12

465 57 2
                                    

Jam 5 pagi, aku dapet WA dari panitia ospek. Yang isinya, mengharuskan aku hadir di kampus jam 8 pagi ini. Bukan main dadakkannya. Sekelas mahasiswa aja, kayak begini cara memberikan informasinya.

Nisa menelepon jam 05.45. Suaranya kedengeran kalo dia lagi kalang kabut. Masalahnya, pagi ini perutnya lagi gak bisa diajak kompromi. Gara-gara, semalem dia habis makan bakso beranak level neraka jahanam.

Tok.. Tok..

"Kenapa, mas?"

"Pak Oliver WA. Katanya, hari ini mau diadain briefing menyeluruh. Semua pegawai diharap hadir."

Cklek.

"Aku harus ke kampus, mas."

"Ohhh, yaudah." Dengan entengnya, Mas Rio malah naik lagi ke kasurnya.

Detik itu juga, aku kirim screenshotan WA dari panitia ospek kampus, ke Koko Oliver. Aku minta maaf karena gak bisa hadir. Untungnya koko ngizinin. Asalkan sebagai gantinya, weekend ini aku harus mau diajak main ke apartemennya.

"Udah mau berangkat, Van?" tanya Om Tian, yang muncul dari pintu samping.

"Iya, om. Mendadak diminta ke kampus."

"Sarapan dulu. Jason juga lagi siap-siap."

"Ja --- son.."

"Pagi, appa." Jason kelihatan fresh pagi ini. Parfumnya juga wangi banget.

"Kamu berangkat sama Vano ya. Pulangnya juga."

Jason angkat bahu. "Terserah aja. Dia mau apa enggak.."

Bukan Om Tian atau Om Baskara yang nyiapin sarapan, sarat empat sehat lima sempurna. Tapi si bibi rupanya.

Aku kira kehidupan di keluarganya Jason itu kayak difilm yang pernah aku tonton. Pas pagi, Om Tian yang menyiapkan sarapan, sambil dipeluk mesra dari belakang sama Om Baskara.

Tapi ternyata perkiraanku salah. Baik Om Tian maupun Om Baskara, keduanya itu sama-sama orang sibuk.

"Jason, kamu sudah tahu nomernya Vano kan?" tanya Om Baskara.

"Tau. Tapi diblokir."

"Diblokir?" Om Baskara sama Om Tian natap heran ke aku.

"Malem itu, aku telepon kamu buat ngucapin terima kasih. Tapi, kamu malah bilang aku 'gaje' dengan ketusnya.."

"Jason..."

"Ya aku harus gimana, pa? Emang nada bicaraku kan kayak gini..!"

"Vano itu baik loh sama kamu. Apa kamu lupa, siapa satu-satunya teman yang nemenin kamu pas SMA?"

Jason memutar bola matanya. "Udahlah, pa. Aku berangkat."

"Jason..."

"Lo mau bareng gak?"

"Om, aku berangkat dulu."

"Kalian, hati-hati."

Jason diam. Akupun juga diam. Tapi anehnya, kita beberapa kali noleh dengan sepasang mata yang saling bertemu satu sama lain.

"Kamu divisi mana, Jason?" tanyaku akhirnya.

"Komisi Disiplin."

"Ohhh..."

Pantes deh, kalo dia masuk divisi itu. Emang wajahnya galak, dan ucapannya juga ketus. Semoga aja, dia ketemu sama Nisa nanti. Biar rame dan ribut sekalian mereka berdua.

"Biasanya kalo berangkat, naik apaan lo?"

"Kereta. Tapi, dari rumah dianterin Mas Rio."

"Setiap hari?"

-VANO-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang