Chapter 44

388 150 71
                                    


"Hyung!!" Taeju menahan tangan Mujin yang memegang pisau ingin menyayat pergelangan tangannya lagi.

Taeju berhasil merebut pisau dari tangan Mujin.

"Apa kau akan terus seperti ini?! Sampai kapan kau akan terus mencoba bunuh diri?"

Mujin hanya terdiam menatap kedepan. Ia berjalan ke taman mansion mewahnya dan duduk di sebuah bangku besar. Puluhan pria berbadan tegap berjaga di setiap sudut, Taeju sengaja memberikan pengamanan ketat untuk Mujin karena takut pria itu akan melukai dirinya.

Selama 3 tahun lamanya, seperti janjinya pada Jiwoo, Mujin benar-benar menghilang dari kehidupan wanita yang sangat amat ia cintai.
Hidup menyendiri di negeri asing.

"Hyung.." panggil Taeju dari samping.

Taeju melihat khawatir Mujin yang sekarang lebih kurus, wajah tirus, bibir pucat, tidak ada tanda keinginan hidup dari sorot matanya. Pergelangan tangan Mujin yang penuh dengan banyak bekas goresan karena pria itu terus mencoba mengiris nadinya sendiri. Mujin bahkan pernah hampir berhasil bunuh diri dan kehilangan banyak darah namun ia berhasil selamat. Setelah itu Mujin memutuskan untuk pindah ke Las Vegas. Taeju mengikutinya dan menjaganya untuk menebus kesalahannya karena merasa sudah menghancurkan hidup Mujin.

Tidak pernah sedetikpun Mujin melupakan Jiwoo. Tidak pernah! Mujin bahkan rela pindah ke negara lain demi Jiwoo. Demi menghilang dari kehidupannya.

Taeju sudah pernah menawarkan untuk membujuk Jiwoo agar kembali pada Mujin namun Mujin tidak ingin. Ia takut melukai Jiwoo lagi. Ia takut melihat Jiwoo menangis lagi karenanya. Walau sebenarnya ia sendiri tidak bisa hidup tanpa Jiwoo.

Selama 3 tahun juga ia merasa sangat hidupnya sangat hampa. Sudah tidak terhitung berapa kali ia mencoba bunuh diri, namun tidak pernah sekalipun berhasil, ia selalu selamat. Mujin bahkan pernah lompat dari lantai 2 kamarnya, menenggelamkan dirinya, mencoba menyayat tangannya. Tidak ada satupun yang berhasil mengambil nyawanya.

"Hyung.. maafkan aku.. maaf, aku tidak berpikir panjang saat itu" Taeju menahan tangisnya melihat keadaan Mujin yang semakin memburuk. Ia sangat menyesali semuanya.

Mujin bahkan tidak pernah merespon atau berbicara pada siapapun termasuk Taeju, tatapan dinginnya selalu datar kedepan, seperti mayat hidup kala air mata nya selalu jatuh saat ia mengingat Jiwoo. Sampai kapanpun ia hanya mencintai Yoon Jiwoo.

Taeju menyerahkan sebuah foto pada Mujin.

"Aku tau kau sangat merindukannya"

Bola mata Mujin perlahan bergerak lemah ke foto yang diserahkan Taeju. Pria itu berjalan pergi memberikan waktu sendiri untuk Mujin. Mujin mengusap foto Jiwoo sedang menggendong anak kecil dengan tertawa bahagia. Foto yang diam-diam di ambil Taeju dari kejauhan.

Mujin tersenyum tipis melihat Jiwoo yang kini berambut sebahu, senyuman cantik yang selalu membuat Mujin jatuh cinta, bisakah semua itu kembali seperti semula?

"Terima kasih Jiwoo-ya, kau sudah tersenyum seperti ini. Pada akhirnya aku tidak mendapatkan kesempatan apapun dan kau sudah mempunyai keluarga yang bahagia"

Mujin tidak bisa menahan tangisannya, ia menangis dengan kencang meluapkan emosi yang selama ini ia pendam. Sangat sakit rasanya membayangkan Jiwoo hidup bersama pria lain. Rasa sakit itu bahkan lebih dalam dari keinginannya untuk mati.
Setelah melihat foto ini, rasa ingin mati itu bertambah ribuan kali lipat.

Betapa sakit rasanya menerima kenyataan walau terbesit sedikit lega bahwa Jiwoo sekarang sudah bahagia, namun tidak bisa ia pungkiri juga bahwa ia tidak pernah merelakan Jiwoo bersama pria manapun selain dirinya. Egois. Benar dia lah pria paling egois di dunia. Setelah menyakiti dan pergi dari hidup Jiwoo, ia tetap berharap pria yang mampu membahagiakan Jiwoo hanyalah dirinya, tidak ada pria lain. Ia berharap Jiwoo tidak pernah melupakannya, ia berharap suatu saat kesempatan itu akan datang. Ya, semuanya hanya harapan belaka.

Mujin memejamkan matanya dengan air mata yang mengalir deras, ia menghirup oksigen sebanyak-banyaknya saat dadanya terasa semakin sesak, jantungnya serasa berhenti berdetak. Apa gunanya hidup untuk satu detik lagi jika semua harapan itu sirna. Hidup 3 tahun menunggu kesempatan itu datang bukanlah hal mudah baginya.

"Aku berharap bisa melihatmu untuk terakhir kalinya tapi sepertinya itu mustahil. Aku akan pergi membawa semua kenangan indah kita. Aku mencintaimu Jiwoo-ya.." gumam Mujin tersenyum penuh kesakitan, pikirannya berputar mengingat semua hal-hal yang ia lalui bersama Jiwoo.

Angin sepoi-sepoi menerpa wajah pucat Mujin, ia memejamkan matanya sejenak.

Mujin memegang sebuah pistol di tangan kanannya, tangan kirinya yang masih memegang foto Jiwoo, ia tersenyum dengan air mata yang jatuh menetes diatas foto itu, "Aku berharap di kehidupan mendatang aku bisa kembali mencintaimu tanpa menyakitimu"

"Hyung!!!" teriak Taeju panik saat ia bermaksud untuk melihat keadaan Mujin. Namun Mujin sedang mengarahkan ujung pistol ke pelipisnya.

Tanpa pikir panjang Taeju berlari ke arah Mujin.

Dor!



Semakin mendekati ending 😭😭
Author kudu eotteohge? 😢😢

Yang pasti author uda menentukan ending yang cocok dengan untuk cerita ini 🥺🥺
Yang penasaran harus vote! 🤭❤️
Semakin banyak semakin baik 🥰😆

Uncontrollably Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang