47

288 39 0
                                    

Sikap kakek berubah drastis. Jika sebelumnya dia banyak senyum dan mengobrol, belakangan ini kakek lebih sering diam dan melamun.

Aku sama Mas Rendra juga bingung, kenapa kakek bisa berubah kayak gitu.

"Mungkin, karena aku ya mas?"

"Kakek sudah tahu?"

"Bisa jadi. Atau --- kan waktu itu aku bilang mau beliin sapi sepasang. Tapi akunya belom beli-beli juga."

"Enggak mungkin, dek. Cuma karena sapi, kakek gak mungkin sampai kayak gitu."

"Terus..?"

"Hmm..."

"Gini aja deh, mas! Sekarang juga mas cari sapi. Siapa tahu aja kakek jadi ceria lagi."

"Tapi kalau ternyata enggak..?"

"Mungkin --- kakek pernah melihat kita sedang..."

"Rendra, nenek mau ke pasar dulu beli obat."

"Anterin nenek sana, mas."

"Kalian jaga kakek saja."

"Biar aku aja yang jaga, nek."

Mas Rendra mengambil jaket dan kunci motornya. Meski cuma motor matik biasa, tapi motor itu berguna juga buat berpergian kemana-mana di desa ini.

"Mas, aku titip. Barangkali nenek mau beli sesuatu." aku menyelipkan empat ratus ribu ke saku jaketnya.

"Mas juga punya, dek."

"Yaudah bawa aja."

Setelah Mas Rendra dan nenek pergi, aku melihat kakek yang sedang berbaring di kamarnya. Aku takut, kalau dia tidak akan pernah bangun lagi.

Aku masuk pelan-pelan. Kupegang tangan dan kaki kakek. Tidak panas. Malah cenderung dingin.

Kupijat pelan-pelan kakinya, lalu kuselimuti tubuhnya.

"Assalamualaikum. Azka..."

Suaranya Adin. Aku bergegas ke depan. Kututup pintu kamarnya kakek.

"Waalaikumsalam."

"Lagi apa, Ka?"

"Abis mijetin kakek."

Adin langsung duduk di lantai teras depan. "Kakekmu sakit ya?"

"Iya, Din. Nenek sama Mas Rendra lagi ke pasar, beli obat."

Rendra ngerogoh saku jaketnya. "Kamu simpen nih."

"Adin."

"Aku kemarin denger dari bapakku, katanya banyak warga desa yang ketipu."

"Ketipu? Ketipu gimana, Din?"

"Emang, kakek atau nenekmu gak cerita?"

"Enggak."

"Waktu itu ada program tabungan rencana haji. Beberapa warga ikut mendaftar. termasuk kakek dan bapakku."

Tanpa sadar, mataku terus mengarah ke arah selangkangan Adin.

"Orang yang ngadain program itu kabur, Ka! Kantornya pun tutup!"

"Kabur, Din?!"

"Bapakku juga sempat syok. Tapi, untungnya uang bapakku baru sekitar lima jutaan."

"Apa karena itu kakekku jadi sakit..?"

"Mungkin juga, Ka."

Kenapa ya, ada orang yang sampai setega itu berbuat jahat sama kakek dan warga desa lainnya...?

-VANO-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang