Chapter 38

367 112 56
                                    

Jiwoo memeluk Mujin. Ia menepuk pelan punggung pria itu sekaligus menenangkannya. Mujin semakin menumpah tangisannya di pelukan Jiwoo.

"Gwaenchana. Kita pasti bisa melewati ini semua.." ucap Jiwoo pelan.

"Jiwoo-ya.. aku tidak bisa, berikan aku satu kesempatan lagi. Kumohon.."

Jiwoo melepaskan pelukannya. Ia menangkup wajah pria itu dan menyeka air mata nya dengan lembut.

"Jiwoo-ya.." Mujin memegang tangan Jiwoo dan meletakkan telapak tangan di dadanya.

"Rasanya sangat sakit. Rasanya aku ingin mati. Aku tidak bisa menahan rasa sakit yang terus menusuk disini.." ucap Mujin kesakitan.

"Ini hanya karena masih awal, dengan berjalannya waktu, kita bisa saling melupakan" Jiwoo memaksakan senyuman sakit.

Mujin menggeleng, "Sampai kapanpun. Aku tidak bisa, berikan aku kesempatan terakhir Jiwoo-ya.." sorot mata lemah Mujin semakin membuat Jiwoo tidak berdaya.

Mujin memeluk Jiwoo dengan sangat erat, menyandarkan kepalanya di bahu Jiwoo. Namun Jiwoo merasakan pelukan itu perlahan semakin mengendur, tubuh Mujin yang bertumpu padanya terasa semakin berat dan Mujin melepaskan pelukannya, kedua tangannya terkulai jatuh.

"Choi Mujin..!" panggil Jiwoo seperti merasakan sesuatu yang salah.

Jiwoo mencoba mendorong pelan tubuh Mujin dan tubuh pria itu seketika lemas dengan mata terpejam.

"Mujin.. Choi Mujin.. Ya!" Jiwoo menepuk pelan wajah Mujin, tapi ia semakin panik saat Mujin tidak sadarkan diri.

Dengan sekuat tenaga Jiwoo memapah tubuh besar Mujin ke mobilnya dan membawa nya ke rumah sakit terdekat.

"Bagaimana keadaannya, Dok?" Jiwoo meremas jemarinya dengan cemas.

"Dia sangat kelelahan dan tubuhnya sangat lemah. Sepertinya dia juga mengalami syok" jelas dokter.

"Hm, stres berlebihan juga penyebab utama. Apakah pasien mengalami hal seperti itu akhir-akhir ini?"

"Sepertinya begitu, Dok"

"Aku akan memeriksa kondisinya setelah ia siuman"

Jiwoo membungkuk pada wanita berjas putih yang sudah berlalu. Ia menatap sendu pada Mujin yang terbaring lemah. Hatinya sakit melihat keadaan Mujin, tidak pernah sekalipun pria itu sangat lemah seperti sekarang yang terlihat sedikit kurus.

Jiwoo mendekat ke ranjang Mujin dan mengecup keningnya penuh kasih sayang. Rasa sakit, bersalah dan sedih bercampur aduk membuat Jiwoo tidak bisa menahan air matanya.

"Maaf.. maafkan aku.." Jiwoo membenamkan wajahnya di dada Mujin dan menangis dalam diam.

Melihat keadaan Mujin yang seperti ini. Seharusnya pria itulah yang harus kuat karena dia yang memutuskan hubungan ini, kenapa malah pria itu yang sangat kesakitan. Jiwoo ingin mereka kembali, ia tidak bisa terus menyiksa perasaan mereka berdua seperti ini. Ia takut jika tidak bisa melihat Mujin lagi. Ia sangat takut kehilangannya.

Beberapa jam kemudian Mujin mulai tersadar, ia membuka matanya dan langsung terperanjat saat tidak ada siapa-siapa disana, ia mencabut kasar selang infusnya di punggung tangannya.

"Jiwoo-ya.." Mujin bergerak dari ranjang dan tepat saat itu Jiwoo masuk ke kamar dan melihat pria itu hendak turun.

"Apa yang kau lakukan! Kau masih sangat lemah, istirahat lah dulu" Jiwoo menaruh tasnya di nakas dan menghampiri Mujin.

"Aku.. aku takut kau pergi lagi Jiwoo-ya seperti terakhir kali. Saat aku bangun aku tidak melihatmu" ucap Mujin dengan mata berkaca-kaca.

Jiwoo menatap Mujin lekat-lekat saat pria itu mulai menitikkan air matanya. Ia memeluk pria itu dengan erat.

"Araseo. Aku tidak akan kemana-mana. Aku mohon istirahatlah.." Jiwoo mengusap punggung Mujin memberinya kehangatan dan ketenangan.

Mujin kembali berbaring dan tersenyum tipis sembari menggenggam erat tangan Jiwoo takut jika wanita dicintainya pergi lagi. Walau tidak mengucapkan apa-apa, Jiwoo tau pria itu takut ia meninggalkannya lagi.

"Tidurlah, aku akan menjagamu.." Jiwoo mengusap lembut pipi Mujin.

"Aku tidak bisa tidur, aku takut.." kata Mujin lirih.

"Aku berjanji, aku akan disini, tidurlah.." Jiwoo berusaha meyakinkan Mujin yang terlihat sangat lelah.

"Tidurlah disampingku, Jiwoo-ya" Mujin menatap penuh harap dan menggeser tubuhnya memberi ruang untuk Jiwoo.

Jiwoo mengangguk dan naik ke ranjang. Mujin memeluk pinggang sambil menyandarkan kepalanya di ceruk leher Jiwoo, menghirup aroma tubuh candu yang selalu membuatnya tenang. Jiwoo memeluk kepala Mujin dan membelainya lembut, tangannya menepuk-nepuk pelan punggung Mujin hingga pria itu merasa sangat nyaman dan tenang lalu tertidur begitu juga Jiwoo.

Akhirnya Mujin terlelap tanpa obat tidur maupun alkohol. Selama sebulan lebih ia harus mengonsumsi obat itu agar bisa tertidur.

...

Paginya Jiwoo terbangun dan membuka matanya yang langsung bertatapan dengan mata Mujin. Kini Jiwoo lah yang tidur berbantal lengan Mujin, pria itu tersenyum lembut.

"Good morning, baby.." bisik Mujin dengan suara berat nya yang khas.

Hati Jiwoo seketika bagai ditusuk, sudah lama sejak Mujin selalu memanggilnya sayang. Air mata Jiwoo mengalir turun mengenai lengan Mujin.

"Please don't cry.. I love you so much.. I can't live without you, please.. comeback to me.." ucap Mujin lirih sembari menyeka lembut air mata Jiwoo.

Jiwoo semakin menangis menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Mujin semakin merasa bersalah dan memeluk wanita itu penuh kasih.

"Maafkan aku Jiwoo-ya, maaf aku sudah melukaimu, aku pria brengsek. Aku berjanji akan berubah, berikan aku kesempatan terakhir. Aku benar-benar tidak bisa hidup tanpamu, aku mencintaimu" Mujin mengeratkan pelukannya dengan rasa sesak di dadanya.

Jiwoo mengangkat wajahnya dan menatap Mujin dalam-dalam.

"Aku harap kau tidak pernah mengecewakan ku lagi. Aku berharap kita bisa bahagia bersama" Jiwoo mengecup pelan pipi Mujin.

Mujin terperanjat dan duduk di ranjang. Ia tersenyum dengan jantung berdegup kencang. Jiwoo ikut duduk. Mereka saling berhadapan.

"Kita.. Kita kembali menjadi kekasih?" tanya Mujin dengan nada tidak percaya.

Jiwoo tersenyum dan mengangguk pelan.

"Gomawo Jiwoo-ya. Aku janji tidak akan mengecewakanmu lagi. Aku akan membahagiakanmu. Aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu" Mujin tidak kuasa menahan air matanga, ia memeluk Jiwoo dengan erat, mengecup berkali-kali puncak kepalanya mengungkapkan rasa bahagianya.

Mujin melepaskan pelukannya dan menangkup wajah Jiwoo, ia menyeka lembut sisa air mata di pipinya wanita yang kembali menjadi kekasihnya.
Ia mengecup lama kening Jiwoo.

"Terima kasih, sayang" Mujin mencium bibir Jiwoo penuh cinta.


Ciee balikan cieee 😆😆 setelah menangis cakar-cakaran 😙😙

Don't forget voted yah 🥰❤️🫶🏻

Uncontrollably Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang