kamu udah berbuat apa sama taksi ini?"

"Ehhh --- iya. Maaf."

Aku kembali duduk senderan. Sedikit demi sedikit, aku bisa tahu orang seperti apa Azka itu. Aku yakin, pasti dia lebih menyebalkan dan brengsek dari Jason.

Setelah muter-muter dibawa ke daerah yang belum pernah aku lewatin, taksi ini berbelok memasuki kawasan padat penduduk.

Gak cuma rapet rumah-rumahnya. Tapi disini, aku gak lihat sama sekali pohon. Ditambah lagi, banyak gunungan sampah di kanan dan kiri lapangan.

Pria itu turun, sambil membawa tas ranselnya. Aku pun mengikutinya dari belakang.

Anak-anak kecil, sampai remaja tanggung rame dimana-mana. Ada yang lagi main gundu, layangan, gitaran, nongkrong sambil ngerokok, dan --- tik-tokan.

-VANO-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang