Author POV.
Rio berlari menelusuri lorong rumah sakit dengan perasaan tak karuan. Bagaimana tidak, dia mendapatkan telepon dari pihak kepolisian yang mengabarkan, bahwa ibu dan adiknya mengalami kecelakaan.
Namun, bukan itu yang membuat air matanya tak berhenti mengalir. Di perjalanan menuju rumah sakit, dia dikabarkan lagi bahwa nyawa ibunya tidak tertolong. Sedangkan adiknya, saat ini masih dalam kondisi kritis.
Sampai di kamar mayat, Rio langsung memeluk tubuh ibunya yang telah kaku.
"Bu...!!! Ibu...!!" Tangisnya pecah tak terbendung. "Bu, jangan tinggalin Rio sendirian...!!"
"Rio, ikhlaskan..." Reno coba menenangkan. "Allah pasti sudah menempatkan ibumu di sisi-Nya yang terbaik."
"Bu..." Rio tak sadarkan diri. Tubuhnya terasa dingin sekali. Untung ada Reno yang selalu menemaninya.
"Ren, bagaimana Rio?" tanya Baskara. Dia dan suaminya baru tiba di rumah sakit, sekitar jam 22.30.
"Rio masih pingsan, om."
"Adiknya bagaimana?"
"Operasinya sudah selesai. Tinggal menunggu siuman."
"Jadi gimana ceritanya, Ren?" Tanya Tian.
"Ibunya Rio mau nganterin adiknya ke apartemen. Tadinya Rio sudah melarang. Karena Rio sendiri yang akan menjemput adiknya besokkannya. Tapi, kayaknya ibunya mau diam-diam kasih kejutan ke Rio. Mangkanya, beliau dateng tanpa sepengetahuan Rio."
"Adiknya mau dijemput?"
"Rio bilang kalau ibunya dapat kesempatan ibadah umroh gratis, om."
"Ya Allah..." Tian menghela. "Kasihan sekali."
"Sebetulnya tuan muda yang merencanakannya..." Emilio muncul seorang diri. "Selamat malam. Saya Emilio. Pengawal pribadi, Tuan Alvino."
"Alvino?" Baskara tentu saja heran mendengar nama yang asing di telinganya itu.
"Anda pasti Pak Baskara dan Pak Tian."
"Benar. Maaf...?"
"Kalau gitu, aku mau temenin Rio dulu, om."
Emilio pun menjelaskan semuanya dengan sangat detail dan terperinci, kepada Baskara dan Tian. Tidak cuma berbicara sebatas kata-kata, dia juga menunjukkan beberapa foto dan video, sebagai bukti yang memperkuat ucapannya.
Tubuh Baskara bergetar hebat. "Anak ini ---"
"Jika anda ragu, sebaiknya lakukan saja tes DNA. Maaf, bukannya saya memaksa. Tapi, ada satu hal yang harus anda ketahui."
"Anak ini, adalah Vano anakku...?"
"Umur Tuan Vano tidak akan bertahan sampai setahun kedepan."
"Maksud anda?!" Tanya Tian.
"Tuan Vano, menderita kelainan darah dan saat ini, ada tumor di dalam otaknya."
"Aku sudah mendengar semuanya dari Arfan..." Meysa muncul dengan Natasya, dan juga Arfan.
"Meysa..."
Meysa mengangguk. Sungguh guratan kesedihan itu, tergambar jelas di wajahnya.
"Saat ini, Tuan Vano sedang dirawat di rumah sakit ini juga."
"Dimana...?" Suara Baskara nyaris hilang.
"Silahkan ikut dengan saya."
•
•
•
•
•Hasil tes DNA sudah keluar. Disebutkan bahwa memang benar, kalau sosok remaja albino yang kini sedang tertidur di atas ranjang rumah sakit itulah, adalah anak kandung dari Baskara dan Meysa.
Untuk pertama kalinya, sejak Meysa dan Baskara menunggu Vano yang tak kunjung sadarkan diri, barulah di hari ketiga, kedua mata Vano membuka.
Meysa dan Baskara tak bisa berkata apa-apa. Mereka berusaha tegar, dengan tidak meneteskan air mata sedikitpun.
"Jadi, aku benar anak kalian?"
Meysa mengangguk. "Sayang..."
Baskara menciumi tangan kiri Vano. "Sayang, papa minta maaf..."
Di sisi lain, Arfan sedang duduk bersama dengan Jason dan Frans.
"Aku sangat asing dengannya."
Bola mata Jason berputar. "Meskipun aku kesal tiap kali melihat wajahnya, tapi aku lebih menyukainya."
"Alvino?"
"Tentu saja! Memangnya dia?!"
"Pelankan suaramu, Jason."
"Aku mau keluar dulu!"
"Jason..."
"Aku yang seharusnya minta maaf..." Suara Vano terdengar lirih dan pelan.
Jason pun mengurungkan niatnya untuk keluar.
"Karena aku hanya bisa menyusahkannya.."
"Tidak sayang... Kamu tidak pernah menyusahkan siapapun." ujar Meysa.
Rio dan Reno masuk dengan berhati-hati. Meskipun wajahnya masih kelihatan sangat terpukul, namun dia sudah bisa bernafas lega, karena adiknya sudah siuman dan bisa berjuang sendirian melewati masa-masa kritisnya.
"Alvino yang menyelamatkanku. Dia berjuan mati-matian, agar aku bisa terus bertahan dan bertahan.." Air mata Vano mulai mengalir, membasahi pipinya yang pucat. "Bahkan dia juga --- memberikan satu ginjalnya untukku.."
"Tuan Vano..." Emilio ikutan sedih mendengarnya. "Anda pasti bisa bertahan. Tuan muda, akan segera kami temukan."
"Jangan Pak Emilio." Vano bicara pelan sekali. Sesekali matanya sampai terpejam, seolah menahan rasa sakit yang dideritanya. "Biarkan saja dia bahagia dengan kehidupannya."
"Sayang..." Meysa mencium pipinya. "Kamu pasti bisa..."
"Ma --- ma..." Mata Vano kembali terbuka. Dia menatap Meysa intens. "Pa --- pa..." lalu dia menoleh ke Baskara. "Aku senang sekali, akhirnya --- aku bisa bertemu dengan kalian..."
"Nanti, mami akan membawamu ke Singapura. Mami akan mencarikan rumah sakit dan dokter terbaik untukmu..."
Vano mengulas senyum tipis. "Hanya ada satu dokter di dunia ini yang bisa menyembuhkanku. Alvino." Vano menatap langit-langit kamarnya. "Kata-katanya adalah penyemangat yang mampu membuatku bertahan hingga sejauh ini."
"Apa anda tidak bisa menemukannya?" Tanya Reno pada Emilio.
"Maaf, sepertinya tuan muda sudah keluar dari negara ini."
"Tidak apa-apa, Pak Emilio. Mulai sekarang, aku tidak akan pernah menggangunya lagi."
"Tuan Vano."
"Terima kasih --- Tuhan..." Kedua mata Vano terpejam. Suasana mendadak hening. Mereka semua kini menatap padanya.
"Berikan pasien waktu untuk istirahat. Jangan memberikannya beban pikiran yang hanya akan memperburuk kondisinya.." ujar dokter setelah memeriksa kondisi Vano.
"Permisi. Selamat siang, Mas Rio." dua orang polisi mendatangi Rio.
"Siang, pak."
"Bisa kita bicara di luar?"
Mereka pun segera keluar dari ruang ICU.
"Ada kabar apa ya, pak?"
"Kami sudah berhasil mendapatkan sketsa dua pelaku atas insiden yang menimpa almarhumah ibu dan adik anda."
Mata Rio terbelalak, saat dia mengenali dua sosok yang pada sketsa tersebut.
"Vano...?!" Frans refleks menyebut nama itu. "Itu kan Vano sama Kak Gavin!"
"Saudara Gavin sudah kami amankan di tempat kerjanya. Hanya saja, rekannya --- sampai saat ini belum berhasil kami temukan."
"Vano..." Saking geramnya Rio, bunyi gemeretak giginya sampai terdengar. "Manusia itu..., tidak akan pernah kumaafkan...!"
• • •
![](https://img.wattpad.com/cover/248240979-288-k658947.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
-VANO-
Teen FictionHai, namaku Alvino. Dan ini adalah kisahku... :) FYI : Cerita ini bersifat fiktif. Semua nama tokoh, tempat, waktu, kejadian, serta organisasi merupakan imajinasi penulis.