Chapter 42

404 148 39
                                    

Mujin menggenggam tangan Jiwoo dengan erat menatap sang kekasih dengan cemas. Ia sangat panik dan khawatir saat melihat Jiwoo yang tiba-tiba pingsan.

Satu jam kemudian Jiwoo siuman, matanya langsung menatap Mujin yang masih sangat khawatir padanya.

"Jiwoo-ya.. kau sudah sadar? Dokter mengatakan kau hanya syok" ucap Mujin pelan.

Jiwoo kembali mengingat pembicaraannya dengan Taeju. Sangat sakit hingga ia merasa lebih baik ia tidak ingin bangun saja.

"Jiwoo-ya.. kau baik-baik saja? Katakan padaku apa yang sakit? Hm? Jangan membuatku khawatir seperti ini" Mujin semakin cemas saat Jiwoo menatapnya dengan berderai air mata.

Jiwoo melepaskan genggaman tangan Mujin dan memalingkan wajahnya menatap ke arah lain tanpa berkata. Melihat perubahan sikap Jiwoo, Mujin tidak tau apa yang terjadi merasa bingung.

"Sayang.. kenapa kau menjadi dingin padaku? Apa aku melakukan kesalahan? Apa yang terjadi?"

Jiwoo masih diam tanpa memedulikan Mujin.

"Aku akan bertemu dokter sebentar, istirahatlah" Mujin membelai rambut Jiwoo dan mengecup keningnya sekilas.

Saat Mujin sudah keluar dari ruangan, Jiwoo langsung bangun sambil mencabut selang infus lalu meraih tas nya pergi dari sana.

Beberapa saat Mujin kembali dan terkejut Jiwoo tidak ada di ranjang. Dadanya terasa sesak, ia mengeluarkan ponselnya dan menelepon Jiwoo namun tidak diangkat. Ia membuka aplikasi pelacak dan mengikuti Jiwoo.

Jiwoo sampai duluan dirumah Mujin, ia berjalan ke kamar dan mengemasi barang-barangnya. Air mata nya tidak berhenti mengalir hingga matanya sudah memerah bengkak.

Mujin menyetir dengan kecepatan penuh dan berlari kencang ke rumahnya tanpa menutup pintu mobil. Pikirannya sangat kalut karena perubahan sikap Jiwoo padanya.
Mujin semakin merasakan sakit saat ia melihat Jiwoo menyeret kopernya turun dari tangga.

"Jiwoo-ya.. apa yang kau lakukan? Apa yang terjadi?" ucap Mujin dengan suara gemetar yang tercekat.

Jiwoo hanya diam saja. Rasa sakit membuatnya tidak bisa mengatakan apa yang sudah ia ketahui dan apa yang ingin ia ungkapkan, sungguh! Ini terlalu menyesakkan mengetahui kenyataan calon suaminya adalah seorang kriminal.

Mujin memegang kedua bahu Jiwoo. Sorot mata tidak percaya dan bingung dengan situasi ini membuatnya tidak tau harus berbuat apa ditambah Jiwoo yang hanya diam saja sedari tadi.

Jiwoo menatap sendu kedua iris mata pria yang sampai detik ini masih tidak bisa ia percayai, rasa cintanya hancur berkeping-keping.

"Jiwoo-ya.. sayang, katakan agar aku bisa tau apa yang sebenarnya terjadi?" suara lirih Mujin terdengar sangat lemah dan pelan.

Jiwoo mengepalkan tangan serta mengeraskan rahangnya, rasa sakit terus menusuk jantungnya "Aku ingin menghentikan semua ini, mari kita akhiri hubungan ini"

Hancur dan runtuh sudah dunia Mujin, hanya dalam hitungan jam kebahagiaan yang ia rasakan seketika menjadi kebalikannya.
Mujin menatap tak percaya, ia menarik nafas yang terasa seperti ribuan jarum yang menusuk di dadanya.

"Apa aku berbuat salah? Jiwoo-ya, kita akan menikah minggu depan, jangan bercanda, kumohon.."

"Masih ada waktu untuk membatalkan pernikahan yang tidak akan pernah terjadi" Jiwoo menarik kopernya dari hadapan Mujin.

"Kenapa kau tiba-tiba seperti ini? Aku tidak akan membiarkanmu pergi!" Mujin menghadang Jiwoo.

"Biarkan aku pergi.." kata Jiwoo pelan.

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi sebelum aku mengetahui penyebabnya"

Jiwoo tidak bisa mengatakannya, ia sendiri masih sulit menerima kenyataannya.

"Kau tidak bersalah apapun, ini semua adalah salahku! Salahku karena dari awal aku lebih dulu menyukaimu, salahku menerimamu ke dalam hidupku. Semua salahku. Maka dari itu aku tidak ingin mengulangi kesalahanku" Jiwoo berusaha berbohong walau ucapannya tidak masuk akal.

Mujin tidak bodoh, ia tau Jiwoo hanya sedang berusaha menyembunyikan alasan sebenarnya. Ia tau benar jika Jiwoo selalu lebih memilih menyalahkan dirinya sendiri daripada menyalahkan Mujin karena ia sangat mencintainya. Begitu juga Mujin, ia tidak bisa melepaskan Jiwoo apapun itu.

"Katakan apa salahku agar aku bisa menjelaskannya padamu.. kumohon Jiwoo-ya, mengakhiri hubungan kita bukanlah jalan keluarnya"

"Kau begitu ingin tau apa kesalahanmu?"

Jiwoo tersenyum sakit.

"Kau berbohong lagi padaku dan yang lebih menyakitkan adalah aku tau kenyataan ini bukan darimu. Aku pikir kau sudah jujur semuanya padaku, ternyata tidak"

Mujin menelan ludahnya, otaknya berputar memikirkan satu-satunya kebohongannya yang belum pernah sekalipun ia katakan, apakah Jiwoo sudah mengetahuinya?

"Ya, benar. Kebohongan itulah yang kuketahui" balas Jiwoo yang seolah bisa membaca pikiran Mujin.

"Akan lebih baik jika kau mengatakannya dari awal bahwa kau seorang bandar narkoba. Aku bahkan tidak sanggup mempercayai semua ini. Aku sudah cukup lelah sekarang, maka dari itu kita akhiri semuanya disini" Jiwoo hendak berbalik pergi.

Mujin tidak mempermasalahkan siapapun menganggapnya sebagai bandar narkoba ataupun mafia dan lainnya, tetapi rasanya sangat sakit saat orang yang ia cintai mengatakannya. Pikiran Mujin semakin buntu dan tidak karuan hingga ia mengeluarkan sebuah pisau kecil nan tajam dari belakang jas nya. Ia meraih pergelangan tangan Jiwoo dan menaruh pisau itu di tangan Jiwoo.

"Jika semua ini adalah akhirnya. Maka bunuhlah aku Jiwoo-ya.." ucap Mujin dengan suara tersiksa dengan air mata menetes lembut ke pipinya, tatapan lemah dan pasrah karna dunianya sudah hancur, bahkan mati pun ia tidak peduli lagi malah lebih baik baginya. Tidak ada yang tujuan hidup lagi sekarang.

Mujin menarik pergelangan tangan Jiwoo yang memegang pisau itu dengan tangan gemetar, Jiwoo tidak percaya bahwa Mujin senekad ini. Bagaimana bisa ia membunuh pria yang sangat ia cintai, ia bahkan lebih memilih untuk membunuh dirinya sendiri saja.

"Maafkan aku Jiwoo-ya.. benar, selama ini aku berbohong padamu. Pria sepertiku tidak pantas menerima cinta tulus darimu namun aku terlanjur sangat mencintaimu. Aku ingin berhenti jika kau menyuruhku"

"Tetapi jika kita tetap harus mengakhiri semua ini, maka aku harus mati karena terus menyakitimu. Hidupku sungguh tidak berarti lagi, bahkan sekarang aku tidak ingin hidup" ucap Mujin lirih.

"Bunuh aku, Jiwoo-ya.. Tidak. Aku akan membunuh diriku sendiri" Mujin merebut kembali pisau dari tangan Jiwoo dan mengarahkannya ke lehernya sendiri.

"Ya! Choi Mujin kau sudah gila?!" teriak Jiwoo ingin merebut pisau itu dari Mujin.

Mujin memundurkan langkah kakinya. Pisau tajam itu sudah menyayat sedikit kulit leher Mujin karena pergerakkan tangannya hingga darah tipis mulai mengalir mengenai kerah kemejanya.

"Pergilah, Jiwoo-ya.. jangan pedulikan aku. Maafkan aku.. maaf.. lagi-lagi aku menyakitimu. Sudah ku bilang aku lebih memilih mati daripada hidup tanpamu"

"Jeongmal mianhae Jiwoo-ya" Mujin tersenyum tipis dengan air mata yang terus menetes.



Wahhhhhh kalian luar biasa readers 😭😭
Daebakk vote 80+ untuk chapter sebelumnya Saranghaeyo 🥹🥹❤️

Apakah kalian mengerti gimana perasaan Mujin dan Jiwoo? Maaf kalo author menulisnya sedikit berantakan 😢😢

Don't forget vote ya! 😭😭💔

Uncontrollably Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang