13

418 60 1
                                    

Nisa aku telepon, tapi gak dijawab-jawab. Sampai divisiku udah dibubarin, dan aku juga udah selesai sholat ashar, itu orang gak jelas keberadaannya ada dimana.

Tling..!

'Iya, bentaran lagi. Aku lagi cck dulu.'

Apa sih dia itu. Suka singkat-singkat kata, tapi cuma dia sendiri yang tau maksudnya.

"Ceweknya udah nungguin tuh.."

"David..?"

Dia lagi rupanya. Si cowok sawo matang, dengan wajah menawan dan bibirnya yang berwarna merah muda.

"Kirain udah pulang sama ceweknya."

"Nisa bukan pacarku, David."

"Udah tau." David duduk di sebelahku. "Lagian, lo sama dia juga gak cocok."

"Aku ini gak punya pacar. Lagian, mana ada cewek yang mau sama cowok yang gak bawa kendaraan ke kampus?"

"Yaa, gak gitu juga kali."

Diam-diam, aku lihat tangan David yang banyak uratnya itu. Sekilas, aku juga lihat dadanya yang bidang itu, tercetak jelas di balik kaos putihnya. Hanya saja, pas dia udah pake sweaternya lagi, semua itu jadi gak keliatan.

"Sayang banget ya, kita gak satu kelompok."

"Dua temenku cewek. Yahh, semoga aja mabanya gak pada nyusahin nanti."

"Lo belom mau balik?"

"Aku lagi nungguin, Nisa. Tapi gak tahu, dia belom selesai-selesai."

"Biasalah cewek.."

"Iya. Tadinya aku sama dia udah janjian mau ke galeri seni."

"Galeri  seni...?"

"M'Art.A.Fan Gallery."

"Ohh..., gue tau tuh!"

"Beneran?"

"Nyokap yang diundang. Tapi dia gak bisa dateng. Dua tiketnya dikasihin ke gue. Karena gue juga masih jomblo, jadilah gue cabut sendirian."

"Padahal aku juga kesana. Coba kalo ketemu ya ---"

Nisa telepon aku. Dengan entengnya, dia bilang kalo dia udah lagi otw pulang. Sejam lebih aku nungguin dia, dan sekarang malah aku yang ditinggal...?

"Kalo lo mau, gue bisa nganterin.."

"Jangan, Vid. Aku sendiri aja."

"Sekalian balik. Mumpung searah."

"Hmmm..."

Seseorang tiba-tiba berdiri di depanku, dengan sorot matanya yang tidak bersahabat.

"Balik sekarang?"

"Jason, aku mau ke galeri seni maminya Arfan dulu."

"Yaudah."

"Erngg --- David..."

"Buruan!" Jason langsung narik tanganku. Aku jadi gak enak hati dengan David, yang kutinggalkan begitu aja.

Begitu aku udah duduk di dalam mobilnya Jason, dia malah ngobrol lagi sama beberapa temannya di luar sana.

Lima belas menit berlalu, baru dia menyusul masuk dengan wajah agak ceria.

"Btw, siapa tadi?"

"David."

"Anak mana?"

"Sastra. Dia juga satu divisi sama aku. Cuma beda kelompok."

"Baguslah."

-VANO-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang