Chapter 17

479 58 32
                                    

Jiwoo terbangun, ia merasakan seluruh tubuhnya yang lemas. Ia mengusap rambut Mujin yang berada di sampingnya.

"Honey.."

Mujin terbangun, ia tersenyum dan memegang dahi kekasihnya mengecek kembali suhu tubuhnya yang sudah tidak terlalu panas.

"Sayang, kau demam.. berisitirahatlah, hari ini tidak usah bekerja, aku akan menemanimu"

Jiwoo hanya mengangguk, badannya lemas, ia memang sangat jarang sakit namun jika sekali sakit tubuhnya akan sangat lemah.

Jiwoo memegang lengan Mujin.

"Maafkan aku tentang semalam, aku salah.." airmata Jiwoo mengalir dari sudut matanya.

"It's okay baby, maaf aku juga sudah membentakmu semalam, aku berjanji tidak akan seperti itu lagi" Mujin menggenggam tangan Jiwoo dan mengecup punggung tangannya.

"Tidak, aku yang salah, memang seharusnya kau marah padaku" Jiwoo tersenyum tipis.

"Kita tidak usah bahas itu lagi, aku akan mengambil bubur, tunggu sebentar" Mujin mengusap rambut Jiwoo lalu mengecup puncak kepalanya dengan penuh kasih sayang, ia berjalan keluar dari kamar.

Jiwoo dengan tertatih beranjak dari ranjang, ia meraih tas nya dan mengambil sebutir pil yang ia konsumsi sejak ia bercinta dengan Mujin dan langsung menelannya tanpa minum.

Mujin mempunyai beberapa maid yang hanya bekerja setengah hari setiap harinya. Ia menyuruhnya memasak bubur untuk Jiwoo.

Jiwoo tersenyum saat melihat Mujin masuk ke kamar membawa nampan berisi bubur, air putih dan obat demam.

Mujin membantu Jiwoo duduk dan menyelipkan bantal di punggung kekasihnya agar bersandar dengan nyaman.

Mujin tersenyum senang Jiwoo menghabiskan buburnya dan memakan obatnya.

"Honey, come here.." ucap Jiwoo dengan suara lemah dan menepuk kasur disebelahnya.

Mujin menurut, ia duduk disamping Jiwoo merangkul kekasihnya yang ingin bersandar padanya. Jiwoo mendengarkan irama detak jantung Mujin yang menenangkannya.

"Sayang.."

"Hmm.."

"Aku boleh tau kapan kau suka padaku? Bukankah kau sangat membenciku?" tanya Jiwoo.

"Saat kau memberiku surat resign mu dan mengatakan kau membenciku, untuk pertama kalinya aku merasakan hatiku benar-benar sakit" Mujin mengeratkan rangkulan tangannya pada bahu Jiwoo.

"Apa saat itu kau benar-benar membenciku?" tanya Mujin.

"Aku tidak pernah membencimu, maaf aku kemarin berbohong, aku pikir kau akan percaya dan melupakanku ternyata kau menebak dengan benar bahwa aku masih sangat mencintaimu" balas Jiwoo.

"Aku pikir dengan menjauhimu aku bisa cepat melupakanmu. Tapi nyata nya aku tetap tidak bisa melupakanmu walaupun rasanya sangat menyakitkan, aku tetap memikirkanmu, aku tetap mengingatmu setiap saat" sambung Jiwoo, airmatanya mulai jatuh dari matanya.

"Aku pasti sangat menyakitimu selama 5 tahun, aku minta maaf Jiwoo-ya, aku benar-benar egois setelah menyakitimu, aku malah menginginkanmu" Mujin menghela nafas panjang.

"Selama kau pergi, aku juga mencoba melupakanmu, aku mencoba menahan keinginanku untuk mencarimu karena aku tau aku memang salah telah menyakitimu. Tapi semakin hari aku semakin tersiksa, hatiku juga terasa hampa dan semakin sakit" Mujin menelan ludahnya mengingat kembali saat-saat itu.

"Saat kau memohon padaku untuk pergi dan mengatakan tidak ingin melihatku, mengatakan kau tidak mencintaiku lagi, duniaku rasanya benar-benar runtuh, saat kau membohongi perasaanmu sendiri, itu adalah hal yang paling tidak bisa aku terima"

"Tapi sekarang aku sangat bahagia kau mau menerimaku, hanya kau lah yang menerima semua kekuranganku Jiwoo-ya, aku bukan pria yang baik tapi aku akan berusaha menjadi yang terbaik untukmu"

"Berkat dirimu aku bisa merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya, merasakan apa yang tidak pernah kurasakan selama hidupku setelah kedua orangtua meninggal. Maaf, aku terlambat membalas cintamu"

Jiwoo terharu dengan ketulusan Mujin, ia menangis tersedu-sedu dipelukan Mujin meluapkan emosi dalam dirinya yang tak ia ketahui tentang pria itu.

"Aku tau ini masih sangat awal, tapi berjanjilah 3 hal padaku Jiwoo-ya, karena aku juga akan melakukan hal yang sama" suara berat Mujin terdengar lembut namun tegas.

Jiwoo melepaskan pelukannya dan menatap Mujin dengan tatapan sendu dengan airmata yang masih sesekali menetes, siap mendengar apa yang akan diucapkan kekasihnya.

"Jangan pernah tinggalkan aku"

"Jangan pernah berhenti mencintaiku"

"Dan.. jangan pernah berbohong padaku tentang perasaanmu, katakan semua yang kau rasakan, apa yang kau inginkan, semuanya.. aku tidak ingin ada rahasia"

"Percayalah padaku Jiwoo-ya"

Kedua pasang bola mata mereka saling bertatapan lama nan dalam, Jiwoo bisa melihat dengan jelas mata coklat Mujin yang sudah berkaca-kaca dan airmatanya yang akan segera lolos.

"Bagaimana jika salah satu dari kita mengingkari janji itu?" Jiwoo menelan ludahnya, ia tau tidak seharusnya ia bertanya pertanyaan sensitif itu disaat seperti ini tapi pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutnya.

"Maka.. salah satu dari kita tidak berhak bahagia sampai mati" balas Mujin dengan airmata nya yang jatuh dari kedua matanya.

Jiwoo bisa merasakan kesungguhan dan keseriusan perkataan Mujin. Ia tau Mujin bukanlah tipe pria yang main-main dengan perkataannya.
Pria itu sangat teguh pada pendiriannya.

Dengan pelan tapi pasti Jiwoo mengangguk cepat. Mujin sangat bahagia dengan tersenyum lebar.

"Aku berjanji padamu Choi Mujin.."

"Aku berjanji padamu Yoon Jiwoo.."

Layaknya mengucapkan janji suci pernikahan.

"Ini adalah stempel perjanjian kita.." ucap Mujin menangkup kedua pipi kekasihnya dan mencium bibirnya dengan lembut penuh rasa cinta yang mendalam dengan airmata mereka yang mengalir.


Chapter ini pendek yah? 😭
Iya memang sengaja 😌
Okay, sekian dan terima kasih 😂

Uncontrollably Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang