Jiwoo pergi bersama Taeju tanpa membawa putrinya, ia meninggalkan Jiwon bersama ibunya. Ia harus melihat keadaan Mujin terlebih dahulu sebelum mengungkapkannya."Minumlah.." Taeju menyodorkan sebotol air mineral pada Jiwoo yang terlihat duduk dengan gelisah sedari tadi.
Jiwoo menerima botol minum itu dan Taeju duduk di hadapannya.
"Jeongmal gomawo Jiwoo-ssi" ucap Taeju sungguh-sungguh dan tersenyum lebar.
"Dimana Mujin selama 3 tahun?"
"Dia berada di Las Vegas, hidup sendiri disana.. dia takut jika berada di sini dia ingin menemuimu, maka dia memutuskan untuk tinggal di luar negri"
Jiwoo menunduk sedih, dadanya bagai dihantam kuat. Sangat sakit hingga ia tidak bisa menahan air matanya.
"Apa putrimu.. itu adalah anak.." belum sempat Taeju menyelesai perkataannya Jiwoo sudah mengangguk.
"Jiwon adalah anakku dan Mujin, saat itu aku belum bisa menerima kenyataan hingga aku menyembunyikan kehamilanku pada Mujin tapi saat aku ingin mencarinya, aku kehilangan jejak Mujin, dia hilang bagai ditelan bumi" ucap Jiwoo terisak.
Taeju mengangguk, "maaf.. aku sudah mengacaukan hidup kalian berdua, aku sangat merasa bersalah"
Setelah 11 jam lebih penerbangan, Jiwoo dan Taeju sampai di bandara. Jiwoo meremas jemarinya. Rasa cemas, senang, rindu, bercampur aduk, ia ingin segera menemui pria yang begitu ia cintai.
"Apa?! Kalian benar-benar bodoh!" teriak Taeju di panggilannya.
"Ada apa Taeju-ssi?" Jiwoo terlihat semakin resah.
"Kita harus segera ke rumah sakit" Taeju menyuruh anak buahnya segera membawa mereka ke rumah sakit.
"Taeju-ssi, apa yang terjadi?"
"Mujin hyung mencoba bunuh diri lagi dan.. kali ini sepertinya lebih parah" ucap Taeju frustasi.
Air mata Jiwoo seketika jatuh dengan deras. Ia menangis tanpa suara dan mengepalkan tangannya menahan sakit di dadanya.
Setelah 20 menit, mereka akhirnya sampai di tujuan dan berlari menuju kamar Mujin. Jiwoo sendiri sudah tidak sabar ingin memeluk Mujin dengan erat dan menangis sekencang-kencangnya.
Taeju sedang berbicara dengan dokter dan Jiwoo membuka pintu kamar dengan tangan gemetar dan linangan air mata.
Mujin dengan wajah pucat yang terbaring lemah dengan bantuan selang oksigen dan monitor pergerakan detak jantung disamping ranjang.
Jiwoo berjalan mendekat, tangan lembutnya mengusap pelan wajah dingin dengan bibir pucat Mujin, perlahan tangan Jiwoo turun ke pergelangan tangan kiri Mujin yang banyak goresan bekas sayatan sedangkan pergelangan tangan kananya diperban. Oh! hati Jiwoo sangat hancur melihatnya. Sangat menyakitkan melihat keadaan Mujin yang sangat menderita dan semua itu karenanya.
"Mujin-aa.. Choi Mujin.. bangunlah.." suara isak tangis Jiwoo memenuhi ruangan.
Air mata Mujin mengalir jatuh dari sudut matanya yang terpejam, jemarinya perlahan bergerak, suara yang sangat ia rindukan terdengar sangat nyata.
Kedua mata Mujin perlahan terbuka, ia tersenyum tipis saat mendengar suara Jiwoo, "Lagi-lagi aku bermimpi.." gumam Mujin.
"Mujin-aa.. bangun, aku merindukanmu.." lirih Jiwoo.
Jiwoo yang sedari tadi menangis sambil membenamkan wajahnya di tepi ranjang mulai berhenti saat telapak tangan besar Mujin membelai lembut rambutnya. Ia mendongak dan melihat Mujin yang juga sedang melihatnya dengan sorot mata sendu.
"Kau sudah siuman?" Jiwoo tersenyum disela-sela tangisannya.
"Apakah aku bermimpi? Ini terasa sangat nyata hingga membuatku tidak ingin bangun.." Mujin tersenyum, jempol besarnya bergerak menyeka air mata di pipi Jiwoo.
Jiwoo memeluk tubuh Mujin. Aroma tubuh Mujin yang sangat ia rindukan sungguh menenangkan hati dan pikirannya yang kacau.
"Katakan padaku ini bukan mimpi?" kata Mujin lemah.
"Kau tidak bermimpi, aku disini! Aku disini untukmu!" ucap Jiwoo sambil menangis mengeratkan pelukannya.
Mujin tersenyum dengan mata berkaca-kaca, senyuman pertama setelah 3 tahun lamanya. Ia tidak percaya saat ini Jiwoo berada didepan matanya. Rasanya ia hampir mati karena merindukan Jiwoo. Tubuhnya yang masih sakit seperti tidak lagi ia rasakan setelah melihat wanita yang ia cintai, Mujin berusaha sekuat tenaga memeluk erat Jiwoo, kekosongan dalam hatinya seperti terisi kembali hingga ia tidak dapat menahan air matanya saat merasakan bahwa semua ini adalah nyata.
Jiwoo melepaskan pelukannya dan menatap wajah Mujin yang terlihat kurus tetapi masih tampan.
"Maafkan aku, maaf aku telah membuatmu seperti ini" Jiwoo mengecup pipi Mujin.
Mujin tersenyum dan menggeleng, "Maaf telah membuatmu melihat keadaanku yang berantakan. I missed you.." ucap Mujin pelan.
"I missed you too, honey.." Jiwoo tersenyum dengan air mata jatuh.
Mujin menatap Jiwoo lekat-lekat dan menyeka air mata wanitanya lalu mengecup lama kening Jiwoo lalu turun ke mata, pipi, hidung dan bibirnya menyalurkan cintanya yang begitu besar. Jiwoo memejamkan matanya menerima cinta dan sentuhan lembut bibir Mujin yang begitu ia rindukan.
"Kau terlihat kurus.." tanya Jiwoo saat Mujin menyudahi kecupannya.
"Maaf, aku sangat kacau.. tidak seharusnya kau melihatku seperti ini"
"Tidak apa-apa, kau masih tetap tampan" puji Jiwoo.
Mujin terkekeh lalu menyelipkan helaian rambut halus Jiwoo ke belakang, "kau semakin cantik, apa kau bahagia dengan keluargamu?"
"Keluarga?"
"Bukankah kau sudah mempunyai menikah?" tanya Mujin dengan tegar.
Sesaat Jiwoo mencerna perkataan Mujin, ia tersenyum, "Jika kau ingin tau, pulanglah bersamaku.."
"Aku tidak yakin untuk siap melihatmu dengan keluarga kecilmu, aku.." Jiwoo mengecup bibir Mujin untuk menghentikan ucapannya.
"Kau bisa melihatnya sendiri..tapi kau harus memulihkan kesehatanmu terlebih dahulu" ucap Jiwoo, ia tidak sabar untuk mempertemukan Mujin dengan putrinya.
Sudah tebak gimana endingnya? 😆😆
Vote lah kalo begitu, biar author secepatnya selesaikan cerita ini 😌 sisa beberapa chapter lagi 😭😭😭Author mau ngelunjak dulu pengen ngerasain gimana kalo vote 150+ 😙😙 bakalan tercapai gk ya? 🤔🤔
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncontrollably Love (End)
RomansaChoi Mujin seorang pengusaha sukses bergerak dibidang transportasi, tidak ada yang tau usaha itu hanya kedok untuk menutupi pekerjaannya yang sebenarnya. Sifat kasar dan dinginnya dicap sebagai bos yang tidak punya hati. Namun diam-diam Yoon Jiwoo y...