52

289 37 0
                                    

Author POV.

"Yoo, bangun! Vano udah ketemu..!"

Kedua mata Rio langsung membuka. Apalagi ketika dia mendengar nama itu disebut. Nama dari seseorang yang, telah membuat ibunya meninggal dunia.

"Dia ada di rumah sakit sekarang."

"Rumah sakit?" Dahi Rio mengerenyit. Dia langsung menggendong Banyu. Karena gak mungkin juga, dia meninggalkan adiknya itu sendirian di apartemen.

"Aku sudah WA David."

"Tapi ---"

Rio pun membawa Banyu ke apartemennya David. Dengan perasaan terpaksa dan tidak enak, dia menitipkan adiknya itu ke David Namun, begitu David tahu kalau Rio ingin pergi ke rumah sakit untuk menemui Vano, David pun ingin ikut saat itu juga.

"Biar orang-orangku aja yang jaga, mas."

"Sorry ya, Vid."

"Gak papa, mas."

Malam itu juga, mereka langsung bergegas menuju RSCM.

Waktu menunjukkan pukul 02.35 dini hari. Tapi beberapa kali mereka melihat sekawanan pemotor yang sedang membagi-bagikan makanan untuk sahur.

"Tadi Om Tian WA aku."

"Tapi, Vano baik-baik aja kan?"

"Om Tian gak bilang apa-apa lagi, Vid."

Setibanya mereka di rumah sakit, mereka langsung bergegas menuju ruang ICU. Ada beberapa polisi yang terlihat sedang berjaga di depannya.

"Mister Chan ---"

"Gimana, Lee?"

"Dia bukan tuan muda." ucap Emilio pelan namun tegas.

"Bukan --- Vano?" Rio agak ragu mendengarnya.

"Iya, mas. Orang itu bukan Vano." Arfan keluar dari dalam ruang ICU.

"Apa dia ---" David tak melanjutkan kalimatnya.

Arfan mengangguk. "Dia orang itu. Yang memanfaatkan kita.."

"Boleh, saya lihat?" tanya Rio.

Polisi itupun memperbolehkannya. Ternyata, di dalam ruang ICU, masih ada Baskara, Tian, Meysa, dan juga Natasya.

"Rio..."

Rio mendekati sosok itu. Jantungnya kian berdebar. Emosi tiba-tiba menguasainya. Namun, baru saja dia berdiri di sisi sosok itu, dia langsung bisa mengenali kalau sosok itu bukanlah Vano.

Rio memegang tangan kanan sosok itu. "Vano tidak memiliki tanda bekas luka bakar."

"Rio ---" Baskara meremas sebelah pundaknya. "Ternyata, anak ini yang memanfaatkan David dan juga Arfan."

"Apakah dia juga yang ---"

"Namanya Azka. Rupanya anak ini terlibat dengan sindikat obat-obatan terlarang. Dia tertangkap sedang overdosis di dalam mobilnya, di area Bandara Soekarno Hatta."

"Azka ---"

Vano masuk dengan kursi rodanya. Emilio tampak membantu, mendorongnya.

"Alvino bukanlah pembunuh, Mas Rio. Alvino tidak akan pernah melukai orang-orang yang sangat disayanginya."

"Om sudah mengetahui alamat anak ini, melalui ktpnya." ucap Baskara.

Seorang pengawal Alvino masuk, lalu berbisik pada Emilio. Kemudian pria itu memperlihatkan sebuah rekaman video, beberapa minggu lalu yang terjadi di salah satu sudut area bandara.

Emilio memperbesar beberapa kali dua sosok yang tertangkap dalam rekaman cctv tersebut.

"Alvino..?"

Senyum Emilio mengembang. Namun, ada sedikit kecemasan yang tergambar pada wajahnya.

"Siapa orang yang ini? Apa yang sedang dia lakukan terhadap tuan muda..?"

"Kalo aku gak salah inget, bukannya orang ini mirip dengan orang yang waktu itu tertangkap kamera cctv ATM ya..?"

Mata Emilio membulat. Dia pun melihat kembali rekaman yang telah lalu itu, untuk membandingkannya.

"Ternyata mereka memang orang yang sama."

"Apa mungkin, orang itu masih ada hubungannya dengan Azka..?" Celetuk Arfan.

"Menurut data di kepolisian..." Emilio pun coba menjelaskan. "Tersangka hidup dan tinggal hanya berdua dengan kakaknya. Profesi kakaknya itu, diketahui sebagai supir taksi bodong..." Emilio menerawang sejenak. "Haruskah kita mendatangi alamat anak itu?"

"Lee, siapkan pesawat. Karena kita akan terbang ke Malang, malam ini juga!"

"Baik, Mister Chan."

"Pak Emilio, aku ikut..."

"Sayang, kamu disini aja ya..."

"Enggak, ma. Aku harus ikut! Aku harus ketemu sama Alvino!"

"Mi, aku juga mau ikut.."

"Arfan..."

"Kalau begitu, saya akan menyiapkan pesawat juga." ucap Emilio sambil memandang sinis pada Lee.

• • •

-VANO-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang