Bagai sebuah mukjizat, dokter mengatakan bahwa David hanya mengalami gegar otak. Kondisinya tidak terlalu mengkhawatirkan. Mungkin karena helm yang dipakainya itu, kualitas bagus, jadinya helm itu bisa melindungi kepalanya dari benturan kuat.
Waktu pertama melihat kondisi motornya, aku sangat syok sekali. Karena motor itu ringsek gak karuan bentuknya.
Aku sudah membayangkan yang tidak-tidak. Kalo motornya aja kondisinya bisa seperti itu, gimana dengan dia yang terpental sampai beberapa meter...?
"Van..."
Aku mengulas senyum. "Satu suapan lagi.."
"Kamu udah makan?"
Aku suapin sendok terakhir bubur nasi ke mulutnya. Dia mengunyahnya pelan-pelan, sambil terus menatap padaku.
"Maaf ya..."
Aku mengangguk. Sudah hampir tengah malam, tapi gak ada satupun keluarga David yang datang. Bahkan tadi, aku yang harus menandatangani surat persetujuan agar David segera ditangani oleh pihak rumah sakit.
"Kamu pulang aja."
"Keluarga kamu, gimana?"
"Aku gak papa. Besok juga aku udah baikkan."
"Van..."
Aku menggenggam telapak tangan David. Telapak tangan yang besar, namun rasanya sangat dingin.
"Ada atm di dompetku."
"Kamu gak usah mikirin hal itu. Yang penting, kamu cepat sembuh. Biar aku bisa ada yang nganterin lagi."
Kubiarkan David untuk istirahat. Tadi aku memberitahu Mas Rio, kalo aku nginep di rumahnya Nisa karena ada urusan kampus yang harus dibicarakan.
Aku gak bisa berkomunikasi lagi, karena aku gak bawa charger maupun powerbank.
Hape David --- tunggu dulu, setelah melihat ktpnya, ternyata dia dua tahun lebih tua dariku.
Tapi kenapa sih, orang-orang yang aku kenal mereka itu secara fisik kelihatan sangat dewasa dan mateng...?
Aku tiduran di sofa. Untungnya aku bisa pinjam selimut. Kalo enggak, mungkin aku udah menggigil kedinginan.
Perlahan mataku mulai memejam. Semoga besok kondisi David sudah menjadi jauh lebih baik. Karena lusa, aku gak mungkin masih berada disini untuk menemaninya.
•
•
•
•
•"Pagi..."
"Da --- vid?!" seketika aku terduduk. "Ka -- mu, kok..."
"Kan gue udah bilang, kalo besok gue pasti udah baikkan."
"Iya, tapi..."
Meski masih memakain infusan, tapi David sudah bisa berjalan-jalan sendiri. Aku kaget aja, pas dia keluar dari kamar mandi sendirian.
"Gue udah tanya suster, katanya lo yang bayarin biaya rumah sakit ya..?"
"Iya. Untung aku ada simpenan uang."
"Ingetin ya, nanti pas keluar kita ke atm dulu."
"Kamu mau pulang sekarang?"
David ngangguk. "Daripada uangnya buat bayar rawat inap, mending gue pake buat jalan sama makan."
"Tapi kan ---"
Kalimatku terhenti, karena tiba-tiba David mencium bibirku.
"Ehh, sorry ---" David melepaskan ciumannya.
Seketika itu aku bangkit dengan jantung masih berdebar. "Kamu mau sarapan apa? Biar nanti aku beliin..."
"Gue mau urus administrasi dulu. Abis itu kita keluar sekalian makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
-VANO-
Teen FictionHai, namaku Alvino. Dan ini adalah kisahku... :) FYI : Cerita ini bersifat fiktif. Semua nama tokoh, tempat, waktu, kejadian, serta organisasi merupakan imajinasi penulis.