Mujin menggendong Jiwoo didepannya karena kaki Jiwoo semakin bengkak sulit untuknya berjalan. Mau tak mau Jiwoo merangkul bahu lebar Mujin, sesekali ia mencuri pandang pada wajah pria menyebalkan itu. Sial! Jantungnya berdegup kencang saat melihat wajah Mujin sangat dekat. Tangannya gatal sekali ingin meraba rahang seksi dengan janggut tipis. Ia segera menepis pikiran itu bahkan sekarang wajahnya sudah semerah tomat.
Jiwoo membenamkan wajahnya di dada Mujin, menyembunyikan semburat pipi merahnya. Bahkan sekarang ia bisa mencium aroma parfum khas Mujin ditubuhnya, ia memang sudah sering mencium aroma Mujin tapi tidak pernah sedekat ini bukan? bahkan ia bisa mendengarkan detak jantungnya. Jiwoo menggigit bibir bawahnya dan memejamkan mata.
Mujin membuka pintu mobil dan merebahkan tubuh Jiwoo di jok kulit mobilnya.
Pria vampir ini memakaikan seatbelt untuk Jiwoo membuat wajahnya sangat dekat hampir saja Jiwoo mencium pipinya.
"Kita ke rumah sakit dulu untuk mengobati kakimu dan makan malam, kau pasti kelaparan setelah mengoceh panjang lebar" Mujin tersenyum miring dan menutup pintu mobil dan berjalan ke bagian pengemudi, menyetir dengan gaya sok keren membuat Jiwoo terkesima. Ia bahkan memundurkan mobil dengan tangan kiri dan tangan kanannya memegang jok disampingnya.
Jiwoo memalingkan wajahnya saat melihat leher jenjang Mujin. Sebaiknya ia menutup matanya saja sepanjang perjalanan daripada dia terus terpesona oleh pria brengsek ini.
Setelah hampir 15 menit mereka sampai di rumah sakit sederhana.
"Sudah sampai" Mujin turun dari mobil dan berjalan ke pintu sebelah dan kembali menggendong Jiwoo.
"Aku tidak mau menyusahkanmu, aku akan berjalan dengan satu kaki saja, aku bisa melompat, turunkan aku" kata Jiwoo yang sudah digendongan Mujin.
"Kau sudah terlanjur menyusahkanku jadi sekalian saja, sudah kubilang aku akan bertanggung jawab" ucap Mujin datar menutup pintu mobil menggunakan siku tangannya.
Mujin membawa Jiwoo ke IGD dan mendudukkannya diranjang pasien, seorang dokter datang dan memeriksa kaki Jiwoo, dengan reflek Jiwoo meremas lengan Mujin saat merasakan sakit. Mujin tersenyum namun Jiwoo tidak melihatnya karena sedang fokus pada kakinya, ia bahkan tidak sadar sudah memegang Mujin.
Dokter memperban kaki Jiwoo dan memasang gips pada pergelangan kaki sampai telapak kakinya.
"Anda tidak boleh banyak bergerak selama beberapa hari, saya akan memberikan obat pereda nyeri jika kaki anda sakit atau berdenyut"
"Terima kasih" ucap Jiwoo menunduk ke Dokter.
"Mulai sekarang jangan pakai sepatu tinggi lagi!" Mujin berdecak kesal.
"Semua wanita memang memakai heels!"
"Pakai saja sendal atau sepatu biasa saja kalau begitu"
"Peraturan perusahaanmu harus memakai heels!"
"Mulai besok pakai sepatu yang nyaman saja! Bilang padaku jika ada yang memprotesmu, biar kupecat orang itu"
"Tidak usah sok berkuasa"
"Aku memang pemilik perusahaanku jadi terserah padaku!"
"Yasudah terserah padaku juga!"
"Bisa tidak kau menurut padaku?"
"Aku memang selalu menurut padamu sampai-sampai selalu dimarahi olehmu"
Mujin mengangkat tangannya lalu memijit pelipisnya yang tiba-tiba terasa berdenyut akibat kalah debat. Wanita ini sekarang sudah tidak lagi takut kepadanya malah semakin galak saja, membuatnya tidak mampu membalas perkataannya. Ia juga tidak ingin memperpanjang masalah.
Setelah selesai membayar biaya perawatan Jiwoo, Mujin kembali menggendong Jiwoo ke mobil lalu berhenti di restoran kecil untuk makan malam, Mujin kembali menggendong Jiwoo ke mobil setelah selesai makan.
Sepanjang perjalanan Jiwoo tertawa sendiri. Ia merasa Mujin seperti bodyguard nya saja, karena daritadi pria itu bolak-balik menggendongnya.
"Apa kau sudah gila tertawa sendiri? Kau yakin kakimu yang terkilir bukan kepalamu?" ledek Mujin.
Jiwoo menjulurkan lidahnya mengejek Mujin seperti anak bocah, membuat Mujin tersenyum sendiri.
Perjalanan panjang membuat Jiwoo tertidur, sesekali kepalanya jatuh ke arah Mujin dan dengan sigap Mujin menahan lembut kepala Jiwoo dengan telapak tangannya agar wanita itu tidak terbangun. Jam menunjukkan pukul 10 malam saat Mujin sampai di rumah Jiwoo untuk mengantarnya pulang.
Mujin menatap Jiwoo yang terlelap dengan kepalanya sekarang bersandar di kaca jendela. Ia tersenyum tipis dan membiarkan Jiwoo tidur sebentar. 30 menit kemudian Jiwoo terbangun, ia mengerjapkan mata ternyata sudah sampai didepan rumahnya dengan Mujin yang ikut tertidur.
Jiwoo menatap wajah Mujin yang tertidur seperti bayi polos, ia tidak pernah melihat pemandangan langka ini. Jiwoo menyibak sehelai rambut Mujin yang jatuh ke dahinya, ia tersenyum kecut.
Jiwoo pelan-pelan membuka pintu mobil, tepat saat itu Mujin menangkap tangan Jiwoo."Mau kemana?"
"Tentu saja pulang!"
Mujin mengusap wajahnya dan keluar dari mobil, ia kembali menggendong Jiwoo.
"Sudah cukup! aku bisa sendiri, pulanglah sana"
"Diamlah"
Jiwoo bisa melihat wajah lelah Mujin dari dekat karena matanya terlihat sayu. Mujin menurunkan Jiwoo di sofa. Tanpa seizin Jiwoo, ia melihat-lihat rumah kecil namun terlihat nyaman.
Mujin mengambil sebotol mineral dari kulkas dan meminumnya."Tidak sopan sembarangan membuka kulkas dirumah orang lain" celetuk Jiwoo.
"Tidak ada apa-apa di dalam kulkasmu"
"Tetap saja tidak sopan tau"
"Baiklah, maaf"
Jiwoo terdiam saat Mujin mengucapkan kata sakral itu. Maaf adalah kata yang tidak akan pernah diucapkan oleh pria seperti dia. Tapi hari ini Mujin sudah mengucapkannya 2 kali.
"Pulanglah, hati-hati dijalan dan terima kasih Daepyeonim" Jiwoo mengantar Mujin sampai pintu dengan melompat-lompat dengan sebelah kakinya.
"Ya, Jangan melompat-lompat seperti ini nanti kau jatuh" kata Mujin.
Dan benar saja! Tiba-tiba Jiwoo kehilangan keseimbangannya dan hampir terjatuh, Mujin dengan sigap menangkap pinggang Jiwoo dengan kedua tangannya. Keduanya bertatapan cukup lama, Mujin bahkan tidak melepaskan Jiwoo, ia menatap dalam-dalam kedua bola mata Jiwoo tanpa berkedip.
Tanpa aba-aba Mujin mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Jiwoo. Mujin semakin memperdalam ciumannya, Jiwoo yang ikut terbuai ikut membalas ciuman Mujin.
Mujin terus melumat pelan, sesekali menghisap menggigit lembut bibir mungil Jiwoo dan memainkan lidahnya ke dalam mulut wanita itu. Jantungnya berdetak cepat dan darahnya berdesir, untuk pertama kalinya ia merasakan perasaan seperti ini.
Seperti tersadar dari sihir Jiwoo tiba-tiba membuka matanya dan mendorong tubuh Mujin menjauh membuat pria itu terkejut.
Jiwoo berdehem seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Sejujurnya ia bahkan salah tingkah dan tidak tau harus berbuat apa. Mujin masih berdiri mematung mencerna sikap Jiwoo yang mendadak itu."Selamat malam" Jiwoo menunduk ke Mujin lalu berbalik dan melompat-lompat ke kamarnya dan menutup pintu.
"Sial! Kenapa aku membalas ciuman itu! Harusnya aku menamparnya!" gumam Jiwoo mengacak-acak rambutnya frustasi.
Setelah terdengar suara pintu terbuka dan tertutup, Jiwoo membuka pintu kamarnya untuk memastikan Mujin sudah pergi.
Jiwoo menghela nafas lega. Shit! Shit! sekali lagi ia mengacak-acak rambutnya. Jiwoo berdiri didepan cermin ia mengusap bibirnya dengan tangannya mengingat ciuman pertamanya baru saja diambil bos brengsek nya.
Sedangkan Mujin dimobilnya ia bersenandung dan tertawa kecil, ia mengarahkan spion ke bawah untuk bercermin, ia menggigit bibirnya merasakan ciuman yang baginya cukup mendebarkan. Ia sekarang tertawa seperti orang idiot, entah kenapa rasanya ia sangat senang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Uncontrollably Love (End)
RomansaChoi Mujin seorang pengusaha sukses bergerak dibidang transportasi, tidak ada yang tau usaha itu hanya kedok untuk menutupi pekerjaannya yang sebenarnya. Sifat kasar dan dinginnya dicap sebagai bos yang tidak punya hati. Namun diam-diam Yoon Jiwoo y...